Kompas TV nasional kesehatan

Saat Kepala BPOM Sebut Kemendag dan Kemenkes Juga Perlu Evaluasi Soal Kasus Gagal Ginjal Akut

Kompas.tv - 28 Oktober 2022, 06:44 WIB
saat-kepala-bpom-sebut-kemendag-dan-kemenkes-juga-perlu-evaluasi-soal-kasus-gagal-ginjal-akut
Kepala Badan POM Penny K Lukito menunjukkan daftar obat yang tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol saat keterangan pers hasil pengawasan BPOM terkait obat sirup di Kantor BPOM, Jakarta, Minggu (23/10/2022). (Sumber: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

Ia menegaskan bahan kimia impor lainnya yang masuk dalam kategori pharmaceutical grade selama ini sudah melewati proses perizinan melalui SKI BPOM.

“Tapi bahan baku yang lain sudah masuk pharmaceutical grade. Bahan baku yang pharmaceutical grade itu bisa masuk melalui SKI BPOM. Hanya ini (PG dan PEG, red.) belum,” tambahnya. 

Dengan terjadinya kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang diduga terkait dengan cemaran pelarut obat sirop, menjadi bahan perbaikan proses pemasukan bahan kimia yang diimpor sehingga BPOM bisa mengawal pembuatan produk obat sejak awal.

Dia mengingatkan bahwa sistem jaminan keamanan, mutu, dan khasiat dari produk obat dan makanan merupakan sistem yang terdiri atas berbagai pihak sehingga tidak hanya BPOM di dalamnya. Namun termasuk juga industri farmasi serta kementerian/lembaga lain yang terkait.

“Dalam proses standarisasi, persyaratan, kebijakan, itu tidak hanya BPOM. Ada kementerian lain yang terkait. Jadi marilah kita bersama-sama melihat hal ini dengan transparan, dengan pikiran yang terbuka sehingga tidak saling menyalahkan,” ujarnya. 

Baca Juga: Ombudsman Duga Ada Maladministrasi Kemenkes dan BPOM dalam Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

Terkait dengan temuan cemaran EG dan DEG dalam obat sirop, ia juga mendorong Kementerian Kesehatan merevisi dokumen Famakope Indonesia.

Menurut dia, sejauh ini belum ada standar internasional terkait dengan standar dan batasan cemaran EG dan DEG dalam produk jadi obat. Aturan yang berlaku selama ini baru membatasi cemaran untuk bahan baku.

“Dengan adanya pengalaman kita ini, ke depan kami akan meminta Kemenkes untuk merevisi dokumen Farmakope Indonesia sehingga mencantumkan juga ketentuan cemaran-cemaran. Ini sangat penting sekali perubahan ini, merevisi Farmakope, dengan demikian BPOM bisa melakukan pengawasan cemaran pada produknya,” tandasnya. 

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengatakan, pemerintah sebenarnya bisa dengan mudah mengetahui jika ada perusahaan farmasi yang mengganti bahan bakunya dengan jenis yang lain. Yakni dengan koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan pihak Bea Cukai Kemenkeu, serta dengan Kementerian Perdagangan. 

"Ini bisa saja substitusi produsen saat produksi obat. Kemungkinan pelarut nya yang disubstitusi," kata Charles seperti dikutip dari Program Sapa Indonesia Pagi, Senin (24/10/2022).

"Pemerintah harus bisa melakukan koordinasi linyas lembaga. Misalnya Kemenkes dengan Kemendag dan Bea Cukai, itu bisa memeriksa apakah dalam beberapa bulan terakhir ada perubahan impor yang dilakukan perusahaan farmasi, dari produsen lain di luar negeri. Itu kan sangat mudah kita bisa tahu," jelasnya. 



Sumber : Antara



BERITA LAINNYA



Close Ads x