Kompas TV internasional kompas dunia

Fakta-Fakta Kaledonia Baru: Bekas Koloni Hukuman Prancis di Pasifik, Banyak Keturunan Jawa di Sana

Kompas.tv - 21 Mei 2024, 06:00 WIB
fakta-fakta-kaledonia-baru-bekas-koloni-hukuman-prancis-di-pasifik-banyak-keturunan-jawa-di-sana
Foto udara Pulau Unyee di Kaledonia Baru. Foto ini diunggah pada 22 Agustus 2018. (Sumber: Pacificbluefilm via Wikimedia)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Gading Persada

NOUMEA, KOMPAS.TV - Kaledonia Baru belakangan ini menuai sorotan internasional akibat kerusuhan yang melanda kepulauan tersebut sejak pekan lalu. Kaledonia Baru adalah teritori lepas pantai Prancis dengan status khusus (sui generis).

Sebelumnya, Prancis menjajah Kaledonia Baru dan mendirikan koloni mulai era Napoleon III hingga awal abad 20. Per 1946, Kaledonia Baru dijadikan teritori lepas pantai Prancis. Semua warga Kaledonia Baru pun diberi kewarganegaraan Prancis.

Kaledonia Baru sendiri terletak sekitar 6.000km di tenggara Indonesia. Berikut fakta-fakta mengenai Kaledonia Baru yang ternyata dihuni banyak penduduk keturunan Jawa.

Di mana Kaledonia Baru?

Kaledonia Baru terletak di subkawasan Melanesia di Samudra Pasifik, sekitar 1.210km di timur Australia. Teritori ini dihuni 271.407 penduduk per 2019.

Total daratan Kaledonia Baru tercatat seluas 18.575 km2, terdiri dari pulau utama Grande Terre, Kepulauan Loyalty, Kepulauan Chesterfield, Kepulauan Belep, Isle of Pines, dan beberapa pulau kecil terluar.

Baca Juga: Kaledonia Baru Membara: Prancis Terjunkan 600 Gendarmeri dan Kendaraan Lapis Baja untuk Redam Protes

Berdasarkan etnis, masyarakat adat Kanak mendominasi populasi Kaledonia Baru dengan proporsi hingga 41,2 persen. Sebanyak 24,1 persen penduduk Kaledonia Baru adalah orang Eropa. Kelompok etnis lain di Kaledonia Baru adalah Jawa (1,4 persen), Tahiti (2 persen), Ni-Vanuatu (0,9 persen), Vietnam (0,8 persen), dan etnis Asia lain (0,4 persen).

Sejarah Kaledonia Baru

Kepulauan ini pertama kali ditemukan imperialis pada 4 September 1774, tepatnya oleh penjelajah Inggris, James Cook. Nama Kaledonia Baru untuk kepulauan tersebut pun diperkenalkan oleh Cook.

Setelah 1840, kapal-kapal Eropa mulai berdatangan di Kaledonia Baru untuk mendapatkan cendana di kepulauan tersebut. Kapal-kapal Prancis dan Australia pun dilaporkan kerap menculik warga Kaledonia Baru untuk perbudakan dan kerja paksa.

Pada 1853, Kaisar Prancis Napoleon III resmi menjajah dan mendirikan koloni di Kaledonia Baru. Awalnya, koloni Prancis terdiri dari puluhan pemukim di pesisir barat Grande Terre.

Prancis kemudian menjadikan Kaledonia Baru koloni hukuman, mengirim sekitar 22.000 kriminal dan tahanan politik ke kepulauan tersebut. Pengiriman kriminal ini dilakukan Prancis antara 1860-an hingga 1897.

Pada 1864, koloni Prancis menemukan nikel di Kaledonia Baru dan mendatangkan banyak pekerja dari Jepang, Hindia Belanda, dan Indochina. 

Akan tetapi, ekonomi yang berkembang karena pertambangan nikel ini tidak melibatkan masyarakat adat Kanak, penduduk mayoritas Kaledonia Baru. Sehingga, suku Kanak memberontak pada 1878 yang menyebabkan 200 orang Prancis terbunuh dan 1.000 orang Kanak terbunuh.

Setelah Perang Dunia Kedua, gerakan kemerdekaan mulai berkembang di Kaledonia Baru. Gerakan kemerdekaan Kanak dan otoritas Prancis pun kerap bentrok antara 1976-1988.

Serangkaian bentrokan ini diakhiri dengan Perjanjian Noumea yang berisi transfer gradual pemerintahan dari Prancis kepada pemerintah setempat. Perjanjian Noumea juga mewajibkan referendum di Kaledonia Baru setidaknya hingga akhir 2018.

Kaledonia Baru pun telah mengalami tiga kali referendum yang menghasilkan suara mayoritas tetap memilih bersama Prancis. Namun, referendum terkini pada 2021 diboikot kelompok pro-kemerdekaan atas alasan dampak pandemi Covid-19.

Orang Jawa di Kaledonia Baru

Menurut sensus Kaledonia Baru 2019 via Kementerian Luar Negeri RI, keturunan Indonesia di kepulauan tersebut mencapai 1,39 persen populasi (3.786). Kebanyakan adalah keturunan buruh Jawa yang didatangkan Prancis dari Hindia Belanda sejak 1896.

Awalnya, berdasarakan kesepakatan Prancis dan Belanda, sebanyak 170 pekerja Jawa dikirimkan ke Kaledonia Baru per 16 Februari 1896. Sejak itu, tercatat ada sekitar 19.510 pekerja Jawa yang didatangkan hingga 1949.

Diaspora Indonesia di Kaledonia Baru umum berkomunikasi dengan bahasa Jawa ngoko hingga generasi keempat. Seiring waktu, bahasa yang dituturkan orang Jawa di Kaledonia Baru mengalami akulturasi.

Peneliti Fakultas Ilmu Budaya UGM, Subiyantoro menyampaikan bahwa bahasa Jawa di Kaledonia Baru telah mengalami hibriditas (percampuran) dengan bahasa Prancis. Sehingga, bahasa Jawa yang digunakan di Kaledonia Baru disebut Bahasa Jawa Kaledonia Baru (BJKB).

“BJKB (terus) mengalami transformasi dan dewasa ini masih dipakai untuk komunikasi meski dalam lingkup terbatas. BJKB memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bahasa Jawa standar: hibridisasi bahasa Jawa-Prancis,” kata Subiyantoro dalam webinar yang diselenggarakan FIB UGM pada Agustus 2021 silam.

Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap BJKB, Subiyantoro mengungkapkan bahwa bahasa lisan orang Jawa di Kaledonia Baru sedikit berbeda dengan orang Jawa di Pulau Jawa.

Contohnya, ketika mengucapkan kalimat, "Ini adalah ikan yang dilindungi." Bahasa Jawa dari kalimat tersebut adalah “Iki iwak sing dilindungi”, tetapi, dalam BJKB, kalimat itu berubah menjadi “Iki posong sing diproteze."

Diaspora Indonesia di Kaledonia Baru dilaporkan mulai menuturkan bahasa Indonesia sejak 1970-an. Penyebaran bahasa ini mulai berlangsung sejak kedatangan 800 pekerja Indonesia dari perusahaan Prancis, CITRA yang mendapatkan tender konstruksi di Kaledonia Baru.

Pekerja dan diaspora Indonesia di Kaledonia Baru pun mendirikan Wisma Masyarakat Indonesia di Noumea pada 1974. Sejak 1951, Indonesia memiliki KJRI di Kaledonia Baru.

Baca Juga: Kerusuhan Berdarah di Kaledonia Baru karena Perubahan Konstitusi, Prancis Malah Salahkan Azerbaijan


 



Sumber : Kompas TV, Berbagai Sumber



BERITA LAINNYA



Close Ads x