Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Ombudsman soal Beras Mahal: Bantuan Pangan Jangan Dirapel, Pemerintah Pakai Data Kurang Presisi

Kompas.tv - 25 Februari 2024, 23:26 WIB
ombudsman-soal-beras-mahal-bantuan-pangan-jangan-dirapel-pemerintah-pakai-data-kurang-presisi
Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan pangan beras cadangan pangan pemerintah kepada masyarakat penerima manfaat di Gudang Bulog Sendangsari, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (30/1/2024). (Sumber: Biro Pers Sekretariat Presiden via Kompas.id)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menilai, seharusnya bantuan pangan beras 10 kg jangan diberikan sekaligus atau dengan cara dirapel.

Dalam kondisi harga beras mahal seperti ini, bantuan beras harusnya diberikan setiap bulan.

Ia menyebut kalau bantuan pangan diberikan dengan dirapel, tidak akan bisa menurunkan harga beras seperti yang terjadi saat ini.

“Betul itu bantuan pangan harus digelontorkan, tapi please jangan dirapel agar pasar itu bisa membaca ketegasan pemerintah. Karena kalau tidak dirapel itu akan mendevaluasi pasar,” kata Yeka dalam dialog Kompas Petang, Minggu (25/2/2024).

Yeka menuturkan, penyebab harga beras saat ini bisa sangat mahal karena mitigasi yang dilakukan pemerintah kurang komprehensif.

Menurutnya, Ombudsman sudah menyampaikan sejumlah masukan terkait beras ke pemerintah sejak pertengahan 2022.

Baca Juga: Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Bagikan Bantuan Beras 10 Kg Setiap Bulan

Kemudian pada Mei 2023, Ombudsman kembali mengingatkan pemerintah harus berhati-hati dalam menghadapi El Nino. Apalagi Pemilu 2024 digelar pada bulan Februari.

“Februari itu, dalam kondisi normal pun harga beras tinggi, coba cek aja, tapi memang tidak setinggi sekarang,” ujarnya.

“Jadi kenapa naik? Karena data-data yang dipakai pemerintah sekarang ini kurang presisi,” imbuhnya.

Karena menggunakan data yang salah itulah pemerintah jadi tidak bisa menyusun kebijakan yang tepat dalam masalah beras.

Yeka juga menyarankan beras SPHP jangan hanya digelontorkan ke pedagang. Tapi juga langsung ke masyrakat.

“Masyarakat itu sudah rindu datang ke Bulog. Kan yang mahal di masyarakat,” ucapnya.

Baca Juga: Harga Beras di Filipina Naik saat Pasokan Melimpah dari Hasil Panen dan Impor

Sementara itu, Deputi 3 Bidang Perekonomian Kantor Staf Kepresidenan, Edy Priyono menyatakan, sebenarnya pemerintah sudah mengetahui akan ada penurunan produksi beras pada 2023.

Namun ia mengaku, untuk mencegah penurunan produksi beras itu agak sulit dilakukan.

“Mitigasi kejadian itu tidak mudah dilakukan. Makanya kita lakukan mitigasi dampak, yaitu dengan operasi pasar penyaluran beras SPHP sektar 200.000 ton per bulan dan bantuan pangan 220.000 ton per bulan,” jelasnya.

Pemerintah juga akan memperbaiki tata Kelola Bulog, agar bisa menyalurkan beras langsung ke masyarakat dengan cara yang efektif dan efisien. Sehingga masyarakat tidak perlu mengantre lama.

Edy kemudian memaparkan, hal apa saja yang sudah dilakukan pemerintah dalam menangani kenaikan harga beras.

Pertama, pada saat 2023 ada tanda-tanda harga beras naik maka pemerintah meningkatkan volume impor.

Baca Juga: Kemenag Targetkan Beri Bantuan Operasional 2.000 Masjid-Musola Ramah di 2024, Berikut Syaratnya

Kedua, melepas beras cadangan beras Bulog lewat SPHP. Di mana Bulog menjual beras itu di bawah harga pasar, sehingga diharapkan bisa mengendalikan kenaikan harga beras.

Ketiga, memberikan bantuan pangan beras mulai akhir tahun 2023 untuk masyarakat kurang mampu.

Sehingga meski harga beras melambung, warga miskin bisa tetap makan dengan beras bantuan pemerintah.

Keempat, atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bulog menyalurkan beras SPHP di ritel modern, sehingga warga lebih mudah mendapat beras murah.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x