JAKARTA, KOMPAS.TV - Pertimbangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan frasa dalam putusan bisa diubah sepanjang mendapatkan persetujuan dari hakim lainnya, dinilai bukan hal yang wajar.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, sejatinya perubahan frasa dalam putusan bisa dilakukan saat rapat permusyawaratan hakim, bukan saat putusan dibacakan.
Menurutnya, sangat tidak mungkin ada konsultasi saat para hakim konstitusi sudah duduk di ruang sidang.
Apalagi, dalam sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan MK, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah hanya melakukan konsultasi ke Hakim Arief Hidayat, tidak ke seluruh hakim konstitusi.
Baca Juga: Pakar Hukum Nilai Teguran Tertulis Terlalu Ringan untuk Guntur Hamzah, Pelanggar Prinsip Integritas
"Kalau sudah dibacakan atau ketika dibacakan, kan hakim sudah duduk semua di ruangan sidang, jadi bagaimana dikonsultasikan lagi?!" ujar Bivitri di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (23/3/2023).
Lebih lanjut Bivitri menilai, sanksi teguran tertulis yang diberikan Majelis Kehormatan MK kepada Guntur Hamzah yang terbukti mengubah substansi putusan, dinilai terlampau ringan.
Bivitri menjelaskan, ada tiga jenis sanksi tersedia dalam lingkup kode etik hakim, yakni teguran lisan, teguran tertulis dan pemberhentian.
Jika melihat pelanggaran yang dilakukan Guntur Hamzah, Majelis Kehormatan MK seharusnya memberikan saksi pemberhentian.
Baca Juga: Pelantikannya Jadi Hakim MK Diliputi Kontroversi, Guntur Hamzah: Saya Mohon Doa Saja
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.