Kompas TV kolom opini

Berpeluang Nyapres: Andika Pensiun Atau Lanjut?

Kompas.tv - 25 Februari 2022, 13:40 WIB
berpeluang-nyapres-andika-pensiun-atau-lanjut
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menemui Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri untuk silaturahmi dan sinergitas TNI-Polri, Selasa (23/11/2021). (Sumber: KOMPAS TV)

Oleh: Khairul Fahmi,  Pemerhati masalah militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)

Sejumlah media hari ini mengunggah kabar bahwa nama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menjadi salahsatu dari 10 nama populer yang berpeluang dipilih jika mengikuti kontestasi Pilpres 2024 versi Litbang Kompas. 

Menariknya, survei yang sama juga mencatat sangat terbuka peluang bagi capres alternatif di luar tiga nama besar: Prabowo, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. 

Pasalnya, hampir 40 persen responden tak memilih mereka.

Pada waktu yang hampir bersamaan, media juga berspekulasi, apakah permohonan uji materi UU 34/2004 mengenai usia pensiun prajurit TNI di Mahkamah Konstitusi maupun rencana perubahan UU tersebut di DPR, berkaitan dengan wacana perpanjangan masa aktif Jenderal Andika?

Desember 2022 nanti, Jenderal Andika akan berusia 58 tahun. 

Saatnya pensiun, jika mengacu pada ketentuan UU 34/2004. Juga harus melepas jabatannya sebagai Panglima TNI. Namun jika UU tersebut benar-benar diubah dan terdapat ketentuan baru yang mengatur masa aktif perwira tinggi atau Panglima TNI dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun, ceritanya akan berbeda.

Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden memang baru akan digelar 2024. 

Tapi tahapan penyelenggaraannya sudah akan dimulai  pada Juni tahun ini. Kemudian pada September 2023 nanti, partai-partai politik peserta Pemilu sudah akan mengajukan nama-nama pasangan Capres-Cawapres yang diusungnya, ke Komisi Pemilihan Umum.

Kesampingkan dulu potensi dampak negatif dari perpanjangan itu bagi TNI. 

Jika Jenderal Andika tak punya niatan serius untuk ikut berkontestasi di Pilpres 2024, dengan asumsi perubahan UU dapat dituntaskan dalam waktu singkat,  maka perpanjangan masa aktif akan tampak menguntungkan bagi mantan Komandan Paspampres itu. 

Tongkat komando akan tetap berada di tangan hingga akhir Desember 2024. 

Membuka peluang untuk berkiprah lebih signifikan bagi organisasi TNI dan tersedia cukup waktu untuk penuntasan agenda-agenda prioritasnya.

Bagaimana jika ternyata memang punya niatan 'nyapres'? Ada dua skenario. 

Pertama,  Jenderal Andika tetap pensiun di akhir Desember 2022, lalu memulai kiprah dan komunikasi politik dalam rangka mempersiapkan diri menuju Pilpres 2024. 

Kedua, rencana penyesuaian usia pensiun prajurit dengan peluang perpanjangan masa aktif tetap berjalan dan diundangkan dalam waktu dekat sehingga berimplikasi pada penyesuaian jadwal pergantian Panglima TNI yang mestinya sebelum akhir Desember 2022 menjadi paling lambat pada Desember 2024, ketika Jenderal Andika berusia 60 tahun.

Jika serius 'nyapres', opsi kedua ini buruk bagi Jenderal Andika. 

Di satu sisi, dia harus mulai menjalankan agenda dan komunikasi politik --meningkatkan popularitas, membangun infrastruktur dan menggalang dukungan-- dalam rangka Pilpres 2024. 

Baca Juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Andika Perkasa untuk Capres 2024 Lampaui Puan Maharani

Di sisi lain, statusnya sebagai prajurit dan jabatan Panglima TNI mengikatnya pada sejumlah norma dan batasan kepatutan. Tapi bagaimana mungkin berharap dapat didaftarkan sebagai calon ke KPU pada September 2023 nanti, jika tak melangkah sebelumnya?

Artinya, akan sangat sempit ruang dan waktu bagi Jenderal Andika untuk bisa benar-benar serius memastikan pencapresannya jika pada tahun 2023 masih menjabat Panglima TNI. 

Beda halnya jika dirinya pensiun Desember 2022 nanti. Tak ada yang bisa menghalanginya berikhtiar mendapatkan dukungan. Masih ada cukup waktu hingga September 2023 untuk membangun persepsi dan meyakinkan para petinggi partai politik.

 Serius atau Gorengan?
Jika diperhatikan, sejauh ini wacana perpanjangan masa aktif yang menyangkut perwira tinggi khususnya yang menjabat Panglima TNI, belum pernah muncul dari sisi pemerintah. Presiden Jokowi memang pernah angkat bicara, tapi itu soal bintara dan tamtama.

Wacana itu bermula dari spekulasi terkait singkatnya masa jabatan Andika. 

Sejumlah politisi Senayan maupun analis dalam berbagai kesempatan mengakui adanya kemungkinan itu. Namun publik baru mendengarnya secara terbuka dari pernyataan Abdul Kharis Almasyhari, Komisi I DPR Fraksi PKS, setelah Andika disetujui menjadi Panglima TNI. Tak lama, beragam spekulasi bergulir. 

Pemerintah tidak pernah merespon dengan jelas. Sampai kemudian beredar sebuah naskah yang diklaim sebagai bocoran perubahan UU TNI. Salahsatu isinya, mengubah ketentuan pensiun prajurit yang semula 53 tahun untuk bintara/tamtama dan 58 tahun untuk perwira, menjadi sama di semua jenjang yaitu 58 tahun. 

Tanpa opsi perpanjangan

Di waktu yang hampir bersamaan, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang permohonan uji materi UU TNI terkait usia pensiun bagi prajurit berkeahlian khusus. Berbagai dalih diajukan Letkol Euis dan kawan-kawan sebagai pemohon. Misalnya terkait perbedaan aturan pensiun pada TNI dan Polri, maupun soal "jabatan" yang dikatakannya sebagai bentuk keahlian khusus. 

Tapi pada dasarnya tidak ada penekanan terhadap persoalan usia pensiun yang berkaitan dengan jabatan tertentu.  Permohonan Letkol Euis cs lebih menunjukkan problem kesejahteraan prajurit setelah pensiun.

Mengacu pada keterangan para pihak yang dihadirkan dalam persidangan termasuk Panglima TNi, kuat dugaan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi akan mirip UU Cipta Kerja. Permohonan paling banter hanya dikabulkan sebagian. 

Pembuat UU yaitu pemerintah dan DPR akan diperintahkan untuk memperbaiki ketentuan usia pensiun prajurit. 

Apalagi Panglima TNI dalam keterangannya di sidang menyampaikan bahwa perubahan UU TNI memang akan dilakukan. Termasuk menyangkut usia pensiun.

Untung atau Rugi?
Seperti dipaparkan di atas, jika perpanjangan itu pada akhirnya diakomodasi, sebenarnya tak banyak keuntungan yang diperoleh Andika selain akan lebih lama memimpin tentara. Dirinya memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mewujudkan agenda-agenda prioritasnya. 

Namun kerugiannya akan lebih besar. Baik bagi organisasi TNI maupun bagi Jenderal Andika. 

Penundaan pensiun akan menyebabkan regenerasi tersendat karena untuk sementara tidak ada mobilitas vertikal. Ini akan menimbulkan masalah penumpukan seperti sebelumnya.

Terkait kinerja dan prestasi, sebenarnya akan lebih menguntungkan bagi Jenderal Andika jika masa yang singkat ini dijalankan dengan menyortir lagi agenda prioritasnya dan fokus pada beberapa agenda utama. Jika mampu dijalankan secara optimal, itu akan berdampak positif pada reputasi dan catatan prestasinya. 

Baca Juga: Andika Perkasa Jadi Jenderal TNI Terkaya, Hartanya Hampir 3 Kali Lipat Jokowi?

Di antaranya, soal pemantapan integritas, kedisiplinan dan kepatuhan hukum di lingkungan TNI dan validasi regulasi-regulasi yang sudah tidak relevan atau yang selama ini diterapkan secara tidak tepat. Semisal soal uji keperawanan maupun soal pelibatan TNI dalam sejumlah kegiatan yang diklaim sebagai bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) namun hanya dipayungi nota kesepahaman antar lembaga (MoU). Tanpa payung hukum yang lebih kuat dan memadai. 

Bagaimana dengan penyelesaian masalah Papua? Mestinya itu jadi prioritas pemerintah. Papua butuh solusi komprehensif dengan beragam skema pendekatan. Bukan sekadar pendekatan keamanan yang utamanya dibebankan pada TNI. 

Kekerasan tak akan selesai dan konflik terus berlarut. 

Selain itu, sebagai Panglima TNi, harus diakui bahwa Jenderal Andika saat ini adalah profil militer aktif yang paling kuat dan populer. Harus diakui juga bahwa masih banyak warga masyarakat yang menganggap sosok berlatar militer sebagai pemimpin yang ideal.

Perpanjangan masa aktif hanya akan menghambat peluangnya untuk ikut berkontestasi di Pemilu 2024. 

Sementara jika mundur sebelum waktunya pensiun, tentu berdampak pada reputasi. Bisa dituding tidak ksatria, tak bertanggungjawab menuntaskan pengabdian, dan beragam tudingan lain. Dengan demikian, pensiun di usia 58 tahun atau akhir tahun ini, akan lebih menguntungkan secara politis bagi Jenderal Andika.

Nah apakah wacana perpanjangan masa aktif dan perubahan Undang-Undang TNI akan menjadi pembuka jalan politik bagi Andika atau malah menjadi penghalang? Biar waktu yang menjawab. Sang jenderal tentu akan hati-hati melangkah. Apalagi peluangnya baru sekadar hasil sebuah survei. 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x