Kompas TV internasional kompas dunia

30.000 Tentara Israel Jalani Perawatan Mental sejak Serangan ke Gaza, 200 Orang Disebut Sakit Jiwa

Kompas.tv - 29 Februari 2024, 12:02 WIB
30-000-tentara-israel-jalani-perawatan-mental-sejak-serangan-ke-gaza-200-orang-disebut-sakit-jiwa
Teman-teman tentara Israel yang tewas di Gaza, Sersan Lavi Ghasi, berduka dalam pemakamannya di Modiin, Israel, Kamis, 21 Desember 2023. Sejak dimulainya serangan ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, sekitar 30.000 tentara Israel telah menghubungi saluran kesehatan mental, menurut pernyataan militer. (Sumber: AP Photo/Ariel Schalit)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

YERUSALEM, KOMPAS.TV - Sejak dimulainya serangan ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, sekitar 30.000 tentara Israel telah menghubungi saluran layanan kesehatan mental, menurut pernyataan militer.

Lebih dari 85 persen dari mereka yang mencari perawatan psikologis diklaim telah kembali bertugas.

"Sekitar 200 tentara diberhentikan dari angkatan darat karena masalah psikologis" akibat perang, kata militer Israel, seperti dilansir Anadolu, Rabu (28/2/2024).

Korps Medis Tentara Israel berencana membuka pusat kesehatan mental baru untuk para tentara pada Kamis (29/2/2024), yang bertujuan mencegah gangguan stres pascatrauma akibat serangan ke Gaza.

Pusat kesehatan mental baru itu akan dilengkapi dengan klinik pengobatan gangguan stres pascatrauma di kalangan tentara.

Pada 2 Februari, Yekhiel Levechitz, kepala departemen klinis penyakit mental tentara Israel, menyatakan sekitar 3.000 tentara telah diperiksa oleh para ahli kesehatan mental sejak 7 Oktober.

Israel melancarkan serangan mematikan ke Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang, menurut Tel Aviv, menewaskan hampir 1.200 orang.

Serangan Israel menewaskan hampir 30.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 70.000 orang, menghancurkan pemukiman warga sipil dan fasilias umum. Blokade Israel juga menyebabkan bahan-bahan kebutuhan pokok lenyap di Jalur Gaza.

Menurut PBB, perang Israel terhadap Gaza telah memaksa 85 persen penduduk wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967 itu mengungsi akibat kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di enklave itu rusak atau hancur.

Baca Juga: Mayoritas Negara dalam Sidang ICJ Tuduh Israel Bersalah atas Pendudukan terhadap Palestina

Tentara Israel membawa rekannya dengan tandu dari sebuah helikopter militer dalam latihan evakuasi di wilayah utara Israel, dekat perbatasan dengan Lebanon, Selasa, 20 Februari 2024. (Sumber: AP Photo/Ariel Schalit)

 

Israel dituduh melakukan genosida di Gaza dalam sidang Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).

Putusan sementara yang dikeluarkan Januari lalu memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di Gaza.

Sementara pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan tentara Israel terhadap kaum perempuan Gaza dilaporkan merajalela.

Seorang pelapor khusus PBB telah menyatakan keprihatinan mendalam terhadap perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan yang dialami oleh perempuan dan gadis Palestina.

Reem Alsalem, yang berbicara kepada Anadolu, menggambarkan situasi di lapangan di Gaza sebagai "neraka."

"Kami tahu sekitar 30.000 warga Palestina diperkirakan tewas, 70 persen dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Sangat tidak dapat diterima bahwa situasi genosida yang sedang berlangsung ini dibiarkan terus berlanjut," ungkap Alsalem.

"Pernyataan kebencian yang ditujukan kepada mereka oleh pejabat-pejabat Israel dan para anggota masyarakat Israel lainnya telah merendahkan martabat mereka dan memprovokasi kebencian terhadap mereka dengan tujuan membenarkan pembunuhan mereka," tambahnya.

"Kami telah menerima laporan kredibel tentang perempuan Palestina yang dieksekusi di luar prosedur hukum bersama dengan anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Juga, penahanan sewenang-wenang, hilangnya jejak, dan pemindahan perempuan Palestina ke tempat penahanan di Tepi Barat atau Israel."

"Hal ini meliputi dokter, perawat, pembela hak asasi manusia, serta kemungkinan pemindahan paksa anak-anak ke Israel," kata Alsalem.


 




Sumber : Anadolu


BERITA LAINNYA



Close Ads x