Kompas TV nasional hukum

Pasal Penghinaan Presiden dan Pasal RKUHP Lain yang Mencederai Hak Warga Harus Dibatalkan

Kompas.tv - 9 Juni 2021, 18:00 WIB
pasal-penghinaan-presiden-dan-pasal-rkuhp-lain-yang-mencederai-hak-warga-harus-dibatalkan
Adapun penolakan dari elemen masyarakat sebagian muncul akibat disinformasi, misalnya isu bahwa RUU KUHP menetapkan perempuan yang pulang malam akan ditangkap dan didenda Rp 1 juta. (Sumber: kanwilkumham sulsel)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Eddward S Kennedy

“Alih-alih hadir untuk memelihara gelandangan, pemerintah justru menjatuhkan pidana denda. Lagi-lagi, pemerintah abai terhadap amanah konstitusi bahwa negara harus hadir untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar sebagaimana terejawantahkan dalam Pasal 34 (1) UUD NRI 1945,” lanjutnya.

Sayyidatul Insiyah juga mencermati beberapa pasal dalam draft RKUHP yang menunjukan bentuk intervensi yang terlalu eksesif terhadap ranah privat setiap individu.

Misalnya, kata Sayyidatul, terkait pasal perzinaan dan kumpul kebo.

“Betapapun zina dan kumpul kebo merupakan tindakan yang amoral, namun tidak semua perbuatan yang dianggap tercela dalam konteks agama secara otomatis dikategorikan sebagai perbuatan pidana,” ujarnya.

Baca Juga: Hati-Hati, Dalam RKUHP Iseng Lakukan Prank Bisa Terancam Denda Rp10 Juta

“Selama perbuatan tersebut dilakukan secara konsensual dan tidak ada unsur paksaan atau kekerasan, maka tidak seharusnya pemerintah masuk terlalu dalam hingga menjatuhi sanksi pidana,” lanjutnya.

Menutur Sayyidatul, hukum pidana seharusnya diterapkan sebagai ultimum remidium (upaya terakhir) dalam membenahi persoalan sosial manakala institusi sosial tidak lagi berfungsi.

“Perbuatan tercela yang seharusnya pemerintah hadir untuk melakukan intervensi adalah ketika perbuatan tersebut telah dilakukan dengan unsur paksaan dan menyebabkan kekerasan dalam hubungan seksual sehingga menimbulkan korban, misalnya terkait perkosaan, sehingga negara harus hadir untuk menjamin keadilan bagi setiap warga negaranya,” jelasnya.

Atas keberatan yang dijabarkan, Sayyidatul Insiyah mengatakan, Setara Institute menentang keras terhadap pasal-pasal RKHUP yang justru mencederai hak-hak konstitusional warga negara.

“Mendesak agar DPR bersama Pemerintah meninjau ulang dan membatalkan pasal-pasal dalam RKUHP yang berdampak pada kriminalisasi warga negara,” tegasnya.

“Mendorong DPR bersama Pemerintah untuk kembali mematuhi amanah putusan MK dengan cara membatalkan pasal penghinaan terhadap presiden dan pemerintah dalam substansi RKUHP,” tutup Sayyidatul.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x