Kompas TV nasional politik

Ketua Komisi III DPR Imbau Publik Tak Demo Jika Tak Setuju dengan RKUHP yang Baru

Kompas.tv - 6 Desember 2022, 15:42 WIB
ketua-komisi-iii-dpr-imbau-publik-tak-demo-jika-tak-setuju-dengan-rkuhp-yang-baru
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto, yang akrab disapa Bambang Pacul (Sumber: Tribunnews.com/Reza Deni)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengimbau kepada publik untuk tak melakukan demonstrasi bila tak setuju dengan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan. 

Menurut dia, ada mekanisme hukum yang telah disediakan bagi mereka yang ingin menggugat pasal-pasal RKUHP. Salah satu caranya dengan melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi atau MK. 

Baca Juga: Tok! DPR Resmi Sahkan RKUHP di Tengah Fraksi PKS Lakukan Interupsi

"Kami tidak pernah mengatakan ini pekerjaan sempurna, karena ini adalah produk dari manusia, tidak akan pernah sempurna. Kalau ada yang memang merasa sangat mengganggu, kami persilakan kawan-kawan menempuh jalur hukum dan tidak perlu perlu berdemo," kata pria yang karib disapa Bambang Pacul di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Bambang menyarankan agar sebaiknya bagi sejumlah elemen masyarakat yang menolak pengesahan RKUHP untuk melakukan uji materi ke MK.

"Yang belum sepakat terhadap pasal yang ada silakan mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi melalui judicial review," ujanya.


 

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan, pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. 

“Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963,” ucap Yasonna.

Menurut Yasonna, KUHP produk Belanda sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP. 

“Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” tegas Yasonna.

Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif.

Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.

“RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia. Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini,” ujar Yasonna.

Meski demikian, Yasonna mengakui perjalanan penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus.

Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial, di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis. 

Namun, Yasonna meyakinkan bahwa pasal-pasal tersebut telah melalui kajian berulang secara mendalam.

Yasonna pun menilai, pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu. 

Yasonna mengimbau, pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap RUU KUHP dapat menyampaikannya melalui mekanisme yang benar.

Baca Juga: DPR akan Sahkan RKUHP dalam Rapat Paripurna, Hari Ini Pengambilan Keputusan

“RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” kata Yasonna.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x