Kompas TV kolom opini

Percakapan di Ruang UGD

Kompas.tv - 24 April 2022, 09:18 WIB
percakapan-di-ruang-ugd
Ruang UGD di sebuah rumah sakit. (Sumber: Istimewa)

“Ada. Misalnya, merasakan urat pada kerongkongan seolah ditarik, mirip saat tersedak makanan. GERD juga dapat menyebabkan batuk kering dan bau napas tak sedap. Hanya dokter yang dapat mendiagnosis GERD. Jika Anda merasakan kondisi seperti ini, segera hubungi dokter. Hahaha…seperti iklan, ya” katanya disusul tawa.

Kulirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul 00.35. Oh, sudah lebih setengah jam kami ngobrol soal GERD.

Dokter Bedjo begitu semangat menjelaskan. Sambil tetep tiduran saya mendengarkan, nggak ada tindakan medis. Obrolan dengan pasien itu bagian dari tindakan medis, barangkali. Saya senang.

Kata dokter Bedjo kemudian, “Pak, asam lambung yang berlebihan di kerongkongan bisa menjadi masalah serius. Karena itu, penting bagi sampeyan untuk mengetahui kapan waktu yang tepat mencari obat sakit maag yang lebih manjur.”

SMA Kolase De Britto Yogyakarta (Sumber: hai.grid.id)

Tiga

Kami masih ngobrol panjang soal penyakit dan bagaimana menyikapinya. Lalu, Dokter Bedjo cerita perjalanan karirnya, dari sejak SMA di Yogya, Kolese De Britto lalu Fakultas Kedokteran UGM. Ia cerita permusuhannya dengan ibu kos selama bertahun-tahun.

Sejak SMA, Bedjo indekost di daerah Ngupasan depan kantor polisi. Tapi, nyaris sejak awal ia musuhan dengan ibu kostnya. Bedjo pernah bilang kepada mbok-nya  ingin pindah kost, eh dilarang disuruh bertahan hingga lulus SMA.

“Di waktu SMA, oleh guru saya, namanya Pak Mantri….saya diberi nama Purba…Kata dia….” belum selesai omongannya sudah saya sela. “Oh, Pak Mantri bong supit..”

“Betul. Lho, sampeyan kok tahu..ya dia. Saya diberi nama Purba. Katanya nama itu cocok untuk saya, sesuai dengan wajah saya yang jelek ini,  seperti wong purba….hahahaha….”

Kami yang mendengar cerita itu tak kuasa menahan tawa…ruang UGD pun seperti hidup. Tetapi, ada rasa bersalah pada pasien di bed nomor dua. Saya nggak tahu, apa yang dirasakan pasien itu, mendengar ledakan tawa kami, yang kudengar hanya suara tuit…tuit…tuit….tuit….

Begitu tawa reda, saya lalu bertanya, “Dok, katanya, Pak Mantri suka kasih nama murid-muridnya dengan nama yang aneh-aneh, ya?”

“Oh, iya, Pak…itu kenangan kala esema yang tak terlupa.”

“Lalu bagaiman cerita ibu kost tadi  yang sampeyan musuhi?”

Sebelum menjawab dokter Bedjo tertawa. “Oh iya, jadi selama kuliah saya juga tetep kost di tempat itu. Meskipun setelah tamat SMA, mbok saya pernah bertanya  ‘Jadi pindah kost?’ Saya jawab, ‘Tidak.’

Saya bisa diterima di UGM juga karena nama saya, ‘Bedjo’. Lha gimana enggak, teman sekost bahkan sekamar saya, yang juga sama-sama di De Britto dan nilainya selalu lebih bagus dibanding saya, nggak keterima di Kedokteran UGM.”

“Selama kuliah saya juga nggak pernah baikan dengan ibu kost. Bahkan, pada tahun kelima, jelang tahun terakhir kuliah, saya tambah edan. Suka dugem, begadang, pulang malam bahkan subuh. Ibu kost marah. Pintu digembok. Pagar dipasang kawat berduri. Tapi, saya tidak peduli.”

“Wow…hebat banget sampeyan dok…hebat nekadnya.”

“Suatu malam, saat  pulang,  saya langsung diseret ibu kost masuk ke kamar. Di dalam, saya di marahi habis-habisan….yang saya masih ingat, ibu kost bilang, ‘…dasar anak randha nggak tahu diri…mbokmu mbanting-tulang cari biaya kuliah, kamu tak tahu diri, ngedan….’ Saya nangis mendengar itu……”

Kata dokter Bedjo, “Sejak itu, saya seperti dibangunkan, disadarkan…dan baru ingat, ini tahun terakhir…dan dari 12 nilai yang harus masuk, saya baru masukkan dua nilai…maka saya kejar yang 10 nilai….alhamdulillah berhasil….gara-gara dimarahi ibu kost.”

Foto ilustrasi seorang anak tengah berdoa. (Sumber: Istimewa)

Empat

“Ya, begitulah jalan hidup saya, Pak. Saya si Bedjo ini beja ketemu ibu kost yang baik, walau saya musuhi. Maka sejak itu, saya jalani hidup ini dengan penuh syukur, juga berusaha mengajak pasien, termasuk sampeyan, untuk selalu bersyukur dalam kondisi apa pun. Tidak aneh-aneh. Sumarah. Sumeleh.”

Kata Imam Al-Gazali, “Ketahuilah bahwa rasa syukur merupakan tingkatan tertinggi, dan ini lebih tinggi daripada kesabaran, ketakutan (khauf), dan keterpisahan dari dunia (zuhud).”

Maka Dietrich Bonhoeffer (1906-1945), seorang  teolog dan pastor Lutheran Jerman yang dibunuh di kamp konsentrasi Nazi pernah berkata, “Hanya oleh rasa syukur saja kehidupan ini menjadi kaya.”
Jika seorang seperti Bonhoeffer yang hidup dan disiksa di kamp penyiksaan bisa berkata demikian, maka terlebih lagi kita semua. Kita diminta untuk mengingat semua hal—baik itu besar ataupun kecil—yang telah diberikan kepada kita.

Maka, Confitemini Domino quoniam bonus! bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Mengucap syukur adalah pilihan, bukan perasaan. Sebab, tak satu peristiwa pun merupakan suatu kebetulan. Semua-nya dalam penyelenggaraan Ilahi, providentia Dei.

Rasa syukur memiliki dampak yang besar untuk jiwa kita. Secara psikologis maupun spiritual, rasa syukur dapat mengurangi stres, kegelisahan, dan juga kekhawatiran.

Mengucap syukur adalah kendali untuk tetap rendah hati. Bersyukur dalam setiap situasi membantu kita semua tetap kuat menghadapi segala persoalan.

Dokter Bedjo benar, bahwa kita harus selalu bersyukur. Dalam rumusan Pak Jakob Oetama,

“Bersyukur tiada akhir.”

Maka di ruang UGD, malam itu dalam hati kuucapkan: Ya, Hyang Ilahi, Engkaulah yang membentuk buah pinggangku dan menenun aku di dalam rahim ibuku. Engkau menyelidiki dan mengenal aku. Segala jalanku Kau maklumi.

Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat rumahku di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntunku, dan tangan kanan-Mu memegangku.

Maka kuserahkan segala diriku seutuhnya kepada-Mu…inilah tanda syukurku pada-Mu.
Mungkin ucapan syukur kita ibarat kata hanya setetes air di samudra.

Tetapi seperti kata Bunda Teresa “We ourselves feel that what we are doing is just a drop in the ocean. But the ocean would be less because of that missing drop”. Kita merasa bahwa perbuatan kita hanyalah setetes air di samudra. Namun, samudra akan berkurang jika setetes air tersebut tidak ada.

Terima kasih dokter Bedjo




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x