Kompas TV nasional hukum

Pakar Hukum Nilai Pasal 2 RKUHP soal Living Law Berpotensi Munculkan Perda Diskriminatif

Kompas.tv - 7 Desember 2022, 06:40 WIB
pakar-hukum-nilai-pasal-2-rkuhp-soal-living-law-berpotensi-munculkan-perda-diskriminatif
Ilustrasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP (Sumber: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Aturan mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law yang tercantum dalam Pasal 2 RKUHP dianggap mengakomodir peraturan daerah yang bersifat diskriminatif. 

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai living law memiliki interpretasi begitu luas, sehingga sangat berpotensi munculnya ketidakpastian hukum. 

Selain itu ada peluang penerapannya akan sangat tergantung pada penegak hukum dan penguasa. Ia mencontohkan hasil riset yang dilakukan Komnas Perempuan ada lebih dari 400 peraturan daerah sangat diskriminatif terhadap perempuan. 

Menurut Bivitri Pasal 2 RKUHP ini dapat mendorong perda yang diskriminatif. 

Baca Juga: Perjuangan Velmariri Bambari Penjarakan Pelaku Kejahatan Seksual yang Berlindung di Balik Hukum Adat

"Apakah pemerintah pusat bisa melakukan kontrol terhadap perda seperti itu. Kita punya angan-angan penarapan RKUHP begitu sederhana, tapi pelaksanaannya dan implementasinya nanti bukan para ahli yang merumuskan RKUHP," ujar Bivitri di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (6/12/2022).

Di kesempatan yang sama Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej meyakini Pasal 2 RKUHP tidak mendorong pemerintah daerah membuat aturan secara serampangan.

Sebab dalam Pasal 2 ayat (3) disebutkan ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Edward Omar menjelaskan keberadaan aturan mengenai living law ini tidak terlepas dari perkembangan asas legalitas. 

Baca Juga: Mengaku Bercumbu, Perempuan Ini Dihukum 100 Kali Cambuk, Pasangannya Hanya Dicambuk 15 Kali

Hukum yang hidup dalam masyarakat bisa digunakan jika tidak diatur dalam KUHP dan hal ini hanya kepada persoalan tindak pidana ringan.

Pemberlakuan hukum yang hidup di masyarakat ini juga tetap dibatasi oleh Pancasila, UUD 1945, HAM dan prinsip-prinsip umum yang diakui bangsa-bangsa di dunia.

Kemudian dalam penjelasan pedoman dalam peraturan daerah yang akan memberlakukan hukum yang hidup di masyarakat itu diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

"Ini untuk mencegah jangan sampai adanya Pasal 2 ini berlomba-lomba membuat perda yang berkaitan dengan hukum yang hidup di masyarakat, padahal sebenarnya yang dimaksud pembentuk UU tidak demikian," ujar Edward.

Baca Juga: RKUHP Atur Sanksi Hukum untuk Perzinaan, Kumpul Kebo Juga Dibui

Lebih lanjut Edward Omar sepakat bahwa yang terpenting dalam RKUHP ini adalah implementasi di lapangan yang harus dikawal. 

Tugas pemerintah ke depan yakni memastikan aparat penegak hukum memiliki parameter yang sama dalam penerapan KUHP baru. 

"Dalam tim RKUHP ada jaksa dan kepolisian yang sebetulnya setiap kalimat dalam RKUHP itu kita sudah lakukan simulasi, karena mereka yang implementasi di lapangan," ujar Edward Omar.

"Jadi kerja berat pemerintah bagaimana melakukan sosialisasi agar tidak ada penafsiran ganda. Kita punya masa transisi tiga tahun," imbuhnya.


 

Adapun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP telah disahkan DPR RI menjadi undang-undang. 

Pengesahan RKUHP menjadi UU ini diputuskan dalam rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022). 
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x