Kompas TV internasional kompas dunia

Netanyahu Akhirnya Kirim Pejabat ke Washington untuk Laporkan Rencana Operasi Militer di Rafah

Kompas.tv - 19 Maret 2024, 15:43 WIB
netanyahu-akhirnya-kirim-pejabat-ke-washington-untuk-laporkan-rencana-operasi-militer-di-rafah
PM Israel Benjamin Netanyahu hari Senin (18/3/2024) akhirnya setuju untuk mengirim tim pejabat Israel ke Washington untuk melaporkan dan membahas dengan pejabat pemerintahan Biden tentang rencana operasi militer di Rafah. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akhirnya setuju untuk mengirim tim pejabat Israel ke Washington untuk melaporkan dan membahas dengan pejabat pemerintahan Biden tentang rencana operasi militer di Rafah, Senin (18/3/2024).

Pertemuan itu akan berlangsung ketika setiap pihak berusaha untuk "menjelaskan kepada pihak lain perspektif masing-masing," kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan.

Kesepakatan untuk mengadakan pembicaraan tentang Rafah terjadi saat Biden dan Netanyahu berbicara pada hari Senin. Pembicaraan itu merupakan interaksi pertama mereka dalam lebih dari sebulan, seiring dengan berkembangnya kesenjangan antara dua sekutu itu atas krisis pangan di Gaza dan perilaku Israel selama perang, menurut Gedung Putih.

Sullivan mengatakan pembicaraan akan terjadi dalam beberapa hari mendatang dan diharapkan melibatkan ahli militer, intelijen, dan kemanusiaan.

Gedung Putih skeptis atas rencana Netanyahu menyerbu Rafah di Gaza, di mana sekitar 1,5 juta warga Palestina yang terusir kini berlindung.

Sullivan mengatakan Biden dalam pembicaraan itu sekali lagi mendesak Netanyahu untuk tidak melaksanakan operasi di Rafah.

Dalam pembicaraan mendatang, katanya, pejabat AS akan menjabarkan "pendekatan alternatif yang akan menargetkan elemen-elemen kunci Hamas di Rafah dan mengamankan perbatasan Mesir-Gaza tanpa invasi darat besar-besaran."

"Presiden telah menolak, dan kembali melakukannya hari ini, tuduhan palsu bahwa mengajukan pertanyaan tentang Rafah sama dengan mengajukan pertanyaan tentang mengalahkan Hamas," kata Sullivan.

Baca Juga: Netanyahu Murka ke Pemimpin Senat AS yang Desak Pemilu Israel agar Sang PM Lengser: Itu Tak Pantas


"Itu hanya omong kosong. Posisi kami adalah Hamas tidak boleh diberi tempat aman di Rafah atau di tempat lain, tetapi operasi darat besar-besaran di sana akan menjadi sebuah kesalahan. Itu akan menyebabkan lebih banyak kematian warga sipil yang tidak bersalah, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah, memperdalam anarki di Gaza, dan semakin mengisolasi Israel secara internasional," kata Sullivan.

Sebelumnya, kubu Republik di Washington dan pejabat Israel menyatakan kemarahan setelah Ketua Mayoritas Senat dari kubu Demokrat, Chuck Schumer, dengan tajam mengkritik penanganan Netanyahu atas perang di Gaza dan menyerukan Israel untuk mengadakan pemilihan baru.

Mereka menuduh pemimpin Demokrat itu melanggar aturan tidak tertulis tentang campur tangan dalam politik pemilihan umum sekutu dekat.

Biden tidak menyatakan secara spesifik dirinya mendukung seruan Schumer untuk pemilihan umum di Israel. Tetapi, ia mengatakan Schumer memberikan "pidato yang bagus", mencerminkan kekhawatiran banyak orang Amerika. Netanyahu mengangkat kekhawatiran tentang seruan Schumer untuk pemilihan baru, kata Sullivan.

Pejabat pemerintah Biden memperingatkan mereka tidak akan mendukung operasi di Rafah tanpa Israel menyajikan rencana kredibel untuk memastikan keselamatan warga sipil Palestina yang tidak bersalah. Menurut pejabat Gedung Putih, Israel belum menyajikan rencana tersebut.

Netanyahu dalam pernyataannya setelah berbicara dengan Biden, tidak secara langsung menyebutkan ketegangan itu.

"Kami membahas perkembangan terbaru dalam perang, termasuk komitmen Israel untuk mencapai semua tujuan perang: Menghilangkan Hamas, membebaskan semua sandera kami, dan memastikan bahwa Gaza tidak pernah (lagi) menjadi ancaman bagi Israel, sambil memberikan bantuan kemanusiaan yang diperlukan yang akan membantu mencapai tujuan-tujuan ini," kata Netanyahu.

Baca Juga: Biden Dukung Desakan Bos Demokrat di Senat Agar Israel Gelar Pemilu, Tel Aviv Heboh

Presiden AS Joe Biden di Carolina Selatan, Minggu, (28/1/2024). PM Israel Benjamin Netanyahu hari Senin (18/3/2024) akhirnya setuju untuk mengirim tim pejabat Israel ke Washington untuk melaporkan dan membahas dengan pejabat pemerintahan Biden tentang rencana operasi militer di Rafah. (Sumber: AP Photo)

Pembicaraan Biden-Netanyahu terjadi saat laporan baru memperingatkan bahwa "bencana kelaparan sudah dekat" di utara Gaza, di mana 70% dari populasi yang tersisa mengalami kelaparan yang mematikan, dan eskalasi lebih lanjut dari perang bisa mendorong sekitar setengah dari populasi Gaza ke ambang kelaparan.

Laporan itu berasal dari Integrated Food Security Phase Classification, sebuah kemitraan dari lebih dari selusin pemerintah, bantuan PBB, dan lembaga lain yang menentukan tingkat keparahan krisis pangan.

Netanyahu mengecam kritik AS, menggambarkan seruan untuk pemilihan baru sebagai "benar-benar tidak pantas."

Netanyahu mengatakan kepada saluran Fox News bahwa Israel tidak akan pernah meminta pemilihan baru di AS setelah serangan 11 September 2001, dan dia mengecam komentar Schumer sebagai tidak pantas.

"Kami bukan republik pisang," katanya, "Rakyat Israel akan memilih kapan mereka akan mengadakan pemilihan, dan siapa yang akan mereka pilih, dan itu bukan sesuatu yang akan dipaksakan pada kami."

Meskipun mereka menyatakan frustrasi tentang aspek operasi Israel, Gedung Putih mengakui Israel telah melakukan kemajuan signifikan dalam merusak Hamas. Dan Sullivan mengungkapkan pada Senin bahwa operasi Israel pekan lalu membunuh tokoh urutan ketiga Hamas, Marwan Issa.

"Presiden hari ini mengatakan kepada Perdana Menteri (Netanyahu) lagi bahwa kami memiliki tujuan yang sama untuk mengalahkan Hamas, tetapi kami hanya percaya Anda memerlukan strategi yang koheren dan berkelanjutan untuk membuat itu terjadi," kata Sullivan.

Baca Juga: PM Israel Benjamin Netanyahu Makin Tak Peduli Sekutunya, Berjanji Teruskan Serangan ke Rafah

Tenda-tenda pengungsi Gaza di Rafah dekat perbatasan Mesir. Gedung Putih hari Jumat, (15/3/2024) menunjukkan optimisme yang berhati-hati setelah Hamas mengajukan proposal untuk mengamankan gencatan senjata di Jalur Gaza yang terkepung. (Sumber: Anadolu)

Biden setelah pidato kenegaraannya awal bulan ini tertangkap kamera tersembunyi mengatakan kepada sekutu Demokrat bahwa dia telah memberi tahu Netanyahu bahwa mereka akan melakukan pertemuan "Yesus" atas krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.

Frustrasinya dengan penuntutan Netanyahu terhadap perang juga terlihat dalam wawancara MSNBC baru-baru ini, di mana dia menyatakan Netanyahu "melukai Israel."

"Dia punya hak untuk mempertahankan Israel, hak untuk terus mengejar Hamas". Namun dalam pernyataannya, Biden menegaskan Netanyahu harus lebih memperhatikan nyawa-nyawa yang tak berdosa yang hilang akibat tindakan yang diambil. Biden mengungkapkan keprihatinannya bahwa tindakan Netanyahu lebih merugikan Israel daripada membantu.

Selama pidato kenegaraan di AS, Presiden Biden mengumumkan bahwa militer AS akan membantu membangun dermaga sementara untuk meningkatkan jumlah bantuan yang masuk ke wilayah tersebut. Selain itu, militer AS juga telah melakukan pengiriman bantuan udara ke Gaza.

Pemerintahan Biden akhirnya menggunakan langkah-langkah alternatif ini setelah berbulan-bulan meminta kepada Israel, salah satu penerima utama bantuan militer, untuk meningkatkan akses dan perlindungan bagi truk-truk yang membawa barang-barang kemanusiaan untuk Gaza.

Perang tersebut telah menewaskan hampir 32.000 warga Palestina di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Sekitar 80% dari populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang telah meninggalkan rumah mereka, dan seperempat dari populasi tersebut menghadapi kelaparan.


 

 



Sumber : Associated Press



BERITA LAINNYA



Close Ads x