Kompas TV internasional kompas dunia

Biden Ikut KTT Negara Arab, Berharap Israel Bisa Terintegrasi secara Militer untuk Hadapi Iran

Kompas.tv - 16 Juli 2022, 22:00 WIB
biden-ikut-ktt-negara-arab-berharap-israel-bisa-terintegrasi-secara-militer-untuk-hadapi-iran
Presiden AS Joe Biden saat tiba di Tel Aviv, Israel, menuju ke Yerusalem, Rabu (13/7/2022). Biden hadir di KTT Arab, akan berusaha untuk mengintegrasikan Israel sebagai bagian dari poros baru menghadapi Iran. (Sumber: Gil Cohen-Magen/Pool via AP)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

JEDDAH, KOMPAS.TV - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan membahas kemampuan pertahanan regional ketika ia bertemu dengan para pemimpin Arab di Arab Saudi, Sabtu (16/7/2022).

Dalam pertemuan itu, Biden akan berupaya mengintegrasikan Israel sebagai bagian dari poros baru. Ini, sebagian besar didorong oleh keprihatinan bersama atas Iran.

Pernyataan itu diungkap oleh seorang pejabat senior pemerintah, seperti laporan Straits Times.

Akhir pekan ini, Arab Saudi jadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara Arab, yang dihadiri juga oleh AS.

“Kami percaya ada nilai besar dalam memasukkan sebanyak mungkin kemampuan di kawasan ini, dan tentu saja Israel punya kemampuan pertahanan udara dan rudal yang signifikan, sebagaimana yang mereka butuhkan. Tetapi kami melakukan diskusi ini secara bilateral dengan negara-negara ini,” pejabat pemerintah itu kepada wartawan.

Biden, dalam perjalanan Timur Tengah pertamanya sebagai presiden, berfokus pada pertemuan puncak yang direncanakan berlangsung dengan enam negara Teluk dan Mesir, Yordania dan Irak. Biden juga bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS).

Pertemuan itu menuai kritik di AS atas pelanggaran hak asasi manusia.

Biden berjanji menjadikan Arab Saudi sebagai "paria" di panggung global atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tahun 2018 oleh agen-agen Saudi. Tetapi, pada akhirnya Biden memutuskan bahwa kepentingan AS mendikte kalibrasi ulang, bukan pemutusan, dalam hubungan dengan eksportir minyak utama dunia itu.

Biden membutuhkan bantuan raksasa OPEC Arab Saudi pada saat harga minyak mentah tinggi dan masalah lain yang terkait dengan konflik Rusia-Ukraina. Pun, saat ia mendorong upaya untuk mengakhiri perang Yaman, di mana gencatan senjata sementara diberlakukan.

Baca Juga: Arab Saudi Buka Wilayah Udara untuk Israel, Tahap Awal Normalisasi Hubungan?

Kunjungan presiden AS Joe Biden hari Sabtu (16/7/2022) ke Arab Saudi langsung menghasilkan 18 kesepakatan bilateral di berbagai sektor strategis dan sensitif. (Sumber: AP Photo/Evan Vucci)

Washington juga ingin mengekang pengaruh Iran di kawasan dan pengaruh global China.

Pejabat administrasi mengatakan AS berharap akan melihat peningkatan produksi OPEC dalam beberapa minggu mendatang.

Biden diperkirakan akan menekan produsen Teluk lainnya untuk memompa lebih banyak minyak. Aliansi OPEC+, yang mencakup Rusia, akan bertemu berikutnya pada 3 Agustus.

Presiden AS, yang memulai perjalanannya ke kawasan itu dengan kunjungan ke Israel, akan mengadakan pembicaraan bilateral dengan para pemimpin Mesir, Uni Emirat Arab dan Irak sebelum mengambil bagian dalam KTT yang lebih luas. Dalam KTT itu, Biden akan "menjabarkan dengan jelas" visi dan misinya, yaitu strategi keterlibatan AS di Timur Tengah. Ini diungkapkan penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan pada Jumat (15/7).

"Dia bermaksud memastikan tidak ada kekosongan di Timur Tengah untuk diisi oleh China dan Rusia," kata Sullivan.

Pejabat senior administrasi lainnya mengatakan Biden akan mengumumkan bahwa AS telah memberikan US$1 miliar bantuan keamanan pangan jangka pendek dan jangka panjang yang baru untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dan negara-negara Teluk akan berkomitmen US$3 miliar untuk masalah tersebut selama dua tahun ke depan dalam proyek-proyek yang sejalan dengan kemitraan AS dalam infrastruktur dan investasi global.

Negara-negara Teluk, yang menolak untuk berpihak pada Barat melawan Rusia dalam konflik Ukraina, pada gilirannya mencari komitmen nyata dari AS untuk hubungan strategis yang telah tegang karena anggapan AS melepaskan diri dari wilayah tersebut.

Riyadh dan Abu Dhabi frustrasi dengan kondisi AS terkait penjualan senjata. Pun, karena tidak dilibatkan dalam pembicaraan tidak langsung AS-Iran yang bertujuan menghidupkan kembali pakta nuklir 2015, yang mereka lihat cacat lantaran tidak mengatasi kekhawatiran regional tentang program dan perilaku rudal Teheran.

Baca Juga: Ini yang Dilakukan Presiden AS Joe Biden di Palestina

Presiden AS Joe Biden bertemu Presiden Palestina di Tepi Barat, tegaskan hak Palestina untuk merdeka dan janjikan bantuan. (Sumber: AP Photo/Evan Vucci)

"Tuntutan paling penting dari kepemimpinan Saudi dan para pemimpin Teluk lainnya, dan orang Arab pada umumnya, adalah kejelasan kebijakan AS dan arahnya terhadap kawasan itu," kata Abdulaziz Sager, ketua Pusat Penelitian Teluk yang berbasis di Riyadh.

Israel, yang berbagi keprihatinan mereka atas Iran, mendorong perjalanan Biden ke Arab Saudi, berharap itu mendorong pemulihan hubungan yang lebih luas dengan Arab setelah UEA dan Bahrain menjalin hubungan dengan Israel dalam pakta yang ditengahi AS.


Sebagai tanda kemajuan di bawah apa yang digambarkan Biden sebagai proses terobosan, Arab Saudi mengatakan bahwa mereka membuka wilayah udaranya untuk semua maskapai penerbangan, membuka jalan bagi lebih banyak penerbangan ke dan dari Israel.

Washington dan Riyadh juga mengumumkan pemindahan AS dan pasukan penjaga perdamaian lainnya dari pulau Tiran - sebuah pulau antara Arab Saudi dan Mesir dalam posisi strategis yang mengarah ke pelabuhan Eilat Israel.

Pasukan ditempatkan sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai tahun 1978 dan yang mengarah pada kesepakatan damai antara Israel dan Mesir.

Sebuah rencana untuk menghubungkan sistem pertahanan udara bisa menjadi tawaran yang sulit bagi negara-negara Arab yang tidak memiliki hubungan dengan Israel dan menolak menjadi bagian dari aliansi yang dianggap melawan Iran, yang telah membangun jaringan proksi yang kuat di sekitar kawasan termasuk di Irak, Libanon dan Yaman.

Pejabat senior Uni Emirat Arab Anwar Gargash mengatakan pada Jumat bahwa gagasan tentang apa yang disebut NATO Timur Tengah itu sulit, sementara kerja sama bilateral lebih cepat dan lebih efektif.

UEA, katanya, tidak akan mendukung pendekatan konfrontatif: "Kami terbuka untuk kerja sama, tetapi bukan kerja sama yang menargetkan negara lain di kawasan itu dan saya secara khusus menyebut Iran."

 




Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x