Kompas TV nasional update corona

Dua Tahun Pandemi di Indonesia dan Kacaunya Penerapan Karantina

Kompas.tv - 2 Maret 2022, 10:21 WIB
dua-tahun-pandemi-di-indonesia-dan-kacaunya-penerapan-karantina
Ilustrasi karantina. (Sumber: Shutterstock.com)
Penulis : Baitur Rohman | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia genap memasuki dua tahun pandemi virus corona pada hari ini, Rabu 2 Maret 2022.

Sejak kasus pertama muncul, dengan cepat virus menyebar ke seluruh negeri. Total kasus positif hingga 1 Maret 2022, mencapai 5.564.448 dengan angka kematian mencapai 148.335 jiwa.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah lewat sejumlah kebijakan untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Namun tak jarang di tengah jalan kebijakan-kebijakan itu menemui tantangan. Salah satunya soal karantina.

Sejak awal kebijakan ini dibuat memang sudah menimbulkan berbagai polemik. Dari durasinya yang berbeda-beda hingga penerapannya yang tidak benar-benar tegas di lapangan.

Tentu ini sesuatu hal yang ironis, mengingat kebijakan ini dianggap sebagai pagar terdepan untuk mencegah masuknya virus corona.

Baca juga: Target Luhut: Mulai 1 April 2022 PPLN Bebas Masuk RI tanpa Karantina

Beda Aturan Karantina antara Pejabat dan Masyarakat

Perbedaan aturan karantina antara pejabat dan masyarakat menjadi sorotan setelah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Raden Wulansari Sari alias Mulan Jameela, saat itu menjalani proses karantina mandiri di rumah bersama keluarga dan suaminya Ahmad Dhani, usai pulang dari Turki.

Tidah hanya itu, Mulan Jameela dan Ahmad Dhani juga kedapatan jalan-jalan di mal meski belum genap menjalani 10 hari masa karantina.

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19, Alexander K Ginting menjelaskan bahwa pejabat pemerintah dengan tingkat eselon satu ke atas memang diperbolehkan melakukan karantina mandiri di rumah usai bepergian dari luar negeri.

Ketentuan tersebut, kata dia, tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 25 tahun 2021.

Namun demikian, Ginting mengatakan pejabat yang melakukan karantina mandiri harus mengikuti syarat-syarat yang sudah ditentukan. Artinya, mereka tetap berada di bawah pengawasan Satgas-Covid-19 selama proses karantina mandiri.

Di samping itu, ia berdalih perbedaan aturan ini dengan alasan pejabat memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

“Karena kebutuhan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya. Pejabat eselon satu mempunyai kewenangan, mempunyai kebutuhan untuk hadir di dalam rangka melanjutkan tugas-tugas administrasi dan struktural yang harus berlanjut,” ujar Ginting.

Baca juga: Polemik Aturan Karantina Mandiri bagi Pejabat, Adilkah bagi Semua Pihak?

Diskresi atau dispensasi terhadap para pejabat itu menuai polemik di tengah masyarakat, pasalnya warga Indonesia yang baru datang dari luar negeri wajib menjalani karantina mandiri di hotel atas biaya sendiri.

Tidak hanya warga, bahkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pun ikut berkomentar soal ini.

“Mohon pencerahan, kenapa pejabat dan orang penting boleh karantina di rumah sendiri ?? Kenapa masyarakat tidak boleh karantina di rumah sendiri ?? Kenapa yg boleh berhemat atau jadi pelit cuma pejabat/vip?? Kenapa masyarakat tidak boleh berhemat/ pelit ?? kenapa cara karantina berbeda,” tulis Susi melalui akun Twitternya (21/12/2021).

Satgas Covid-19 dan Menkes Tidak Kompak

Terkait aturan ini, ternyata pihak otoritas berbeda pendapat. Jika Satgas Penanganan Covid-19 mengatakan bahwa pejabat boleh karantina mandiri di rumah, justru lain lagi dengan Kementerian Kesehatan (kemenkes).

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono Dante mengatakan seluruh pelaku perjalanan luar negeri, termasuk anggota DPR, wajib menjalani karantina kesehatan di tempat yang sudah ditetapkan pemerintah.

Ia menyatakan tidak boleh ada pengistimewaan aturan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri, termasuk untuk pejabat sekalipun.

Dante menjelaskan, kewajiban karantina di tempat yang ditentukan bukan di fasilitas pribadi bertujuan agar seluruh pelaku perjalanan mendapatkan pengawasan dan prosedur isolasi yang sesuai.

Langkah ini menurutnya penting untuk mencegah penyebaran virus corona di Indonesia terutama adanya varian-varian baru yang muncul.

"Semua masuk ke dalam karantina yang sudah ditentukan. Karena pengawasannya lebih baik, isolasinya lebih baik. Tidak di rumah, tetapi di tempat-tempat karantina yang sudah ditentukan," ujarnya.

Baca juga: Luhut: Mulai 1 Maret Karantina Cukup 3 Hari, Uji Coba Bebas Masuk Bali per 14 Maret

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengusulkan agar aturan karantina mandiri tidak dibedakan dan berlaku sama bagi para semua pihak. Menurutnya, polemik ini bergulir karena biaya karantina mandiri yang mahal sehingga menjadi beban besar masyarakat,

Pada penerapannya, Muhaimin menyebutkan bahwa pengawasan karantina mandiri bisa dilakukan seperti kunjungan sidak dan pemantauan lokasi melalui teknologi GPS.

“Daripada biaya mahal lebih baik karantina mandiri dengan kontrol bagi semua supaya biaya tidak terlampau mahal. Karantina mandiri dengan kesadaran tinggi untuk disiplin melalui kontrol, Nah, kontrol ini jadi tugas pemerintah. Karena kalau karantina melalui hotel itu terlampau mahal,” ujar Muhaimin dalam program Kompas Bisnis, Rabu (16/12/2021).

Permainan Petugas Karantina di Lapangan

Selain soal aturan karantina yang berbeda, masalah besar lainya yaitu terkait permainan yang dilakukan petugas karantina di lapangan sehingga menimbulkan sejumlah pelanggaran.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan mengungkapkan setidaknya ada tiga jenis pelanggaran yang terjadi. Salah satu pelanggaran yakni masih adanya pemain atau penghuni pengganti atau joki untuk melakukan karantina.

Kemudian, Budi mengatakan, masih terjadi interaksi antara penghuni karantina dan penghuni dari luar. Interaksi yang dimaksud yakni antara penghuni karantina dan penjual makanan, ojek online (ojol), atau kerabat yang berkunjung ke tempat karantina.

Selanjutnya pelanggaran dengan modus membayar petugas agar tidak harus melakukan kewajiban karantina sesuai aturan yang ditentukan. Misanya pada kasus selebgram Rachel Venya.

Diketahui, Rachel bersama kekasihnya kabur dari Wisma Atlet setelah tiga hari menjalani karantina usai pulang dari Amerika Serikat. Kaburnya Rachel dibantu oleh aparat TNI dan petugas karantina.

Padahal, dia seharusnya menjalani karantina selama delapan hari sesuai SE Nomor 18 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19.

Saat persidangan, terungkap Rachel mengaku membayar Rp 40 juta agar bisa kabur dari karantina di Wisma Atlet Pademangan, Jakarta.

Uang itu, diserahkan kepada seorang protokol Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, bernama Ovelina.

Dalam kesempatan yang sama, Ovelina mengaku, besaran Rp 40 juta itu diminta oleh Satgas Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta.

Kasus Rachel ini kemudian membuka lebar adanya praktik penyalahgunakan kewenangan yang dialakukan petugas sehingga terjadi pelanggaran karantina.

Dispensasi Aturan Karantina Dilarang, Apalagi yang Bayar-bayar

Sejak varian terbaru virus corona, Omicron, masuk ke Indonesia Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan semua pihak terkait agar tidak mengakomodasi dispensasi karantina bagi pelaku perjalanan internasional yang baru tiba di Indonesia.

Jokowi juga menegaskan, pemberian dispensasi karantina secara berbayar yang melibatkan oknum tertentu tidak boleh terjadi lagi.

"Saya minta betul-betul utamanya yang terkait dengan Omicron ini adalah karantina bagi yang datang dari luar negeri. Jangan ada lagi dispensasi-dispensasi apalagi yang bayar-bayar itu kejadian lagi," ujarnya saat membuka rapat evaluasi PPKM di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (3/1/2022).

Oleh karenanya, dia meminta agar BIN dan Polri betul-betul mengawasi proses karantina pelaku perjalanan internasional.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan dispensasi karantina untuk pejabat belum dibahas kembali oleh pemerintah.

"(dispensasi untuk pejabat) belum, belum," ujar Budi kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (3/1/2022).

"Itu mesti tanya Pak Kepala Satgas. Kan tupoksinya tupoksi beliau," ujarnya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x