Kompas TV nasional hukum

Kejagung Periksa 3 Purnawirawan Jenderal TNI Terkait Kasus Dugaan Korupsi Proyek Satelit Kemhan

Kompas.tv - 8 Februari 2022, 07:29 WIB
kejagung-periksa-3-purnawirawan-jenderal-tni-terkait-kasus-dugaan-korupsi-proyek-satelit-kemhan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. (Sumber: KOMPAS.com/Ist)
Penulis : Hedi Basri | Editor : Desy Afrianti

Merujuk aturan International Telecommunication Union (ITU) slot tersebut harus diisi jika tak mau diberikan ke negara lain.

Pihak ITU memberikan waktu 3 tahun untuk mengisi slot itu.

Mahfud MD mengatakan permasalahan muncul ketika pihak yang mengelola slot, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT.

Kemenhan, jelas Mahfud, meminta untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Baca Juga: Panglima TNI: Kami Masih Tunggu Kejagung Ungkap Anggota TNI yang Terlibat Korupsi Satelit Kemhan

Kemhan lantas membuat kontrak sewa satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015.

Saat melakukan kontrak dengan Avanti, Kemhan diketahui belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," tutur Mahfud.

Untuk membangun Satkomhan Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016.

Ketika anggaran telah tersedia di tahun 2016, Kemhan melakukan self blocking.

Avanti kemudian menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.

"Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp515 miliar," ujarnya.

Mahfud melanjutkan pemerintah juga menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Pemerintah harus membayar Rp304 miliar.

"Selain sudah kita dijatuhi putusan arbitrase di London dan Singapura tadi, negara juga berpotensi ditagih lagi oleh AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," tutur Mahfud.

Baca Juga: Beda dengan Jaksa Agung, Dirdik Jampidsus Tegaskan Tetap Periksa Militer di Kasus Satelit Kemhan




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x