Kompas TV nasional hukum

Draf RKUHP tentang Check In di Hotel Ternyata Delik Aduan, Begini Penjelasannya

Kompas.tv - 22 Oktober 2022, 22:06 WIB
draf-rkuhp-tentang-check-in-di-hotel-ternyata-delik-aduan-begini-penjelasannya
Pemerintah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah disempurnakan ke Komisi III DPR. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Beredar kabar menginap berdua atau check-in di hotel tanpa ikatan perkawinan bakal terancam pidana enam bulan penjara. Larangan kumpul kebo itu diatur dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dirilis 4 Juli 2022.

Kabar itu sontak menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Tak terkecuali pemilik hotel dan penginapan yang selama ini menilai, keputusan menginap adalah privasi tamu.

Namun, ternyata tidak lantas semua pasangan tidak sah yang menginap di hotel berdua bisa dipenjara. Sebab, aturan ini termasuk delik aduan.

Rencananya, draf ini akan disahkan pada akhir 2022. Berikut ketentuan kumpul kebo yang tertulis dalam draf RKHUP.

Baca Juga: Momen Kemenkumham Sosialisasi RKUHP di Universitas Sumatera Utara

 Pasal 416

1) Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Namun pada ayat (2) di pasal yang sama, disebutkan bahwa ancaman pidana ini merupakan delik aduan. Artinya, hanya bisa dipidana apabila ada yang mengadukan.

Pihak yang mengadu pun, diatur. Hanya bisa diadukan oleh:

a. Suami atau istri, bagi orang yang terikat perkawinan; atau

b. Orang tua atau anaknya, bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Bunyi draf Pasal 416 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang ketentuan hidup bersama di luar perkawinan atau kumpul kebo. (Sumber: Hukum Online)

Lebih lanjut, dalam ayat (3) di pasal tersebut, tertuang bahwa pengaduan tak bisa dilakukan jika termasuk dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 25, 26 dan 30 di RKUHP tersebut:

Pasal 25

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.

(2) Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.

(3) Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

(4) Dalam hal Anak tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.

Pasal 26

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.

(2) Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.

(3) Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

Baca Juga: Draf RKUHP Terbaru Sudah Tersedia secara Daring, Masyarakat Bisa Beri Masukan, Ini Linknya!

Pasal 30

(1) Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan.

(2) Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi.

Adapun ayat 4 dalam pasal 416 tentang kumpul kebo menyebutkan bahwa pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x