Kompas TV nasional hukum

Jawab Pertanyaan Hakim MK, Ahli Sebut Sirekap Tidak Digunakan untuk Keputusan KPU

Kompas.tv - 3 April 2024, 15:11 WIB
jawab-pertanyaan-hakim-mk-ahli-sebut-sirekap-tidak-digunakan-untuk-keputusan-kpu
Ahli yang dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Prof Marsudi Wahyu Kisworo, berbicara dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi, Rabu (3/4/2024). Marsudi menjelaskan 3 hal yang menyebabkan adanya perbedaan hasil penghitungan suara pada form C1 dan aplikasi Sirekap. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV – Hasil penghitungan suara pada aplikasi Sirekap tidak digunakan dalam pengambilan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024.

Penjelasan itu disampaikan oleh Marsudi Wahyu Kisworo selaku  ahli yang diajukan oleh KPU sebagai pihak termohon pada perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024).

Dalam sidang tersebut, Marsudi menjawab pertanyaan hakim konstitusi Arief Hidayat mengenai apakah pembahasan Sirekap dalam sidang itu sebenarnya meributkan sesuatu yang sebetulnya tidak dipakai.

“Sirekap ini tidak digunakan untuk keputusan, jadi kita ribut-ribut, capek-capek di sini membahas Sirekap itu ya pepesan kosong sajalah kira-kira, nggak ada gunanya, kecuali mau nyalah-nyalahin orang,” kata Marsudi dalam sidang.

Ia juga menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara melakukan validasi data perolehan suara yang dilakukan secara berjenjang.

Baca Juga: Analisis Ahli Soal DalilBerbagai Pernyataan Kuasa Hukum Prabowo-Gibran di Sidang Sengketa Pilpres MK

“Bagaimana memvalidasi ini, sebetulnya nggak susah meskipun skala Indonesia. Kita mulai kalau berjenjang dari bawah ke atas, kalau validasi dari atas ke bawah.”

“SK 360 menyatakan total suara sekian, turunkan ke provinsi, 38 provinsi itu sama nggak jumlahnya? Kalau nggak sama berarti KPU waktu pleno nakal, kalau sama ya berarti benar mereka,” tambahnya.

Marsudi juga menjelaskan mengenai sejumlah lembaga di Indonesia yang ikut melaksanakan penghitungan suara paralel.

“Di Indonesia sebenarnya ada 10 teman-teman yag melakukan penghitungan paralel, mereka datanya juga dari TPS, mereka punya sistem sendiri kemudian diupload.” ucapnya.

“Ketika kita lihat hasilnya, ternyata tidak berbeda jauh dengan Sirekap setelah diselesaikan di perhitungan manual. Menurut saya sebetulnya apa yang ada di Sirekap sama dengan perhitungan paralel yang lain, yang kedua sama dengan penghitungan manual juga.”

Ia juga menjawab pertanyaan hakim konstitusi lainnya, Enny Nurbaningsih, yang menanyakan tentang evolusi aplikasi pengitungan suara KPU.

“Mengenai evolusi. Jadi dulu Situng itu memang ada proses yang sangat panjang sehingga kemungkinan terjadinya human error tinggi, karena menyalin formulir, belum lagi mengentry,” kata Marsudi.

“Sirekap ini teman-teman ITB melakukan inovasi, tidak menggunakan manusia lagi tapi menggunakan OCR untuk membaca tulisan tangan menjadi data.”

Inilah yang menurutnya merupakan salah satu kelebihan dari Sirekap. Meski demikian, ia mengakui bahwa aplikasi tersebut memiliki kekurangan, yakni sistem konversi tulisan tangan ke angka.

“Kalau di lab saja belum 100 persen juga, baru 99 persen. Apalai di dunia nyata. Nah jadi ini yang mungkin di evolusi berikutnya teknologinya diperbaiki, ada validasi sebelum diposting dan sebagainya.”


 

Sebelumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menanyakan apakah pembahasan Sirekap pada sidang itu meributkan sesuatu yang sebetulnya tidak dipakai.

Awalnya, dalam pemaparan, Marsudi selaku ahli menjelaskan tentang aplikasi Sirekap yang digunakan oleh KPU sebagai alat bantu penghitungan suara.

Baca Juga: Saksi KPU soal Server Sirekap Disimpan di Luar Negeri: Tidak Benar!

“Saya begini tanya, yang dipakai sebagai dasar menurut ahli dan KPU betul yang manual dan berjenjang kan?” tanya Arief pada ahli.

“Kalau begitu kita sekarang ini apakah betul meributkan sesuatu yang sebetulnya nggak dipakai, tapi sudah terlanjur ada kecurigaan di antara kita, ada fitnah di antara kita.”



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x