Kompas TV internasional kompas dunia

Tergiur Tawaran Kerja Palsu, Pria China Diculik dan Darahnya Dikuras di Kamboja

Kompas.tv - 20 Februari 2022, 12:00 WIB
tergiur-tawaran-kerja-palsu-pria-china-diculik-dan-darahnya-dikuras-di-kamboja
Pria China diculik dan darahnya dikuras oleh geng penjahat di Kamboja setelah tergiur sebuah tawaran kerja palsu. (Sumber: SINA VIa New York Post)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Gading Persada

SIHANOUKVILLE, KOMPAS.TV - Seorang pria China diculik dan darahnya dikuras oleh sebuah geng kejahatan di Kamboja setelah tergiur tawaran kerja palsu.

Pria China bernama Li itu berhasil melarikan diri pada awal bulan ini di Sihanoukville, setelah sempat disekap dan darahnya dikuras.

Li dikabarkan berhasi melarikan diri setelah mendapatkan bantuan dari salah satu anggota kelompok geng kejahatan tersebut.

Dikutip dari South China Morning Post, geng kejahatan yang telah menculiknya menjalankan sebuah operasi penipuan online menggunakan perusahaan palsu.

Baca Juga: Belanda Minta Maaf atas Kekejaman Saat Perang Kemerdekaan, Indonesia Nyatakan Akan Pelajari Dokumen

Berdasarkan laporan dari surat kabar Kamboja berbahasa China, Asia Pacific Times, Li, 31 tahun berasal dari Jiangsu Timur, China.

Saat ditahan sejak Agustus lalu, sekitar 800ml darahnya dikuras dan diambil setiap bulan.

Menurut surat kabar tersebut, darah Li kemudian dijual ke seorang pembeli secara pribadi melalui online.

Imbas dari perlakuan tersebut, lengan Li kini dipenuhi luka dan tanda dari jarum suntik.

Banyaknya darah yang dikuras dari Li membuat pengambilan darah terakhir mengharuskan perawat mengambilnya dari kepala.

Pasalnya pembuluh darah di lengannya gagal menghasilkan darah yang cukup.

Panduan dari pengambilan darah yang aman dan direkomendasikan adalah tidak mengambil lebih dari 500ml per donasi.

Meski cairan bisa mengganti darah yang hilang dalam waktu hingga 48 jam, tetapi diperlukan waktu berbulan-bulan bagi sel darah merah untuk mengisi kembali dirinya sendiri.

Palang Merah Amerika merekomendasikan masyarakat untuk tak mendonasikan darah lebih sering dari setiap 56 hari sekali.

Namun, jika sel darah merah diambil, jumlah sumbangan yang dapat diberikan dengan aman turun menjadi sekitar tiga kali setahun.

Baca Juga: Peringatan PM Inggris Boris Johnson, Serangan Rusia ke Ukraina Akan Berdampak ke Dunia

Namun tak diketahui metode apa yang dilakukan geng kriminal itu menguras darah Li.

Saat dilarikan ke rumah sakit pada Sabtu (12/2/2022), Li sudah diambang kematian karena mengalami kegagalan organ tubuh.

Kini kondisinya dilaporkan telah stabil dan juga sedang menerima perawatan medis.

Menurut Li, sebelumnya ia menolak ikut dalam skema penipuan yang dilakukan geng tersebut.

Setelah mereka menemukan bahwa ia yatim piatu dan tak akan ada yang membayar tebusan, mereka pun menjadikannya budak darah.

Li mengatakan salah satu anggota geng itu mengatakan jika mereka tak bisa mengambil darahnya, ia akan dijual kepada pemanen organ.

Ia mengatakan anggota geng sering menggunakan tusukan listrik untuk memukulinya dan tawanan lainnya.

Ia pun mengungkapkan ada setidaknya 7 tahanan lain selain dirinya, karena ia memiliki golongan darah O.

Menurutnya, dokter yang mengambil darahnya mengatakan goloongan darahnya sangat berharga.

Li mengungkapkan ia bekerja sebagai satpam di Shenzhen dan Beijing, sebelum mendapatkan tawaran keja palsu di Guangxi Zhuang.

Kemudian ia diculik oleh geng itu saat mendatangi tempat kerja palsunya, dan dibawah ke Ho Chi Minh City di Vietnam.

Ia pun dipindahkan ke Sihanoukville di Kamoja menggunakan kapal.

Baca Juga: Kuda Nil Pablo Escobar Ancam Biodiversitas, Rencana Kontrol Populasi Ditolak Warga

Menurut Li ia kemudian dijual ke kelompok geng kejahatan lainnya.

Kedutaan Besar China di Kamboja mengungkapkan telah mendoong polisi Kamboja untuk memprioritaskan kasus ini.

Kedutaan Besar juga telah mengirim staf untuk mengunjungi Li di rumah sakit pada awal pekan ini.

Di Kamboja sendiri penculikan dan darah korbannya dikuras untuk kemudian dijual adalah kejahatan yang kerap terjadi.



Sumber : South China Morning Post



BERITA LAINNYA



Close Ads x