Kompas TV nasional politik

Soal Polusi Udara, Politisi PDIP Desak Heru Budi Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana di Jakarta

Kompas.tv - 19 Agustus 2023, 00:20 WIB
soal-polusi-udara-politisi-pdip-desak-heru-budi-tetapkan-status-tanggap-darurat-bencana-di-jakarta
Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth. (Sumber: Dokumen pribadi. )
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS TV - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Hardiyanto Kenneth mendesak Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi untuk menetapkan status tanggap darurat bencana. 

Sebab, masalah polusi udara yang terjadi di Jakarta sudah sangat berpolemik dan dikhawatirkan akan memakan korban jiwa. 

Hal ini juga agar bisa mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memakai dana siap pakai seperti yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai.

Selain itu, juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana untuk memulai kegiatan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Jabodetabek.

Baca Juga: Setelah Rapat dengan Luhut, Heru Budi Wajibkan Pejabat Pemprov DKI Jakarta Pakai Kendaraan Listrik

"Pemprov DKI harus segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana, minimal tiga bulan ke depan sambil melihat perkembangan. Lalu bisa memulai kegiatan operasi TMC, dan agar bisa dibiayai oleh BNPB jadi tidak membebani APBD DKI Jakarta," pria yang karib disapa Kent itu kepada Kompas TV, Jumat (18/8/2023). 

"Untuk memecahkan masalah ini harus gerak cepat dan melakukan kolaborasi antar lembaga, seperti BMKG sebagai penyedia data potensi awan yang bisa di semai, BRIN yang memiliki teknologinya, TNI AU sebagai yang mengoperasikan pesawat dalam operasi TMC menyebar garam atau intikondensasi, BNPB yang memiliki kapasitas dalam penyediaan anggaran dalam kegiatan operasi TMC, KLHK terkait data kwalitas udara." sambungnya. 

Kent mengatakan, berdasarkan penjelasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), potensi awan yang bisa semai di atas DKI Jakarta memang sudah minim, dan solusinya harus mencari bibit awan di daerah selatan di dataran tinggi sekitar wilayah Bogor dan Cianjur. 

Sehingga, setelah mendapat penjelasan dan paparan secara komprehensif dari BMKG bahwa awan itu bisa terbentuk karena dua hal, yang pertama bisa karena konveksi atau ppenjalaran panas matahari bersinar menyinari bumi lalu terjadi penguapan, penguapan ini yang membentuk awan, 

Namun, kini mekanisme seperti ini sangat kecil kemungkinannya, karena kondisi kemarau.

"Lalu yang kedua, mekanisme orografis. Jadi pembentukan awan orografis ini bisa di bentuk di sebelah selatan jakarta, karena ada Gunung Gede, Pangrango dan Salak, mekanismenya ketika angin menabrak gunung, angin terangkat dan terbentuk lah awan di sekitar pegunungan tersebut."

"Awan-awan ini lah yang masih bisa di semai. Mulailah dari hulu dahulu dengan harapan kalau wilayah selatan hujan, dan jika memang ada polutan berasal dari selatan bisa di kurangi, polutan ini sumbernya ada dua kemungkinan, bisa dari sumber polutan lokal atau dari sumber polutan di luar DKI," kata Kent.

Ia mengimbau Heru untuk menerbitkan aturan bisa berupa Keputusan Gubernur (Kepgub) atau Peraturan Gubernur (Pergub) yang berisi himbauan kepada masyarakat, seperti kembali memakai masker jika keluar rumah dan mendorong agar Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa. 

"Harus ada aksi dan langkah konkrit terkait permasalahan ini, pemimpin itu harus berani mengambil resiko untuk membuat suatu kebijakan, jangan takut, pro dan kontra itu biasa."

"Kita harus bisa melihat suatu permasalahan secara utuh, faktor urgensinya di lapangannya seperti apa. jangan sampai korban banyak berjatuhan baru bergerak, jadi harus dilakukan langkah taktis dan cepat," kata Kent.

Ia menambahkan, dirinya mendapatkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta yang mencatat ada lebih dari 638 ribu kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Jakarta, pada periode Januari hingga Juni 2023. 

Rinciannya, pada Januari 2023 ada sebanyak 102.609 kasus ISPA di DKI Jakarta, Februari 2023 sebanyak 104.638 kasus, Maret 2023 ada 119.734 kasus. 

Lalu ada sebanyak 109.705 kasus ISPA pada April 2023, tercatat ada 99.130 kasus ISPA pada Mei 2023 dan 102.475 kasus pada Juni 2023. 

Sehingga totalnya berdasarkan data laporan ISPA DKI Jakarta 2023 sebanyak 638.291 kasus.

Baca Juga: Kualitas Udara di Jakarta Lagi-Lagi Jadi yang Terburuk, Heru Budi Singgung Polusi dari Kendaraan

"Pemprov DKI harus gerak cepat dalam kondisi seperti ini, harus cepat mengambil sikap. Jangan sampai korban bertambah banyak akibat polusi ini. jangan sampai korban ISPA di Jakarta sudah banyak dan sampai akhirnya ada yang meninggal baru kita semua menyesal."


 

"Selain itu juga harus saya ingatkan, Bahwa Pemprov DKI  harus segera mempersiapkan ketersedian rumah sakit untuk pelayanan ISPA untuk jaga-jaga supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama," katanya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x