Kompas TV internasional kompas dunia

China Tuding Strategi Indo-Pasifik Amerika Serikat Sama Bahayanya dengan Ekspansi NATO Eropa Timur

Kompas.tv - 20 Maret 2022, 18:19 WIB
china-tuding-strategi-indo-pasifik-amerika-serikat-sama-bahayanya-dengan-ekspansi-nato-eropa-timur
Wakil Menlu China Li Yucheng hari Sabtu, (19/3/2022) di Tsinghua University mengatakan strategi Indo-Pasifik AS sama bahayanya dengan ekspansi NATO ke Eropa Timur, bisa memprovokasi kekacauan dan memecah belah. (Sumber: AP Photo/Mark Schiefelbein)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

BEIJING, KOMPAS.TV - China memberi peringatan bahwa strategi Amerika Serikat dan sekutunya di Indo-Pasifik berpotensi menimbulkan bahaya yang sama dengan ekspansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara NATO ke Eropa timur yang dinilai telah memicu konflik Rusia-Ukraina.

Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng mengatakan sejumlah negara kini menentang terbentuknya strategi Indo-Pasifik yang disebutnya "memprovokasi kekacauan, membangun kelompok kecil yang tertutup dan eksklusif, mengarahkan kawasan itu terpecah dan terbagi berdasarkan blok-blok".

Yucheng mengatakan hal itu saat berbicara dalam Forum Internasional untuk Keamanan dan Strategi yang digelar oleh Tsinghua University, Beijing, Sabtu (19/3/2022), dikutip dari Antara.

Jika terbentuk, kata Yucheng, strategi itu akan menimbulkan konsekuensi yang tidak bisa dibayangkan dan mendorong kawasan Asia-Pasifik ke tubir jurang.

"Strategi Indo-Pasifik sama berbahayanya dengan strategi NATO yang sedang berusaha melakukan ekspansi ke wilayah timur Eropa," katanya seperti dikutip media-media China yang dilansir Antara.

Ia menganggap krisis Ukraina berakar dari mentalitas Perang Dingin dan politik kekuasaan.

Yucheng juga mendesak bawahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk mengimplementasikan pernyataan positif Joe Biden saat berbincang via video call dengan Presiden China Xi Jinping hari Jumat (18/3/2022).

Baca Juga: China Nyatakan Sanksi Barat atas Rusia Sudah Keterlaluan, Tuding NATO Penyebab Rusia Serbu Ukraina

(Dari kiri) Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Gedung Putih usai KTT Quad, Jumat, 24 September 2021 waktu Washington. (Sumber: Twitter/POTUS)

Dalam percakapan jarak jauh itu, Xi meminta Amerika Serikat dan NATO berdialog dengan Rusia untuk mengatasi sumber permasalahan dari krisis di Ukraina. Xi juga menentang sanksi terhadap Rusia yang dianggapnya diskriminatif.

"Sikap China sendiri sudah jelas terhadap Ukraina dan pesan utamanya adalah, China selalu mendorong perdamaian dunia," kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi.

Amerika Serikat dan Barat sangat kecewa dengan sikap China yang tidak segera meminta Rusia untuk mengakhiri serangan militer terhadap Ukraina. 

Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, China dianggap tidak secara tegas mendukung atau menentang konflik Rusia-Ukraina. 

Namun, China menentang sanksi sejumlah negara terhadap Rusia sebagai konsekuensi dari operasi militernya di Ukraina. 

Bahkan hubungan dagang dan ekonomi China dengan Rusia, juga Ukraina, berlangsung normal hingga saat ini.

Baca Juga: China Menyatakan Berdiri di Sisi Sejarah yang Benar Soal Konflik Rusia dan Ukraina, kata Menlu China

Presiden Joe Biden bertemu secara virtual dari Ruang Situasi di Gedung Putih dengan Xi Jinping dari China, Jumat, 18 Maret 2022, di Washington. Xi Jinping minta AS dan NATO berdialog dengan Rusia untuk menyelesaikan inti masalah keamanan yang membuat Rusia menuntut Netralitas Ukraina seperti model Austraia dn menyerbu negara tersebut. (Sumber: White House via AP)

Pada forum yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) China Le Yucheng, Sabtu (19/3/2022), mengatakan sanksi Amerika Serikat dan Barat terhadap Rusia atas masalah Ukraina sungguh sudah keterlaluan.

Seperti dilansir Straits Times dari laporan Reuters, Minggu (20/3/2022), Le juga mengakui sudut pandang Moskow tentang NATO.

Menurutnya, NATO seharusnya tidak melakukan ekspansi lebih jauh ke timur Eropa, yang membuat kekuatan nuklir seperti Rusia "terpojok" sehingga harus mengambil tindakan.

China belum mengutuk tindakan Rusia di Ukraina atau menyebutnya sebagai invasi, meskipun telah menyatakan keprihatinan mendalam karena situasi harus sampai pada titik peperangan.

Beijing juga menentang sanksi ekonomi terhadap Rusia atas tindakannya terhadap Ukraina, yang menurut Beijing sepihak dan tidak disahkan oleh Dewan Keamanan PBB.

"Sanksi terhadap Rusia semakin keterlaluan," kata Le di sebuah forum keamanan di Beijing, menambahkan warga Rusia kehilangan aset luar negeri "tanpa alasan".

"Sejarah membuktikan berkali-kali, sanksi tidak dapat menyelesaikan masalah. Sanksi hanya akan merugikan rakyat biasa, berdampak pada sistem ekonomi dan keuangan... dan memperburuk ekonomi global."

 




Sumber : Antara/Straits Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x