Kompas TV nasional peristiwa

Komnas HAM RI Rekomendasikan Pemerintah dan DPR Kaji Ulang RUU Perubahan Kedua UU ITE

Kompas.tv - 28 Juli 2022, 16:23 WIB
komnas-ham-ri-rekomendasikan-pemerintah-dan-dpr-kaji-ulang-ruu-perubahan-kedua-uu-ite
Ilustrasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ITE lahir dari semangat demokrasi untuk menciptakan ruang digital yang bersih. (Sumber: Kompas.com/Wahyunanda Kusuma)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI merekomendasikan Pemerintah RI dan DPR RI untuk mengkaji ulang RUU Perubahan Kedua UU ITE.

Demikian Komsisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/7/2022).

“RUU Perubahan Kedua UU ITE perlu menggeser orientasi dari pengekangan hak kebebasan berekspresi ke orientasi perlindungan hak kebebasan berekspresi,” kata Sandra.

Sandra pun merinci setidaknya 6 point dari hasil kajian secara materil dan formil RUU ITE.

Pertama, Memasukkan “asas non diskriminasi” sebagai asas penting di dalam RUU ITE.

Kedua, Pembentuk RUU ITE perlu mencantumkan pasal khusus tentang ‘pembatasan yang sah dan proporsional’.

Baca Juga: Kisah Saiful Mahdi, Beri Masukan Draft RUU ITE yang Dipenjara Karena UU ITE,  Kini Dapat Amnesti

“Agar menjadi dasar bagi penegak hukum dalam menyikapi sejauh mana laporan atas suatu kasus memenuhi kriteria sebagai suatu tindak pidana ataukah bukan,” ujar Sandra.

Ketiga, menghapuskan rumusan pasal tentang pencemaran nama baik dalam RUU ITE karena berpotensi membatasi hak kebebasan berekspresi secara berlebihan (over limitation).

Jika pasal tentang pencemaran nama baik di dalam RUU ITE dapat dipertahankan, namun definisi atau unsur pencemaran nama baik harus diuraikan secara jelas, baik dari unsur subyektif, obyektif, maupun akibat yang ditimbulkan.

“Selain itu, perkara ini tidak lagi dimasukkan sebagai tindak pidana dengan ancaman sanksi pidana, melainkan dimasukan ke dalam perbuatan melawan hukum dengan pertanggungjawaban hukum yang bersifat keperdataan, seperti permintaan maaf, ganti rugi atau kompensasi kepada yang dirugikan,” jelas Sandra.

Keempat, memperbaiki rumusan Pasal 40 ayat (2b) dengan menekankan bahwa lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan internet shutdown adalah lembaga independen.

Baca Juga: Kemkominfo Sebut UU ITE Dibuat untuk Ciptakan Ruang Digital Bersih dalam Kebebasan Berekspresi

Tentunya, dengan kewajiban memberikan informasi kepada publik mengenai alasan pemutusan jaringan internet baik mengenai lamanya waktu pemutusan, jangkauan wilayah yang diputus, serta dasar dan pertimbangan hukum dari kebijakan pemutusan tersebut.

“Untuk itu, setiap pembatasan akses internet harus diikuti oleh mekanisme pertanggungjawaban yang jelas sebagai bagian dari kewajiban negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia setiap warga negaranya,” kata Sandra.

Kelima, Komnas HAM meminta ada moratorium penerapan pasal-pasal bermasalah dari UU ITE untuk mencegah pelanggaran HAM sampai RUU ITE disahkan.

Keenam, sambung Sandra, Standar Norma dan Pengaturan Komnas HAM Nomor 5 Tentang Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi agar menjadi rujukan bagi pemerintah dan DPR dalam merumuskan kembali RUU ITE.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x