Kompas TV lifestyle kesehatan

Ketidakbahagiaan Ibu Mengasuh Bayi Bisa Sebabkan Stunting, Simak Penjelasannya

Kompas.tv - 20 Juni 2023, 08:30 WIB
ketidakbahagiaan-ibu-mengasuh-bayi-bisa-sebabkan-stunting-simak-penjelasannya
Ilustrasi ibu hamil yang stress. Gangguan mental yang sebabkan ketidakbahagiaan seorang ibu dalam mengasuh anak bisa sebabkan stunting. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa ketidakbahagiaan seorang ibu hingga mengalami gangguan mental saat hamil atau pascapersalinan dapat meningkatkan potensi bayi stunting atau tengkes.

“Penyebab stunting tidak hanya oleh faktor fisik semata, namun juga karena gangguan mental yang menyebabkan ketidakbahagiaan seorang ibu dalam mengasuh bayinya," kata Ketua Komunitas Wanita Indonesia Keren, Maria Stefani Ekowati dalam keterangan resmi BKKBN di Jakarta, Senin (19/6/2023).

"Kondisi stres postpartum dan baby blues seorang ibu menyebabkan depresi panjang yang berpengaruh terhadap bayinya,” imbuhnya dilansir dari Antara.

Maria menambahkan, gangguan kesehatan mental pada orang tua berdampak pada tumbuh kembang anak, terutama pada seribu hari pertama kehidupan (HPK).

Berdasarkan sebuah penelitian skala nasional yang ia kutip, sebanyak 50 hingga 70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala minimal hingga gejala sedang baby blues

Jumlah tersebut, lanjut Maria, merupakan angka tertinggi ketiga di kawasan Asia.

Baca Juga: Ketika Jokowi Geram Anggaran Stunting Rp10 Miliar Malah Dipakai untuk Rapat dan Perjalanan Dinas

“Penelitian HCC di Pekan ASI se-Dunia tahun 2022 membuktikan enam dari 10 ibu menyusui di Indonesia tidak bahagia. Anak yang terlahir dari ibu dengan stres postpartum, diketahui sebanyak 26 persen mengalami stunting,” kata Maria.

Ia menyebut, penelitian yang dilakukan Andriati pada 2020 menunjukkan, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi postpartum. 

Sementara itu, penelitian di Lampung menunjukkan bahwa 25 persen ibu mengalami gangguan depresi setelah melahirkan.


“Itu sebabnya kami meyakini perlu adanya model promosi kesehatan mental di komunitas dan secara strategis model ini diimplementasikan di tingkat Posyandu dan Tim Pendamping Keluarga,” kata Maria.

Di sisi lain, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan, pihaknya memiliki tugas utama untuk mengubah pola perilaku masyarakat untuk mempercepat penurunan tengkes. 

Menurut Hasto, mengubah pola perilaku masyarakat merupakan tantangan tersulit yang harus dihadapi pemerintah dalam melindungi anak dari tengkes.

Menurutnya, perilaku reproduksi dalam keluarga masih minim karena banyak keluarga yang baru menikah tidak paham pentingnya merencanakan kehamilan atau cara menjaga kesehatan reproduksi.

Baca Juga: Ternyata Paparan Asap Rokok Orang Tua Berpotensi Buat Anak Stunting, Ini Penjelasan dari Kemenkes

Ia pun menekankan pentingnya menjaga jarak antar-kelahiran (birth to birth interval) dalam keluarga.

Dengan menjaga jarak kelahiran, ibu bisa beristirahat, baik secara fisik maupun mental, serta memaksimalkan pemberian pola asuh yang baik kepada anak-anaknya.

“Saya kira kemampuan keluarga baru untuk hidup berkeluarga yang sehat masih minim dan itu tantangan," kata Hasto dalam Rapat Pakar Formulasi Model Promosi Nutrisi dan Kesehatan Mental pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan Berbasis Posyandu dan Pendamping Keluarga di Jakarta Timur, Sabtu (17/6).

"Kemampuan mereka masih sebatas mengadakan pesta atau beli make up. Jadi, bukan bagaimana hamil sehat, bukan bagaimana menyiapkan kehamilan yang baik,” sambungnya.

 

 




Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x