Kompas TV nasional humaniora

Momentum Healing Bernama Mudik, Rindunya Warga Urban dengan Kampung Halaman

Kompas.tv - 18 April 2023, 13:34 WIB
momentum-healing-bernama-mudik-rindunya-warga-urban-dengan-kampung-halaman
Sejumlah pemudik asal Jawa Tengah di Lampung. Salah satu pemudik, Imam Mahmudi, mengaku sudah 23 tahun tidak mudik dan berlebaran di kampung halamannya, Solo, Jawa Tengah. (Sumber: Pemprov Jateng)
Penulis : Danang Suryo | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mudik telah menjadi tradisi yang tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman dan urbanisasi, tradisi mudik ini semakin menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat modern.

Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI) Dr Ngatawi Al Zastrouw mengatakan mudik adalah momentum healing bagi masyarakat desa yang melakukan urbanisasi ke kota.

"Mereka rindu kampung halaman yang menyimpan banyak kenangan dan rindu sanak keluarga. Upaya melepas rindu ini menemukan momentumnya pada saat Idul Fitri," kata Ngatawi Al Zastrow di Kampus UI Depok, dikutip dari Antara, Selasa (18/4/2023).

Baca Juga: Pantau Informasi Mudik Bersama Tim Mudik Asyik 2023 KompasTV!

Banyak orang yang merasa kehilangan identitas dan keakraban dengan keluarga dan kampung halaman usai pindah ke kota untuk bekerja atau menetap.

Dengan mudik, mereka dapat kembali merasakan kehangatan keluarga dan budaya desa yang mereka tinggalkan.

Hal ini menjadikan mudik bukan hanya sekedar aktivitas traveling, namun juga menjadi sebuah terapi psikologis.

Baca Juga: Puncak Arus Mudik di Stasiun Gubeng Surabaya Diprediksi Hari Ini 18 April 2023

Mudik traveling-nya masyarakat modern 

Menurut Zastrouw, dibutuhkan momentum untuk kanalisasi emosi sekaligus katarsis atas kejenuhan masyarakat modern urban.


Selain aspek budaya dan agama, mudik merupakan sebuah aktivitas traveling.

"Tradisi mudik menjadi momentum healing masyarakat modern. Inilah yang membuat tradisi ini tidak luntur digerus arus modernisasi, karena dapat menjadi kanalisasi atas residu budaya modernisasi,” ujar Zastrouw.

Baca Juga: 30 Ucapan Selamat Hari Raya Idulfitri 2023 untuk Teman, Rekan Kerja hingga Calon Mertua

Meskipun sudah ada teknologi komunikasi yang canggih, tradisi mudik tetap bertahan karena dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan emosional (psikologis) masyarakat.

"Teknologi hanya memenuhi aspek kognitif, tetapi tidak dapat memenuhi aspek afektif," ungkap Zastrouw.

Kesibukan atas pekerjaan sehari-hari ditambah kerasnya kehidupan masyarakat di perkotaan, mulai dari kemacetan, polusi, serta kesenjangan, menjadikan mudik sebagai pilihan terapi psikologis.

Baca Juga: Imbau Masyarakat Mudik Pakai Kereta, Erick Thohir: Yang Mampu Bisa Naik Pesawat

Menurut Zastrouw, tidak hanya Indonesia yang memiliki tradisi mudik, tetapi juga sebagian besar masyarakat dunia.

Di Korea Selatan, misalnya, tradisi mudik dilakukan saat perayaan Chuseok yang merupakan festival musim panas Hangawi di tengah musim gugur.

Di Amerika Serikat, mudik terjadi saat perayaan Thanksgiving yang dirayakan pada Kamis minggu keempat November. Sementara China, setiap Tahun Baru Imlek, warga mudik dengan istilah Chunyun.

Baca Juga: Arus Mudik 2023, Kemenhub: Hari Ini Naik Drastis, Puncaknya Besok 19 April

Zastrouw mengungkapkan tradisi mudik bahkan telah dikenal sejak zaman Majapahit.

Masyarakat pendatang pada zaman itu yang berada di suatu daerah kembali ke kampung halaman saat perayaan tertentu.



Sumber : Antara



BERITA LAINNYA



Close Ads x