Kompas TV nasional hukum

Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Diragukan, Mahfud MD: Tak Apa-Apa, Itu Biasa

Kompas.tv - 15 Januari 2023, 20:15 WIB
penyelesaian-non-yudisial-pelanggaran-ham-berat-diragukan-mahfud-md-tak-apa-apa-itu-biasa
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (Sumber: KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI)
Penulis : Isnaya Helmi | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi keraguan sejumlah pihak mengenai penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu. 

Mahfud mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dia menyebut pro kontra sudah biasa terjadi dalam setiap keputusan yang dikeluarkan pemerintah.

"Ya tidak apa-apa," kata Mahfud MD dalam Kompas Petang Kompas TV, Minggu (15/1/2023).

"Itu biasa, udah sejak dulu apapun yang kita lakukan sudah diprotes."

Seperti diketahui, pemerintah saat ini tengah menempuh jalur non-yudisial atau tanpa melalui jalur hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Adapun metode ini menekankan pada pemulihan korban melalui berbagai bantuan materiel.

"Karena sebelum kita melangkah juga sudah mendiskusikan kira-kira yang akan meragukan (non-yudisial) si A, si B, si C. Kita sudah menyebut seperti LBH (Lembaga Bantuan Hukum), KontraS, kita sudah hitung," jelasnya.

Meski demikian, Mahfud kembali menegaskan pemerintah tidak mempermasalahkan hal itu.

Pemerintah, lanjut dia, justru mengaku senang dengan adanya sejumlah pihak yang mengkritik keputusan tersebut.

"Enggak apa-apa, kita senang ada kelompok yang seperti itu, enggak kita musuhi," jelasnya.

Meski terdapat pihak yang meragukan, Mahfud menyebut, pemerintah memilih fokus terlebih dahulu dengan jalur non-yudisial yang diterima oleh masyarakat Indonesia dan dunia internasional. 

Mahfud menyebut Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa menyambut baik pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Indonesia.

Baca Juga: Soal Pelanggaran HAM Berat, Mahfud Ungkap Alasan Pemerintah Fokus ke Korban Bukan Pelaku

PBB, kata dia, menilai pengakuan tersebut merupakan langkah menggembirakan menuju keadilan kepada para korban.

"Nah akhirnya ini diterima bukan hanya oleh publik Indonesia, tetapi oleh dunia internasional melalui Komisi Tinggi HAM PBB yang berpusat di Jenewa. Adanya apresiasi terhadap pemerintah Indonesia," tutur Mahfud.

"Sehingga kita (pemerintah) sekarang bisa terus bekerja, tidak usah tersandera oleh hal-hal seperti itu secara terus-menerus."

Keraguan Sejumlah Pihak

Sejumlah pihak mengungkapkan keraguan terhadap keputusan pemerintah yang memilih jalur non-yudisial untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Salah satunya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) yang menyebut mekanisme non-yudisial hanya sekadar memberikan santunan dan tidak menyentuh inti permasalahan yakni memperjuangkan keadilan bagi korban dan pelaku.

"Tidak jelas konsep dan metodenya. Bahkan tujuannya bertentangan dengan keadilan bagi korban. Merujuk pada substansinya, justru sebatas nuansa 'kerohiman' melalui santunan fasilitas berbasis anggaran saja," kata Ketua PBHI Julius Ibrani, Jumat (13/1/2023), dikutip dari Kompas.com

Julius mengatakan, mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM dengan cara non-yudisial tidak mempunyai dasar hukum dan tidak berbasis mekanisme pada Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang HAM dan KomnasHAM.

Julius juga menilai penelusuran yang dilakukan Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM) terhadap korban, tidak terbuka dan menyeluruh.

"Tim PPHAM juga bilang bahwa menggali informasi dari korban. Berarti kan korbannya sudah ditargetin, sudah dipilih korban yang mana saja supaya enggak melebar, meluas dan segala macamnya," ucap Julius.

"Jadi kepura-puraan ini semakin terlihat jelas gitu lho. Kebohongan ini semakin terlihat jelas."

Baca Juga: PBB Sambut Baik Pengakuan Presiden Joko Widodo atas Pelanggaran HAM, Desak Langkah Nyata bagi Korban

Diberitakan sebelumnya, pada Rabu (11/1/2023), Presiden Jokowi mengakui secara resmi 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia. 

Berikut 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui Jokowi terjadi di Indonesia:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
  3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
  4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
  5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
  6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
  8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
  9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
  10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
  11. Peristiwa Wamena, Papua 2003
  12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

 




Sumber : Kompas TV, Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x