Kompas TV internasional kompas dunia

Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi Menurut Media Barat, yang Helikopternya Jatuh dan Belum Ditemukan

Kompas.tv - 20 Mei 2024, 07:25 WIB
profil-presiden-iran-ebrahim-raisi-menurut-media-barat-yang-helikopternya-jatuh-dan-belum-ditemukan
Presiden Iran Ebrahim Raisi saat acara peluncuran dam bersama Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Minggu (19/5/2024). Helikopter yang dinaiki Raisi dilaporkan jatuh dalam cuaca buruk usai menghadiri acara tersebut, dan hingga dini hari Senin (20/5/2024), helikopter tersebut belum ditemukan. (Sumber: IRNA)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

DUBAI, KOMPAS TV - Presiden garis keras Iran, Ebrahim Raisi, oleh media Barat lama dianggap anak didik pemimpin tertinggi Iran dan sebagai pengganti potensial di dalam teokrasi Syiah negara tersebut. Pada Minggu (19/5/2024), Raisi mendapat sorotan baru setelah helikopternya dilaporkan melakukan "pendaratan keras" pada hari Minggu dalam cuaca berkabut, menurut media negara.

Kabar ini langsung menarik perhatian pada Raisi, yang menghadapi sanksi Amerika Serikat (AS) dan negara lain atas keterlibatannya dalam eksekusi massal narapidana pada tahun 1988.

Pemerintah Iran saat ini sudah menyatakan ini adalah kecelakaan, dan puluhan tim dikerahkan untuk mencari dan menyelamatkan pemimpin Iran tersebut, seperti laporan kantor berita resmi Iran, IRNA.

Raisi, 63 tahun, sebelumnya menjabat sebagai kepala peradilan Iran. Dia gagal dalam pencalonan presiden pada tahun 2017 melawan Hassan Rouhani, seorang ulama yang relatif moderat yang berhasil mencapai kesepakatan nuklir Tehran dengan kekuatan dunia pada tahun 2015.

Pada tahun 2021, Raisi mencalonkan diri kembali dalam pemilihan presiden.

Raisi memenangkan hampir 62% dari 28,9 juta suara, dengan tingkat partisipasi terendah dalam sejarah Republik Islam tersebut. Jutaan orang tinggal di rumah dan yang lain membatalkan suara.

Raisi menunjukkan sikap yang tegas ketika ditanya dalam konferensi pers setelah terpilih tentang eksekusi tahun 1988, yang dituding Barat terjadi pengadilan palsu terhadap tahanan politik, milisi, dan orang lain yang kemudian dikenal sebagai "komisi kematian" pada akhir perang Iran-Irak yang berdarah.

Setelah Pemimpin Tertinggi Iran saat itu, Ayatollah Ruhollah Khomeini, menerima gencatan senjata usulan PBB, anggota kelompok oposisi Iran Mujahidin-e Khalq, yang dipersenjatai oleh Saddam Hussein, menyerang Iran dari perbatasan Irak dalam serangan mendadak. Iran berhasil menghalau serangan mereka.

Baca Juga: Iran Ancam Bikin Bom Nuklir, Israel Bakal Jadi Sasaran jika Zionis Lakukan Ini

Presiden Iran Ebrahim Raisi di perbatasan Azerbaijan Minggu pagi meresmikan bendungan bersama Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, bendungan  ketiga yang dibangun kedua negara di Sungai Aras. Helikopter yang membawa Presiden Iran, Ebrahim Raisi, dilaporkan jatuh saat cuaca buruk hari Minggu (19/5/2024), usai mengunjungi Provinsi Azerbaijan Timur. (Sumber: IRNA)

Pengadilan dimulai sekitar waktu itu, dengan terdakwa diminta untuk mengidentifikasi diri mereka sendiri. Mereka yang menjawab "mujahidin" dijatuhi hukuman mati, sementara yang lain ditanyai tentang kesiapan mereka untuk "membersihkan ranjau bagi pasukan Republik Islam," menurut laporan Amnesty International tahun 1990.

Kelompok-kelompok hak asasi internasional memperkirakan hingga 5.000 orang dieksekusi mati. Raisi saat itu bertugas di komisi-komisi tersebut.

Departemen Keuangan AS pada tahun 2019 memberlakukan sanksi terhadap Raisi "karena pengawasannya terhadap eksekusi mati individu yang masih di bawah umur saat melakukan kejahatan dan atas penyiksaan serta perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat tahanan di Iran, termasuk amputasi." Departemen tersebut juga menyebut keterlibatannya dalam eksekusi tahun 1988.

Pada dasarnya, Iran dipimpin oleh pemimpin tertingginya yang berusia 85 tahun, Ayatollah Ali Khamenei. Namun sebagai presiden, Raisi mendukung peningkatan kadar uranium Iran hingga mendekati level senjata, serta menghambat inspektor internasional sebagai bagian dari konfrontasinya dengan Barat.

Raisi juga mendukung serangan terhadap Israel dalam serangan massal bulan April yang melibatkan lebih dari 300 drone dan rudal yang ditembakkan ke negara itu sebagai tanggapan atas serangan Israel yang membunuh jenderal-jenderal Iran di kompleks kedutaan besar Iran di Damaskus, Suriah. Serangan Israel kini dipandang memperluas perang di balik layar antara kedua negara tersebut.

Dia juga mendukung aparat keamanan saat mereka menindak keras perlawanan, termasuk setelah kematian Mahsa Amini pada tahun 2022 dan protes nasional yang menyertainya.

Tindakan keras keamanan selama berbulan-bulan itu menewaskan lebih dari 500 orang dan lebih dari 22.000 orang ditahan.

Bulan Maret, sebuah panel penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa menemukan Iran bertanggung jawab atas "kekerasan fisik" yang menyebabkan kematian Amini setelah ditangkap karena tidak mengenakan hijab, atau kerudung, sesuai kebijakan otoritas.


 

 



Sumber : Associated Press



BERITA LAINNYA



Close Ads x