Kompas TV internasional kompas dunia

Suster Ann Siap Mati Demi Demonstran Myanmar: Tidak Ada yang Bisa Lindungi Warga

Kompas.tv - 6 Maret 2021, 15:24 WIB
suster-ann-siap-mati-demi-demonstran-myanmar-tidak-ada-yang-bisa-lindungi-warga
Suster Ann Nu Thawng yang sedang berlutut di hadapan barisan polisi Myanmar. (Sumber: Twitter @CardinalMaungBo)
Penulis : Ahmad Zuhad

MYITKYINA, KOMPAS.TV - Dua buah foto memperlihatkan seorang biarawati menangis dan berlutut di depan aparat Myanmar untuk melindungi demonstran. Hal ini terjadi di tengah banyaknya korban berjatuhan karena kekerasan aparat.

Biarawati itu bernama Suster Ann Roza Nu Tawng dari Myitkyina, Negara Bagian Kachin. Suster Ann meminta pada polisi dan tentara berhentik menembaki para pengunjuk rasa.

Mengutip Sky News, foto itu diambil pada Minggu (28/2/2021). Saat Suster Ann mendekat, terdengar suara tembakan berasal dari arah aparat.

Baca Juga: Para Perempuan Pemberani di Demo Myanmar: Tak Peduli Nyawa, Kami Peduli pada Generasi Mendatang

Suster Ann mengaku tahu bahaya melakukan tindakan itu. Ia siap berkorban demi melindungi demonstran penentang kudeta militer Myanmar.

Mulanya, Suster Ann sedang berada di klinik kesehatan dan membantu merawat pasien. Lalu, ia melihat rombongan berjalan di depan klinik. Sesuai dugaannya, itu adalah rombongan demonstran.

Mendadak, aparat Myanmar menembakkan meriam air untuk membubarkan massa aksi. Polisi dan tentara pun mulai menembaki para pengunjuk rasa.

Sebagian aparat mengejar demonstran yang berlarian menyelamatkan diri dari gas air mata dan tembakan pistol aparat. Mereka juga menghajar demonstran yang tertangkap.

“Saya langsung berpikir hari ini (28 Februari) adalah hari saya meninggal. Jadi, saya siap melakukannya,” kata Suster Ann.

Kekerasan aparat sebelumnya telah menewaskan dua orang perempuan muda di Mandalay dan Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw. Ia mengingat hal ini saat melihat aparat menembaki demonstran

Baca Juga: Indonesia dan Malaysia Desak Negara-Negara ASEAN Bicarakan Kudeta Myanmar

"Saya memikirkan para korban yang tewas di sini. Jadi, saya mencemaskan warga Myitkyina," ungkap Suster Ann.

Aparat mulai menangkapi dan memukuli demonstran. Suster Ann pun tergerak keluar dari klinik. Ia melihat sekeliling dan merasa berada di medan perang.

Percaya para demonstran tak berbuat jahat, Suster Ann memohon aparat berhenti menembak. Ketika itu, ia hanya berpikir bagaimana caranya menyelamatkan massa dan menghentikan kekejaman aparat.

Suster Ann mengaku menangis seperti kehilangan akal dan seperti induk berusaha melindungi anak-anaknya saat itu.

"Saya berpikir lebih baik saya yang mati daripada mereka. Saya menangis sejadi-jadinya. Tenggorokan saya sakit," tuturnya.

(Sumber: Twitter @CardinalMaungBo)

Baca Juga: Junta Militer Berusaha Blokade Komunikasi, Nyaris Seluruh Myanmar Mati Listrik

Ia menangis dan meminta aparat untuk membunuh dirinya sebagai ganti tembakan ke arah  demonstran. Aparat sempat berhenti bergerak beberapa saat.

"Suster, jangan terlalu khawatir. Kami tak akan menembak mereka," kata seorang aparat yang mendekatinya.

Mendengar jawaban itu, Suster Ann Roza berkata, ia khawatir para pengunjuk rasa bisa terbunuh dengan senjata yang lain.

Dalam pikirannya, Suster Ann tidak percaya dengan omongan aparat itu karena sudah sering mendengar warga sipil menjadi korban tembak mati.

Saat melihat pengunjuk rasa lain terjatuh, Suster Ann bergegas menolongnya sebelum aparat menangkap mereka. Ia membawa pengunjuk rasa itu ke klinik dan mengobati mereka.

"Mereka (militer) bukanlah penjaga masyarakat. Kami tidak nyaman dan terjadi penangkapan brutal," tegasnya.

Baca Juga: Paus Fransiskus Bertamu ke Rumah Sederhana Grand Ayatollah Ali al-Sistani, Ulama Top Syiah di Irak

Suster Ann blak-blakan mengaku tak bisa memercayai aparat Myanmar.

"Tidak ada yang bisa melindungi warga Myanmar. Kami harus saling membela dan menolong," pungkasnya.

Warga Myanmar dari berbagai kalangan dan latar identitas ikut turun menentang kudeta militer. Pelajar Muslim, biksu Buddha, biarawati, pegawai negeri sipil dan guru, serta kelompok etnis minoritas bersatu melawan militer yang telah memegang kendali sejak kudeta 1962.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x