Kompas TV nasional agama

Penjelasan Kemenag soal Kenaikan Biaya Haji: Ada Perubahan Skema Nilai Manfaat dan Bipih

Kompas.tv - 22 Januari 2023, 16:26 WIB
penjelasan-kemenag-soal-kenaikan-biaya-haji-ada-perubahan-skema-nilai-manfaat-dan-bipih
Ilustrasi. Kemenag menyebut perubahan skema nilai manfaat dan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih)  menjadi alasan Kemenag mengusulkan peningkatan BPIH tahun ini.  (Sumber: Konevi/Unsplash)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV – Perubahan skema nilai manfaat dan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih)  menjadi alasan Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan peningkatan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun ini.

Penjelasan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief di Jakarta, Sabtu (20/1/2023).

Menurutnya, kenaikan Bipih terjadi karena perubahan skema persentase komponen Bipih dan nilai manfaat.

Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.

Baca Juga: Kemenag: Usulan BPIH 2023 Sudah Perhitungkan Penurunan Paket Layanan Haji dari Pemerintah Arab Saudi

Hilman menjelaskan, sejak tahun 2010 hingga 2022, pemanfaatan dana nilai manfaat terus meningkat.

Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan kepada jemaah hanya Rp4,45 juta.

Dengan Bipih yang harus dibayar jemaah saat itu sebesar Rp30,05 juta, komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.

Selanjutnya, kata dia, setiap tahun, komposisi nilai manfaat terus bertambah, yakni menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), dan 49 persen (2018 dan 2019).

Hilman mengatakan, pada tahun 2022, Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji (jemaah sudah melakukan pelunasan), sehingga penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen.

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelasnya, dikutip dari keterangan tertulis Kemenag.

Kata Hilman, nilai manfaat bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan seluruh jemaah haji Indonesia berhak menerimanya, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.

Mulai sekarang dan seterusnya, lanjut dia, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.

"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," tambahnya.

Ia juga menuturkan, jika komposisi Bipih dan nilai manfaat (NM) tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang. 

"Jika komposisi Bipih (41 persen) dan NM (59 persen) dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jemaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang, juga berhak atas nilai manfaat," urainya.

Berdasarkan pertimbangan itu, lanjut Hilman, saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pemerintah melalui Menteri Agama (Menag) mengubah skema menjadi Bipih 70 persen dan nilai manfaat 30 persen.

"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.

Baca Juga: Komisi VIII DPR RI Sebut Usulan Kemenag Soal Kenaikan Ongkos Haji 2023 Masih Dapat Berubah

"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin."

Diketahui, pemerintah mengusulkan BPIH tahun ini naik dibanding 2022. Kenaikannya sebesar Rp514.888,02.

Hal itu, kata dia, disebabkan, rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09.


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x