Kompas TV nasional humaniora

Angka Kelahiran di Jawa-Bali di Bawah Batas Ideal, Begini Kata Ahli

Kompas.tv - 6 Juni 2023, 00:10 WIB
angka-kelahiran-di-jawa-bali-di-bawah-batas-ideal-begini-kata-ahli
Ilustrasi. Angka kelahiran di Jawa-Bali, kecuali Jawa Barat, terus mengalami penurunan dan sudah sampai di bawah batas ideal, 2,1 anak per perempuan usia subur. (Sumber: Pixels)
Penulis : Gilang Romadhan | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Angka kelahiran di Jawa-Bali, kecuali Jawa Barat, terus mengalami penurunan dan sudah sampai di bawah batas ideal, 2,1 anak per perempuan usia subur. Kondisi tersebut dibarengi dengan naiknya jumlah penduduk tua.

Kendati demikian, situasi ini diyakini sejumlah ahli belum dapat menimbulkan kekhawatiran, karena jumlah kelahiran nasional masih berada di atas nilai ambang. 

Dari hasil Long Form Sensus Penduduk (SP) 2020 yang terbit awal tahun ini, ada tiga provinsi di Indonesia memiliki angka kelahiran total (TFR) terendah di Jawa-Bali.

Pertama DKI Jakarta dengan 1,75 anak per perempuan usia subur, DI Yogyakarta 1,89, dan Jawa Timur 1,98. 

Baca Juga: Angka Kelahiran Jepang Catat Rekor Terendah, Sementara Penuaan dan Kematian Meningkat

TFR 2,1 dianggap sebagai tingkat pergantian (replacement level) yang artinya, setiap perempuan akan digantikan oleh satu anak perempuan untuk menjaga kelangsungan regenerasi.

TFR 2,1 juga dijadikan patokan penduduk tumbuh seimbang, artinya jika kurang dari 2,1, jumlah kelahiran di satu wilayah rendah dan sebaliknya.

Dampaknya, semakin umum jumlah dalam satu kelas sekolah dasar (SD) hanya tinggal belasan sampai 30-an siswa, berbeda jauh dengan 1980-an saat ada 50-an siswa per kelas. 

Di daerah perdesaan atau pinggiran, sejumlah SD dan SMP pun digabung atau ditutup akibat terbatasnya murid. Daerah dengan kelahiran rendah atau dengan TFR di bawah 2,1 umumnya juga menghadapi populasi yang menua.

Salah satu faktor rendahnya angka kelahiran di Jawa-Bali adalah keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). 

Baca Juga: Jumlah Kelahiran di Amerika Serikat pada Tahun 2022 Anjlok, Tidak Kembali ke Tingkat Pra-Pandemi

Akan tetapi, ada banyak hal lain yang menjadi pemicu, antara lain meningkatnya kesadaran membangun keluarga berkualitas. 

Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyebut Jawa-Bali memang konsentrasi utama program KB. 

Menurut Bonivasius, masyarakat semakin menganggap KB sebagai kebutuhan. 

”Kini, KB bukan lagi menjadi hal yang disuruh-suruh, tetapi sudah menjadi pikiran dan kebutuhan,” papar Bonivasius, Sabtu (26/5/2023), dikutip dari Kompas.id. 

Senada dengan Bonivasius, Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menegaskan, banyak pasangan atau keluarga yang semakin sadar bahwa membesarkan anak merupakan investasi besar, baik dari segi materi, waktu, tenaga, ataupun kemampuan mendidik.

Baca Juga: Fenomena Banyak Sekolah Tutup di Jepang, Imbas Menurunnya Tingkat Kelahiran

Selain itu, saat ini juga muncul pergeseran paradigma pasangan dalam memandang perkawinan dan pembangunan keluarga.

Generasi saat ini dengan ekonomi lebih mapan, ingin memiliki waktu lebih banyak guna menikmati hidup dan melakukan kegiatan rekreatif.

”Perkawinan bukan lagi menjadi sumber kebahagiaan utama. Generasi yang lebih muda saat ini juga ingin lebih menikmati hidup, menjaga keseimbagan antara kerja dan kehidupan, serta hal itu tentu membutuhkan biaya dan jumlah anak tidak bisa terlalu banyak,” ucap Abdillah.

Walaupun angka kelahiran di Jawa-Bali, kecuali Jawa Barat sudah di bawah batas, TFR secara nasional masih berada di angka 2,18. Terlebih di Indonesia timur, jumlah kelahiran juga masih tinggi. 

TFR tertinggi tingkat provinsi di Indonesia berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan angka 2,79 anak. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota ada di Asmat, Papua, 4,22 anak. 

Baca Juga: Siapa Responden Sensus Penduduk 2020 Lanjutan? - ZONA INSPIRASI

Bonivasius dan Abdillah juga sepakat bahwa upaya untuk mendorong angka kelahiran di Jawa-Bali belum perlu dilakukan. 

Alasan utamanya, 57,7 persen penduduk Indonesia berada di Jawa-Bali. Dua pulau ini dinilai sudah terlalu padat.

”Jawa sudah terlalu padat. Jadi, pertumbuhan penduduk harus direm, salah satunya dengan terus membangun rasionalitas dalam keluarga, khususnya terkait jumlah anak yang dimiliki,” ucap Abdillah.


 




Sumber : Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x