Kompas TV nasional peristiwa

Kecam Kelangkaan Obat Pasien BPJS Kesehatan Pasca-Transplantasi Ginjal di RSCM, KPCDI Desak Menkes

Kompas.tv - 26 April 2024, 20:44 WIB
kecam-kelangkaan-obat-pasien-bpjs-kesehatan-pasca-transplantasi-ginjal-di-rscm-kpcdi-desak-menkes
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) bersama Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) melakukan aksi unjuk rasa di depan istana presiden menutut perbaikan layanan BPJS Kesehatan (9/18) (Sumber: kpcdi.org)
Penulis : Dian Nita | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pasien pasca-transplantasi ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan sedang berharap-harap cemas lantaran sudah beberapa bulan terjadi kelangkaan distribusi obat dari pihak rumah sakit.

Salah seorang pasien di RSCM, Achwan ( 50 tahun) menjelaskan pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan selalu terlambat mendapatkan obat. Bukannya membaik, pada April 2024, pasien sama sekali tidak mendapatkan obat.

“Bulan ini saya belum ada kabar sama sekali dari farmasi Kanigara RSCM untuk mengambil obat,” kata Achwan di Jakarta, Jumat (26/4/2024).

Berdasarkan hasil penelusuran Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), obat yang rutin kosong jenis Sandimmun, Certican, dan Myfortic.

Obat tersebut merupakan obat utama bagi pasien transplantasi organ, yang jika tidak dikonsumsi maka risiko terbesarnya adalah ginjal donor akan mengalami rijeksi atau penolakan.

Baca Juga: Korban Kecelakaan Ditanggung oleh BPJS Kesehatan, Catat Syaratnya|SINAU

Oleh karenanya, untuk mengatasi persoalan tersebut, kini para pasien mencari jalan ke luar masing-masing. Alih-alih tidak mengkonsumsi obat, para pasien di RSCM saling mencari pinjaman obat kepada sesama pasien pasca-transplantasi.

“Saya harus pinjam ke rekan sesama pasien transplan maupun beli dengan biaya cukup mahal sehingga sangat memberatkan saya. Saya berharap kelangkaan obat segera diatasi agar pasien tidak mengalami kecemasan secara psikologis,” ujar Achwan.

Namun, kini banyak pasien yang enggan meminjamkan obatnya karena stok untuk diri sendiri pun kian menipis dan takut obat selanjutnya tidak diberikan.

Hal itu diungkapkan oleh pasien lainnya, Salsa (27 tahun). Untuk mengakalinya, ia berusaha membeli obat secara mandiri dengan pengurangan dosis agar harganya lebih murah.

“Saya belum pernah stop minum obat, nggak berani karena ini obat imunosupresan untuk mempertahankan ginjal baru kita nggak diserang sama imun tubuh. Jadi jelas kalau nggak minum obat ini ginjal baru akan diserang dan fungsi ginjal baru pun turun,” jelas Salsa.

Baca Juga: Mengintip Cara Kerja KB Implan, Aman dan Murah Lewat BPJS

KPCDI Desak Menkes dan Direktur Utama RSCM

Ketua Umum KPCDI Tony Richard Samosir mengecam keras situasi berkelanjutan kelangkaan obat yang terjadi di RSCM yang telah berlangsung selama berbulan-bulan

Menurutnya, hal itu dapat menimbulkan ancaman serius terhadap pasien transplantasi dan berpotensi merusak kualitas hidup yang mereka harapkan pasca operasi.

“Untuk itu, kami mendesak Komisi IX DPR RI untuk secara proaktif memanggil Direktur Utama RSCM dan Menteri Kesehatan untuk menanggapi isu krisis obat ini dalam RDPU serta rapat kerja. Kami juga akan melaporkan persoalan ini secara paralel kepada Ombudsman” kata Tony.

Ia menjelaskan, ketiadaan obat imunosupresan bagi pasien transplantasi organ merupakan kondisi kritis yang dapat mengancam jiwa bagi pasien.

Penundaan dosis obat, kata Tony, juga bisa langsung berujung pada penolakan organ yang fatal. Kami menduga adanya kelalaian berlarut dari RSCM yang mempertaruhkan nyawa pasien tanpa solusi konkret.

Dalam hal ini, KPCDI mengaku telah menghubungi Kementerian Kesehatan, Direktur Utama RSCM dan BPJS Kesehatan melalui pesan singkat untuk mendesak penyelesaian masalah kelangkaan obat ini. Namun hingga saat ini belum ada kabar baik dari pihak terkait.

Lebih lanjut, KPCDI menuntut bahwa tidak ada lagi pembiaran kelangkaan obat untuk peserta BPJS Kesehatan karena kelalaian ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi pasien dan mempertaruhkan nyawa mereka. Tidak adanya obat ini adalah situasi yang tak dapat diterima dan harus segera diatasi untuk melindungi pasien.

Hal ini sejalan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di mana mengamanatkan setiap orang berhak atas kesehatan yang setinggi-tingginya, hidup sejahtera, lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu.


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x