Kompas TV nasional humaniora

Sejarah Museum Nasional: Simpan Keris Diponegoro hingga Kitab Sutasoma Asal "Bhineka Tunggal Ika"

Kompas.tv - 18 September 2023, 15:56 WIB
sejarah-museum-nasional-simpan-keris-diponegoro-hingga-kitab-sutasoma-asal-bhineka-tunggal-ika
Museum Nasional Indonesia berdiri dari sebuah himpunan yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) Himpunan itu didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 24 April 1778. (Sumber: Dok. Museum Nasional)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV- Museum Nasional di Jakarta Pusat terbakar pada Sabtu (16/9/2023) lalu dan saat ini polisi masih menyelidiki penyebab kebakaran museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara itu. 

Mengutip dari laman resmi Museum Nasional, www.museumnasional.or.id, Senin (18/9), awalnya museum ini berdiri dari sebuah himpunan yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG).

Himpunan itu didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 24 April 1778. 

BG merupakan lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan.

Khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian. 

Lembaga ini mempunyai semboyan “Ten Nutte van het Algemeen” (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).

Pendirian BG tak terlepas dari revolusi intelektual (the Age of Enlightenment) di Eropa, yaitu di mana orang mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan. 

"Pada tahun 1752 di Haarlem, Belanda, berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda). Hal ini mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan organisasi sejenis," tulis pihak Museum Nasional. 

Baca Juga: Museum Nasional Terbakar, Budayawan: Dikunjungi Tokoh Dunia, Diurus Dengan Cara Bedeng

Salah seorang pendiri lembaga BG, yaitu JCM Radermacher menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota.

Ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku-buku, yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.

Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi Direktur perkumpulan ini. 

Lantaran rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung “Societeit de Harmonie”). Bangunan ini berlokasi di jalan Majapahit nomor 3. 

"Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung sekretariat Negara, di dekat Istana kepresidenan," tulis pengelola Museum Nasional. 

Jumlah koleksi milik BG terus neningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya.

Lalu pada tahun 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dulu disebut Koningsplein West). 

Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum” (pernah dipakai untuk markas Kampetai di masa pendudukan Jepang).

Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868.

Baca Juga: Terjadi Pencurian Hingga Kebakaran di Museum, Budayawan Ungkap Kejanggalan ini

Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta.

Mereka menyebutnya “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah” karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871.

Kadang kala disebut juga “Gedung Arca” karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. 

Pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. 

Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. 

Baca Juga: Museum Nasional Terbakar, Budayawan Bandingkan dengan Keamanan Obyek Vital di Eropa

Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Kini Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Museum Nasional mempunyai visi yang mengacu kepada visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa”.

Salah satu koleksi paling penting yang disimpan Museum Nasional adalah keris Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro, beserta tombak dan pelana kudanya.

Barang-barang tersebut dikembalikan bertahap oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia.

Proses pengembalian sudah dimulai pada era 1970an. 

Terbaru, Belanda mengembalikan keris Kiai Nogo Siluman pada 2020 lalu.

Pemerintah Belanda secara simbolis menyerahkan kembali keris Pangeran Diponegoro dalam lawatan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima ke Indonesia.

Keris itu diserahkan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo ketika Raja Willem dan Ratu Maxima mengunjungi Istana Bogor pada Selasa (10/3/2020). 

Baca Juga: Kebakaran Museum Nasional: Polisi Gelar Olah TKP dan Periksa 14 Saksi

Mengutip dari Antata, Keris Diponegoro yang dikabarkan sempat hilang akhirnya ditemukan di Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda.

Lewat penelitian panjang dan mendalam tim verifikasi Belanda dan Indonesia memastikan keaslian keris tersebut.

Menurut sejarah, keris itu didapatkan oleh pemerintah Belanda setelah menangkap Pangeran Diponegoro usai perang besar pada 1825-1830.

Kolonel Jan-Baptist Cleerens kemudian memberikan keris itu sebagai hadiah kepada Raja Willem I pada 1831.

Koleksi lainnya yang juga ikonik adalah Kitab Sutasoma yang ditulis dalam Bahasa Jawa kuno oleh Mpu Tantular pada akhir abad ke-14, pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit.

Dalam kitab inilah tertulis semboyan bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika. 

"Kitab ini menggambarkan toleransi beragama yang sudah lama terjalin di Kerajaan Majapahit. Semangat toleransi ini kemudian dijadikan semboyan bangsa Indonesia," begitu bunyi kutipan di laman resmi Museum Nasional.

"Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan sikap untuk hidup berdampingan dalam perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai nada-nada untuk menghasilkan harmonisasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," imbuh keterangan tersebut. 

Kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”.

Baca Juga: Polisi Akui Kesulitan Identifikasi Benda Bersejarah di Museum Nasional Usai Kebakaran

Kutipan frase “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat pada pupuh 139 bait 5, yang petikannya sebagai berikut: 

“Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”. 

Artinya adalah “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran,". 

Hingga saat ini Museum nasional menyimpan 190.000-an benda-benda bernilai sejarah yang terdiri dari 7 jenis koleksi yakni Prasejarah, Arkeologi masa Klasik atau Hindu – Budha; Numismatik dan Heraldik; Keramik; Etnografi, Geografi dan Sejarah.

Berdasarkan informasi dari laman Kemendikbudristek, koleksi prasejarah adalah koleksi yang berupa benda peninggalan sebelum manusia mengenal tulisan.

Benda peninggalan pada masa itu berupa tulang belulang manusia yang telah menjadi fosil, dan berbagai hasil budaya mereka seperti gerabah, kapak batu, peralatan yang terbuat dari tulang, tanduk, kulit kerang dan lain-lain. 

Pada masa prasejarah telah pula dikenal kepandaian membuat peralatan dari bahan perunggu, seperti patung manusia, binatang, kapak upacara, bejana upacara dan nekara. 

Baca Juga: Begini Tanggapan Mendikbud Nadiem Makarim Terkait Kebakaran Museum Nasional

Kemudian, koleksi arkeologi merupakan peninggalan benda budaya yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan Hindu-Budha.

Koleksi arkeologi Museum Nasional sebagian besar berasal dari masa Indonesia kuno, Indonesia Hindu atau lebih populer dengan sebutan masa Indonesia Klasik.

Benda temuan dari koleksi arkeologi di Museum Nasional sebagian besar berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti Wonoboyo.

Temuan yang cukup sempurna yang berasal dari Wonoboyo diperkirakan berasal dari abad 5 Masehi - 15 Masehi.

Koleksi Arkeologi Museum Nasional meliputi: arca dewa Hindu, arca Budha, arca perwujudan, arca binatang, ornamen, benda perhiasan, peralatan upacara, peralatan mata pencaharian hidup, bagian bangunan, alat musik, mata uang, prasasti, dan lain - lain.

Peninggalan tersebut terbuat dari bahan emas, perak, perunggu, batu, dan tanah liat yang dibakar. 

Selanjutnya, koleksi Numismatik adalah mata uang atau alat tukar (token) yang pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Singgung Konflik Rempang di Kuliah UI, Jelaskan soal Konflik Agraria Tanah Adat

Koleksi numismatik Museum Nasional berasal dari masa Indonesia Kuno, masa pemerintahan penjajahan Belanda, Inggris, Jepang, dan masa kemerdekaan hingga saat ini.

Di samping itu, Museum Nasional juga memiliki koleksi numismatik yang berasal dari negara-negara di benua Eropa, Afrika, Amerika, Australia dan Asia.

Sedangkan koleksi Heraldik adalah tanda jasa atau lambang, seperti lambang provinsi, penning, azimat dan cap.

Koleksi nurnismatik Museum Nasional pada umumnya berasal dari masa peninggalan pemerintah penjajahan Belanda hingga masa kini.

Juga terdapat koleksi heraldik yang berasal dari benua Eropa, Afrika, Amerika, Australia dan Asia.

Koleksi numismatik dan heraldik Museum Nasional ada yang berusia lima abad sebelum Masehi hingga abad ke 20. 

Selanjutnya, koleksi relik sejarah adalah benda peninggalan yang mempunyai nilai sejarah.

Koleksi relik sejarah Museum Nasional pada umumnya berasal dari masa peninggalan bangsa Eropa di Indonesia, sekitar abad ke 16 hingga abad ke 19. 

Seperti bangsa Portugis, Belanda, Inggeris, Cina, dan Indonesia.

Koleksi relik sejarah Museum Nasional berupa prasasti, perabotan rumah tangga, lampu, gerabah, meriam, keramik, dan lain-lain.

Baca Juga: Wapres di China: Dari Dulu Sudah Ada Perintah "Carilah Ilmu Walau Sampai ke China"

Berikutnya ada koleksi geografi yang berkenaan dengan sejarah alam dan lingkungan, baik berupa fosil, batuan, flora-fauna, perala tan geografi dan sebagainya, dapat dimasukkan kedalam kelompok koleksi geografi.

Koleksi geografi Museum Nasional pada saat ini terdiri dari berbagai jenis peta.

Antara lain peta tentang aneka budaya bangsa Indonesia, peta kuno tentang dunia sekitar abad ke 16 - 19 Masehi, peta Indonesia abad ke 16 Masehi, peta perkembangan kota Batavia abad ke 16 - 17 Masehi, peta kota Banten lama tahun 1670 serta daerah lainnya. 

Di Museum Nasional juga banyak koleksi keramik yang berasal dari Cina, Vietnam, Jepang, Thailand, Eropa, dan Persia.

Koleksi tersebut antara lain berupa piring, mangkuk, borol, buli-buli, kendi guci, tempayan, cepuk, pedupaan, ceret, patung binatang dan manusia, dan bangku taman. 

Keramik Cina yang dimiliki Museum Nasional ada yang dibuat pada masa dinasti Han (200 tahun Sebelum Masehi) dinasti Ming (abad ke17) dan dinasti Qing (abad ke1 9). 

Koleksi keramik tersebut ditemukan di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu bangsa Indonesia telah mengadakan hubungan dengan bangsa lain. 

Museum Nasional juga menyimpan lukisan para pelukis tradisional Bali dan pelukis dari masa perintisan seni rupa modern Indonesia, di antaranya karya : Raden Saleh, Affandi, Basuki Abdullah, Trubus, Nashar, Hendra Gunawan, Ida Bagus Made dan I.G. Ketut Kobot.

Disamping itu Museum Nasional juga memiliki koleksi lukisan asing karya pelukis Perancis dan pelukis asing lainnya yang terkenal, di antaranya karya Kandinsky, Vassarely, Hartung, Pignon, Soul Ages, Schneider dan Zao Wou Ki.




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x