Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

AS Khawatir Rusia Bakal Menyerang dengan Senjata Kimia ke Ukraina, Ini yang Mendasari Kecurigaan

Kompas.tv - 10 Maret 2022, 10:01 WIB
as-khawatir-rusia-bakal-menyerang-dengan-senjata-kimia-ke-ukraina-ini-yang-mendasari-kecurigaan
Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki ungkap adanya kekhawatiran dari Amerika Serikat, Rusia bakal menggunakan senjata Kimia di Ukraina., Rabu (9/3/2022). (Sumber: AP Photo/Patrick Semansky)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Purwanto

Baca Juga: China Desak AS Jelaskan Detail Lab Biologis di Ukraina, Kedutaan Buka Suara

Roket itu dikenal sebagai bom vakum karena mampu menyerap oksigen dari udara di sekitar untuk meningkatkan temperatur tinggi ledakan.

Rusia sendiri sebelumnya mengeluarkan klaim melalui cuitan Kedutaan Besare Rusia di Twitter, adanya komponen senjata biologis dibuat di laboratorium Ukraina, dengan dana dari Departemen Pertahanan AS.

Pihak Barat menegaskan klaim Rusia itu berpotensi mengatur suasana untuk semacam klaim bendera palsu, yang dituduhkan ke AS.

Psaki sendiri membantah tuduhan Rusia tersebut sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Ia menyebutnya sebagai klaim palsu dan taktik yangt jelas untuk mencoba membenarkan serangan terencana Rusia ke Ukraina.

Pejabat dan media Rusia pada beberapa hari terakhir mengungkapkan Ukraina berniat membangun apa yang disebut, bom kotor, yang menyebarkan bahan radioaktif.

Sementara Kementerian Luar Negeri Rusia mengklaim Ukraina tengah berusaha membuat senjata nuklir.

Baca Juga: AS Batal Kirim Pesawat Tempur untuk Ukraina, Cari Opsi Lain yang Lebih Kritis

Beberapa ahli percaya, Rusia mendorong klaim ini untuk menjustifikasi kepada masyarakatnya sendiri mengapa mereka menyerang Ukraina.

Tetapi pejabat Barat mengaku khawatir Rusia akan menggunakannya juga sebagai dasar dari “operasi bendera palsu”.

Bagi Rusia sendiri penggunaan senjata kimia bukan hal yang baru.

Selain di Suriah, Rusia juga dituduh menggunakan senjata kimia dalam upaya pembunuhan Sergei Skripal di Salisbury pada 2018, dan Alexei Navalny pada 2020.



Sumber : BBC



BERITA LAINNYA



Close Ads x