GLASGOW, KOMPAS.TV - Negara-negara miskin di KTT iklim PBB COP26 menekan sejumlah negara kaya untuk membayar harga kerusakan yang makin meningkat disebabkan oleh pemanasan global.
Hal ini ditunjukkan pada meningkatnya badai, topan, kekeringan, dan banjir yang hebat yang menimpa rakyat mereka.
Melansir Straits Times, Selasa (9/11/2021), kampanye yang dilancarkan pada KTT iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia, mencari ratusan miliar dolar per tahun lebih untuk ekonomi yang rentan iklim bahkan ketika mereka berjuang untuk mengakses sekitar 100 miliar dollar AS yang dijanjikan oleh negara-negara kaya di dunia bertahun-tahun lalu.
Dana yang dijanjikan sebelumnya, yang dimaksudkan untuk membantu negara-negara berkembang beralih dari bahan bakar fosil lalu beradaptasi dengan realitas masa depan dunia yang lebih hangat, ditawarkan sebagai pengakuan bahwa negara-negara miskin adalah tidak bertanggung jawab atas perubahan iklim.
"Kami terlalu lambat dalam mitigasi dan adaptasi, jadi sekarang kami menghadapi masalah kehilangan dan kerusakan yang besar dan terus berkembang ini," kata Harjeet Singh, penasihat Climate Action Network, yang terlibat dalam negosiasi atas nama negara berkembang.
Dia mengatakan perundingan sejauh ini fokus untuk memasukkan bahasa tentang kerugian dan kerusakan dalam teks resmi perjanjian KTT, permintaan yang dia katakan menghadapi perlawanan dari Amerika Serikat,
Uni Eropa dan negara-negara maju lainnya yang khawatir dengan potensi biaya dan implikasi hukum dari kata-kata tersebut.
Ditanya apakah Uni Eropa harus mempertimbangkan dana kerugian dan kerusakan terpisah dari pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi, Dr Jurgen Zattler, kepala Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Jerman, mengatakan dia yakin pertanyaan itu terlalu dini.
"Saya kira diskusi belum sampai pada tahap itu," katanya kepada wartawan di KTT Glasgow.
"Kami belum tahu apa sebenarnya kerugian dan kerusakan itu, apa bedanya dengan adaptasi. Kami bergerak dalam kegelapan di sini."
Kepala kebijakan iklim Uni Eropa Frans Timmermans mengatakan kepada wartawan bahwa blok tersebut mendukung upaya untuk mendapatkan uang di tempat yang dibutuhkan secepat mungkin tetapi pekerjaan itu masih perlu dilakukan untuk mendapatkan rincian yang benar.
Baca Juga: Negaranya Makin Tenggelam Akibat Perubahan Iklim, Menlu Tuvalu Pidato di Pantai Untuk KTT Iklim PBB
Seorang perwakilan delegasi Amerika Serikat pada KTT itu tidak menanggapi permintaan komentar.
Negara-negara yang rentan terhadap iklim telah mengangkat perkara siapa yang harus membayar kerusakan iklim sejak pembicaraan internasional paling awal tentang pemanasan global beberapa dekade lalu, sebelum dampak pemanasan global dilihat sebagai ancaman saat ini.
Para ekonom sekarang memperkirakan biaya kerusakan akibat peristiwa cuaca terkait perubahan iklim dapat mencapai sekitar 400 miliar dollar per tahun pada tahun 2030.
Sebuah studi yang dilakukan oleh badan pembangunan Christian Aid, sementara itu, memperkirakan kerusakan iklim dapat merugikan negara-negara yang rentan sebesar seperlima dari produk domestik bruto mereka pada tahun 2050.
"Sudah menjadi perjuangan setiap saat untuk mendapatkan kerugian dan kerusakan untuk menjadi item tetap di COP. Kita perlu terus meminta pertanggungjawaban negara-negara penghasil emisi besar," kata Kathy Jetnil-Kijiner, perwakilan dari Forum Rentan Iklim yang mewakili negara-negara yang terpengaruh pemanasan global secara tidak proporsional.
Harjeet Singh dari Climate Action Network mengatakan negara-negara kaya dapat memperoleh dana, setidaknya sebagian, dengan mencabut subsidi dan mengenakan biaya pada perusahaan bahan bakar fosil.
Dia menambahkan tanpa bantuan keuangan, biaya kerusakan akibat perubahan iklim dapat membuat ekonomi yang rapuh malah bangkrut, dan menghambat kemampuan mereka untuk berkontribusi dalam memerangi perubahan iklim.
Jika hancur secara finansial, misalnya, negara-negara harus berjuang lebih keras untuk mendanai langkah-langkah mematikan energi yang berasal dari batubara.
“Kalau rumah anda terbakar, pertama anda padamkan api, bukan memikirkan bagaimana mencegah kebakaran 10 tahun dari sekarang,” ujarnya.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.