Kompas TV regional jawa tengah dan diy

Saat Jemari Lentik Gadis Cilik Sabetkan Tokoh Wayang di Atas Panggung

Kompas.tv - 7 November 2023, 01:00 WIB
saat-jemari-lentik-gadis-cilik-sabetkan-tokoh-wayang-di-atas-panggung
Ni Clara Acintya Yufi (13), seorang dalang cilik sedang memainkan tokoh wayang di Festival Dalang Cilik dan Remaja, memperingati Hari Wayang Nasional, di Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (5/11/2023). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

SUKOHARJO, KOMPAS.TV – Puluhan anak dan remaja turut serta memeriahkan Festival Dalang Cilik dan Remaja di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dalam rangka peringatan Hari Wayang Nasional 2023.

Alunan suara gending Jawa dari perangkat gamelan di panggung terdengar jelas dari pengeras suara di beberapa sudut ruangan Gedung PKP Ngabeyan Kartasura Sukoharjo, Minggu (5/11/2023) pagi.

Seorang remaja putri berkebaya hitam duduk membelakangi para penabuh gamelan dan sinden di atas panggung.

Jemari mungilnya yang memegang cempurit atau gapit, tangkai yang digunakan untuk memegang wayang, bergerak lincah melakonkan tokoh wayang yang dipegangnya.

Di sisi kiri dalang remaja itu, sejumlah wayang tampak tertancap di tempatnya, sementara beberapa lainnya masih tergeletak di dekat kotak penyimpanan.

Cahaya lampu yang ada di panggung menyorot tepat ke layar di depan tempatnya duduk, menimbulkan bayangan hitam di kelir atau kain putih itu.

Sesekali Ni Dalang Clara Acintya Yufi, remaja putri berusia 13 tahun tersebut, menggerakkan jemari kakinya untuk membunyikan keprak, sejumlah lempengan logam yang digunakan sebagai bunyi-bunyian pengiring pada pertunjujan wayang.

Tak jarang ia melakukan monolog dengan suara yang berbeda, mengikuti karakter tokoh wayang yang dipegangnya.

Tiba-tiba ritme suara gamelan berubah menjadi lebih cepat, mengikuti gerakan wayang di tangan Clara yang sedang melakonkan peperangan.

Dua wayang itu saling bertubrukan, saling serang, hingga alah satu tokoh kalah. Ritme musik pun kembali melembut.

Ni Clara Acintya Yufi (13), seorang dalang cilik sedang memainkan tokoh wayang di Festival Dalang Cilik dan Remaja, memperingati Hari Wayang Nasional, di Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (5/11/2023). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

Clara merupakan satu dari sekitar 20 dalang cilik dan remaja yang tampil dalam festival wayang memperingati Hari Wayang Nasional 2023 yang digelar oleh Yayasan sang Pamarta Indonesia pada Sabtu (4/11) dan Minggu (5/11) akhir pekan lalu.

Seusai pementasan, siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Sukoharjo itu menceritakan awal mula dirinya tertarik mendalang.

“Awalnya itu cuma iseng, diajak ayah nonton festival dalang cilik di Sukoharjo, di dinas kabupaten,” tuturnya.

Suka Wayang Sejak Kelas 3 SD

Bibirnya kemudian menyunggingkan seutas senyum saat menceritakan awal dirinya tertarik pada wayang, khususnya mendalang.

Kala itu Clara merasa bahwa aktivitas mendalang yang dilakukan oleh anak-anak seusianya terebut sebagai sesuatu yang seru.

Sepulang dari menonton festival, Clara kecil yang masih duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar (SD) itu meminta izin pada sang ayah untuk belajar mendalang.

Namun, enam bulan pertama ia belum mau mendalang. Saat datang ke sanggar untuk berlatih, Clara lebih memilih untuk menonton rekan-rekannya.

Setelah memantapkan diri untuk mulai berlatih, Clara pun memulai aktivitanya belajar mendalang, dan untuk pertama kalinya ia melakonkan cerita Pendadaran Suko Limo.

“Pertama kali mendalang lakonnya Pendadaran Suko Limo. Kalau yang tadi Babad Alas Wonomarto.”

Beberapa waktu berselang, sang ayah yang mengikuti perkembangan Clara menilai anaknya sudah pantas untuk berkompetisi dalam lomba dalang cilik.

Ia pun mengikutkan Clara di sejumlah lomba atau festival, dan pada debut pertamanya, Clara berhasil meraih juara satu.

“Pertama kali ikut lomba di SKWL (Sedulur Keluarga Wartoyo Langgeng) Nusantara Boyolali, itu juara satu, alhamdulillah. Itu tahun 2022,” ucapnya.

Pada tahun 2023, Clara kembali meraih juara satu dalam lomba dalang cilik yang dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis UNS.

Lakon Babad Alas Wonomarto menjadi andalannya dalam mendalang. Dari kedua lomba tersebut, Clara membawakan cerita itu.

Siluet wayang yang dimainkan dalang cilik di Festival Dalang Cilik dan Remaja, memperingati Hari Wayang Nasional, di Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (5/11/2023). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

Mengenai kendala dalam berlatih, Clara mengaku tidak terlalu mengalaminya, termasuk berlatih karakter suara para tokoh wayang.

Hanya saja, ia mengakui bahwa dirinya sedikit lemah dalam memainkan sabetan saat cerita perang.

“Belajar lakonnya ya tergantung tingkat kesulitan, paling lama sekitar satu bulan. Kelemahanku di sabetan, di perangnya gitu.”

Baca Juga: Sambut Hari Wayang Sedunia, Pertunjukan 11 Dalang Cilik di Jember Ini Layaknya Profesional

Wahyudi, ayah Clara, menambahkan, awalnya sang anak menyatakan ingin belajar mendalang, ia mengira itu hanya keinginan sesaat, sebab menurutnya jarang ada anak perempuan yang minat pada pedalangan.

Ia pun tidak langsung mengiyakan ketika Clara meminta untuk belajar mendalang dan mendalami pewayangan.

“Waktu itu baru semesteran kelas 3, setelah itu dia minta dicarikan sanggar. Saya juga mikirnya kan ini paling-paling cuma sebentar senangnya, karena anak cewek. Tapi berganti bulan kok dia maih nanyain lagi.”

Saat kenaikan ke kelas empat SD, yang hampir bersamaan dengan pandemi Covid—19, Wahyudi pun mengabulkan keinginan sang anak.

Ia mendaftarkan Clara ke Sanggar Minimalis untuk mendalami pewayangan sekaligus belajar mendalang.

Selama enam bulan pertama, kata Wahyudi, ia hanya mengantarkan anak perempuan kecil yang Cuma menonton temannya berlatih mendalang.

“Ya udah selama enam bulan itu saya cuma ngantar irang lihat wayang. Mungkin dia kemudian lihat anak yang lebih kecil sudah bisa, akhirnya dia mau mencoba mendalang.”

“Akhirnya belajar bagaimana suaranya Bima, bagaimana suaranya Arjuna, bagaimana suara Sengkuni, itu kan harus pas,” tambahnya mengenang.

Sekitar setahun setelah berlatih, Clara pun mulai tampil. Dukungan sang ayah diwujudkan dengan mendaftarkannya di berbagai lomba.

Pendamping Clara dalam festival menyambut Hari Wayang 2023, Tikno, menjelaskan proses belajar yang dilakukan remaja itu.

Menurutnya, setiap anak yang baru mulai mempelajari pedalangan terkadang mengalami kesulitan, tapi mereka kemudian bisa mengatasi setelah banyak belajar.

Bahkan, biasanya calon dalang sudah hafal nama serta karakter sejumlah tokoh wayang sebelum mereka belajar mendalang.

“Kalau ngajarin tokoh itu biasanya sebelum belajar mendalang mereka sudah tahu dulu nama tokoh. Teknik pertama belajar mendalang itu biasanya pada cekelan wayang sama dodogan keprakan.”

Selanjutnya, para calon dalang tersebut harus mempelajari karawitan atau musik pengiring, seperti gamelan dan gending-gending.

Yang Harus Dipahami Dalang

Ki Dalang Wahyu Dunung Raharjo, Ketua Yayasan Sang Pamarta Indonesia sekaligus pelatih dalang cilik menjelaskan sejumlah hal yang perlu bahkan harus dipahami oleh para dalang.

Ia berpendapat menjadi dalang bukanlah profesi yang mudah, sebab seorang dalanh harus menguasai beberapa diiplin ilmu.

Seorang dalang cilik sedang memainkan tokoh wayang di Festival Dalang Cilik dan Remaja, memperingati Hari Wayang Nasional, di Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (5/11/2023). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

Pertama, kata dia, seorang dalang harus memahami ilmu vokal atau suara, termasuk nembang atau melantunkan lagu.

“Pertama adalah ilmu vokal atau suara. Jadi seorang dalang adalah seorang penyanyi yang baik, tidak boleh fals,” ucapnya.

Kedua, seorang dalang menurutnya merupakan  pemain teater yang baik. Sebab, dalang harus bisa memainkan karakter setiap wayang.

Dalam pewayangan ada ratusan nama dan tokoh dengan karakternya masing-masing. Dalang harus bisa menguasai maing-masing karakter-karakter itu.

“Ada yang jahat, ada yang baik, ada yang tegas, ada yang ragu-ragu. Dalang adalah seorang pemain watak yang baik.”

Hal lain yang harus dipahami oleh dalang adalah musikalitas yang tinggi, karena dalam pertunjukan wayang, seorang dalang bukan hanya memainkan wayang tetapi sekaligus menjadi konduktor dalam pertunjukan.

Melalui keprak, yaitu kepingan logam pengiring pertunjukan yang dimainkan dengan kaki  serta cempolo, yaitu alat yang digunakan untuk memukul kotak wayang sekaligus memberi perintah pada para pemain gamelan, ia menjadi pimpinan pertunjukan.

“Pemusik mengikuti dalang melalui ini, misalnya sandinya seperti ini musiknya harus ini, kalau sandinya begitu musiknya berhenti dan sebagainya. Jadi dalang haru menguasai ilmu karawitan,” jelasnya.

Kearusan menguasai beragam bidang itu menjadikan profesi dalang tidak mudah dilakukan dan tidak setiap orang mampu menjalankannya.

Mendalang juga memberikan sejumlah dampak positif bagi pelakunya, termasuk pada anak-anak yang mulai mempelajarinya.

Ki Dunung menyebut belajar menjadi dalang sebenarnya dapat menyiapkan si anak menjadi pemimpin di masa depan, sebab sebagai dalang ia belajar mengembangkan jiwa kepemimpinan.

“Dalanga adalah pemimpin panggung. Dia juga akan memiliki peraaan yang halus karena seni ini kan main rasa. Dia akan memahami watak banyak orang karena dia adalah pemaham karakter yang bagus.”

Tingkat kesulitan dalam belajar mendalang, menurut Ki Dunung, sangat tergantung pada kesukaan si anak.

Jika mereka menyukai wayang, sebenarnya tidak akan terlalu sulit belajar mendalang, terlebih jika mempelajarinya di maa emas pertumbuhan, akan lebih cepat memahami.

Sebagai seorang guru mendalang, Ki Dunung mengaku sempat beberapa kali terkejut melihat perkembangan anak didiknya yang notabene bukan keturunan dalang.

“Saya buka les dalang di rumah itu kaget dengan anak-anak yang bukan anak dalang, tapi karena suka, baru diajari sedikit mereka sudah bisa mengembangkan, karena mereka suka.”

Bagi orang yang tidak suka, menghafalkan tokoh wayang merupakan hal yang sulit, tetapi bagi mereka yang menyukai wayang, tidak akan sulit.

Ia kemudian menganalogikan dengan penyuka tokoh-tokoh anime.

Baca Juga: Keren! Perajin di Kediri Pakai Kantong Semen Sebagai Bahan Alternatif Wayang Kulit

“Misalnya tokoh One Piece ini, begitu juga dengan mendalang, kalau mereka suka akan mudah. Tantangannya sebenarnya adalah bagaimana membuat generasi muda suka kepada wayang,” tuturnya.

Oleh sebab itu,  dalam setiap event peringatan Hari Wayang Nasional yang dilaksanakan pihaknya sejak tahun 2019, Ki Dunung bukan hanya menggelar festival, melainkan juga sejumlah kegiatan lain.

Pada tahun ini misalnya, pihaknya menggelar karnaval hari wayang, kemudian ada cosplay wayang, flashmob wayang, yang bertujuan membuat anak-anak mengenal dan menyukai wayang.

Pada festival ini pihaknya juga mengumpulkan sanggar-sanggar yang ada di Solo Raya, kemudian menghubungkan mereka dengan warga yang berminat mengikutkan anaknya belajar mendalang.

“Misalnya di daerah ini ada sanggar ini, pelathnya ada bapak ini. Jadi event ini sekaligus juga untuk mempertemukan masyarakat dengan sanggar-sanggar kesenian yang melatih dalang cilik,”

Edukasi dan Pameran Wayang

Sejak awal pelaksanaan peringatan hari Wayang Nasional, Ki Dunung selaku penyelenggara memang mengambil tema yang mendekatkan generasi muda dengan wayang.

Salah satu kegiatan yang menjadi rangkaian peringatan Hari Wayang Nasional tahun ini adalah dengan menggelar pameran edukasi wayang di lokasi festival.

“Memang tema saya adalah lebih ke generasi, makanya kita bikin pameran edukasi wayang di lantai atas.”

Seorang anak pengunjung pameran wayang mencoba memainkan wayang bergambar Superman dan Ksatria Baja Hitam, di Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (5/11/2023). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

Di lantai dua gedung tersebut, beragam jenis wayang dipamerkan, mulai dari wayang kulit, wayang kayu, serta beberapa  tokoh wayang yang ‘tidak biasa’, seperti Superman, Ksatria Baja Hitam, bahkan ada wayang pahlawan seperti Ir Soekarno.

Sejumlah anak yang hadir dalam kegiatan tersebut terlihat mencoba memainkan atau sekadar memperhatikan tokoh wayang yang dipamerkan.

“Itu ada beragam jenis wayang di Indonesia kita pamerkan, kita kenalkan misalnya wayang Palembang, wayang Jawa Timur, wayang Jogja.”

“Misalnya ada Gatotkaca, sama-sama Gatotkaca tapi yang satu Jogja, yang satu Solo, satunya Jawa Timur, ada yang Cirebon, ternyata beda,” tambah Ki Dunung menjelaskan.

Kegiatan rutin tahunan tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2018 lalu.

“Sejak itu, tahun 2019 kita langsung menyikapi dengan membuat festival Hari Wayang Nasional.”

“Kegiatan ini didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebdayaan, Riset, dan Teknologi, melalui platform Dana Indonesiana, nama programnya adalah Failitasi Bidang Kebudayaan, Kegiatan Stimulan Ekpresi Budaya,” bebernya.

Mengenai puluhan dalang cilik dan ratusan pemain gamelan yang mengikuti kegiatan itu, Dunung menyebut mereka datang dari Solo Raya, yakni Surakarta, Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, dan sekitarnya.


 

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x