TEHERAN, KOMPAS.TV - Masoud Pezeshkian, seorang kardiolog atau dokter ahli penyakit jantung berpengalaman yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Kesehatan Iran, mengukir sejarah baru dalam politik Iran dengan terpilih sebagai Presiden Republik Islam Iran.
Pezeshkian berhasil mengalahkan lawannya yang berhaluan konservatif, Saeed Jalili, dengan selisih suara mencolok pada putaran kedua yang hasilnya diumumkan pada Sabtu (6/7/2024) dini hari.
Dengan mengantongi 16.384.403 suara dari total 30.530.157 suara yang terhitung, Pezeshkian mengungguli Jalili yang hanya memperoleh 13.538.179 suara.
Kemenangan ini menandai langkah besar bagi politikus yang sebelumnya dikenal sebagai figur relatif tak populer di tingkat nasional namun memiliki pengalaman panjang dalam politik Iran.
Dilansir dari Anadolu, Pezeshkian yang berasal dari kota Tabriz di Iran utara, menjabat sebagai Menteri Kesehatan Iran di era Presiden Mohammad Khatami (2001-2005).
Selanjutnya, ia menjadi anggota parlemen sejak tahun 2008, mewakili konstituensi tersebut dengan komitmen dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Baca Juga: Tokoh Reformis Masoud Pezeshkian Terpilih Jadi Presiden Iran, Disebut Berkat Janjinya Ini
Sebagai seorang kardiolog, Pezeshkian pernah menjabat sebagai Kepala Universitas Ilmu Kedokteran Tabriz sebelum memasuki dunia politik.
Selama kampanye pemilihan presiden kali ini, Pezeshkian didukung oleh koalisi reformis utama negara itu, menggalang dukungan dari politisi senior dan mantan menteri reformis termasuk Javad Zarif, mantan Menteri Luar Negeri Iran di bawah pemerintahan Hassan Rouhani.
Dalam berbagai debat televisi sebelum putaran pertama pemilihan, Pezeshkian tampil vokal mengenai isu-isu kebijakan domestik dan luar negeri. Ia menekankan pentingnya pembukaan Iran terhadap keterlibatan diplomatik internasional, termasuk dengan Barat.
Ia juga mempertahankan kesepakatan nuklir 2015 yang dicapai antara Iran dan kekuatan dunia di masa pemerintahan reformis sebelumnya.
Di tingkat nasional, Pezeshkian juga menyuarakan perhatiannya terhadap isu-isu gender, termasuk menentang rancangan undang-undang parlemen terkait penerapan kode pakaian Islam wajib bagi perempuan, seperti hijab.
Sebagai seorang reformis dalam politik Iran yang sebagian besar didominasi oleh konservatif, Pezeshkian diharapkan akan membawa perubahan signifikan dalam bidang ekonomi dan budaya.
Ia berkomitmen untuk melakukan reformasi yang mendalam, menghadapi tantangan besar terutama dalam menghadapi dampak sanksi internasional yang telah lama melanda ekonomi Iran.
Dengan terpilihnya Pezeshkian, Iran memasuki babak baru dalam dinamika politiknya, dengan harapan untuk melihat perubahan positif dalam arah kebijakan domestik dan hubungan internasional negara tersebut di bawah kepemimpinannya yang baru.
Baca Juga: Pilpres Iran Masuk Putaran Kedua, Pertemukan Dokter Bedah Jantung dan Profesor Juru Runding Nuklir
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.