Kompas TV kolom opini kompasianer

Jadilah Antirapuh, Sebab Mengejar Kebahagiaan Hanyalah Kesia-siaan

Kompas.tv - 17 Juli 2023, 17:09 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv

jadilah-antirapuh-sebab-mengejar-kebahagiaan-hanyalah-kesia-siaan
Ilustrasi mengejar kebahagiaan (Sumber: Yuliya Harbachova via Pixabay)

Memerintahkan orang untuk tertawa sama saja seperti memaksa orang yang berpose di depan kamera supaya bilang "cheese". Alih-alih mendapati kesan natural yang memikat, kita hanya akan memperoleh wajah-wajah yang dibekukan oleh senyum buatan.

Gagasan untuk tak mengejar kebahagiaan bukan berarti kita harus sengsara atau pasrah pada hidup yang penuh nestapa, namun harus memperlakukan kebahagiaan sebagai hasil sampingan dari menjalani hidup yang bermakna dan memuaskan.

Kata Nietzsche: "Dia yang punya 'mengapa' untuk hidup dapat menanggung hampir semua 'bagaimana'." Ini berarti, andaikan kita memiliki alasan untuk hidup, kita bisa menanggung hampir semua beban yang muncul kemudian.

Dalam kerangka ini, ketimbang fokus mengejar kebahagiaan, saya menyarankan orang agar menjadi antirapuh (antifragile).

Jadilah Antifragile

Konsep antirapuh (antifragile) diperkenalkan oleh Nassib Nicholas Taleb dalam bukunya Antifragile: Things That Gain from Disorder. Ide di balik buku ini, meski penyampaiannya agak berat dan tak koheren (mungkin disengaja), sebenarnya sederhana dan menarik.

Taleb membagi dunia dan semua yang ada di dalamnya jadi tiga kategori: rapuh, kokoh, dan antirapuh.

Sistem yang rapuh adalah sistem yang mudah rusak atau hancur akibat tekanan tertentu. Karenanya, orang dapat disebut rapuh kalau mereka menghindari kekacauan dan gangguan. Mereka mengira itu lebih aman, tapi sebetulnya itu hanya bikin mereka lebih rentan.

Sistem yang kokoh adalah sistem yang mampu bertahan dari tekanan atau guncangan tanpa mengalami kerusakan. Orang dapat disebut kokoh kalau mereka bisa bertahan menghadapi gejolak tertentu tanpa mengubah jati dirinya.

Sistem yang antirapuh melampaui kekokohan. Jika orang kokoh mampu menahan tekanan dan menjaga stabilitas dirinya, orang yang antirapuh atau antifragile justru memanfaatkan tekanan-tekanan tersebut untuk keuntungan dan pertumbuhan dirinya.

Demikianlah, sistem yang antifragile adalah sistem yang tak hanya tahan terhadap guncangan atau rintangan, tapi juga berkembang dan jadi lebih kuat karenanya. Alhasil, orang (atau apa pun sebenarnya) jadi lebih mampu beradaptasi dengan setiap tantangan baru.

Ini masih sejalan dengan perkataan lain Nietzsche: "Apa yang tak membunuh kita membuat kita lebih kuat."

Taleb berpendapat, kita harus berusaha menjadikan kehidupan publik dan pribadi kita (sistem politik, keuangan, dan seterusnya) tak hanya kokoh, tapi sekaligus antirapuh, siap untuk mengambil keuntungan dari berbagai tekanan dan perubahan.

Saya teringat Hydra dalam mitologi Yunani. Konon, ketika salah satu kepala Hydra dipotong, dua kepala lainnya bakal tumbuh tepat di mana kepalanya dipotong. Ini membuatnya (nyaris) mustahil untuk dikalahkan, dan saya kira inilah contoh antifragile.

Contoh lainnya yang lebih sederhana adalah tubuh kita sendiri. Tubuh manusia memiliki sifat antifragile, sebab stressor, ketidakpastian, votalitas, hingga batas tertentu, bisa meningkatkan kesehatan tubuh.

Ketika kita berolahraga seperti angkat beban atau jogging, tubuh kita menerima tekanan yang sebenarnya bikin tubuh jadi lebih kuat. Ini juga mirip seperti vaksinasi di mana tubuh kita dikenalkan pada kuman yang dilemahkan, dan itu bikin tubuh kita tambah kebal.

Sifat antirapuh ini penting terutama agar kita dapat bertahan dalam dunia yang serba berubah dan tak pasti seperti sekarang. Mereka yang coba mempertahankan identitas atau pekerjaan tertentu di abad ini sangat berisiko tertinggal.

Dengan begitu, lebih baik jika kita memiliki sifat antifragile, yang artinya siap menghadapi keadaan apa pun, ketimbang berusaha mengetahui masa depan dan berisiko besar jadi korban prediksi yang keliru. Dunia sudah mulai sulit untuk ditebak.

Kita mesti belajar menerima kegagalan sebagai kesempatan untuk tumbuh, serta menghadapi setiap tantangan dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan keterbukaan terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.

Istirahat jelas perlu untuk membangun ketahanan dan meredakan kelelahan (saya tambahkan bahwa ini juga merupakan bagian dari kerja keras), dan begitu pula dengan kekuatan mental serta rasa tenang dalam menghadapi kesulitan.

Ketika kita jadi antirapuh, dalam artian kita tumbuh setiap kali kita berhasil memecahkan masalah atau berkembang seiring terbiasanya kita mengatasi aneka rintangan yang muncul, saya percaya bahwa kebahagiaan dengan sendirinya bakal menyertai kita.

Siapa sangka bahwa pepatah lama masih bisa sangat berguna:

"Bersiaplah untuk yang terburuk, berharaplah untuk yang terbaik, dan jangan kaget dengan segala sesuatu yang ada di antaranya."

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ingin Bahagia? Jangan Mengejar Kebahagiaan, Jadilah Antirapuh"




Sumber : Kompasiana


BERITA LAINNYA



Close Ads x