Jamaah Jumat rahimakumullah.
Sebagai konsekuensi dari prinsip kesetaraan manusia ini, semua manusia mempunyai hak yang sama untuk bukan sekadar hidup, tetapi untuk hidup terhormat, bermartabat, bersaudara, rukun, dan damai. Dalam Dokumen Persaudaraan Manusia—sebuah dokumen bersejarah yang ditandatangani pemimpin agama besar dunia di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019 yang lalu—disinggung bahwa nyawa dan jiwa manusia adalah suci dan terhormat, sehingga tidak ada manusia lain yang berhak membunuhnya tanpa alasan yang benar.
Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt.:
مِنْ أَجْلِ ذلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّه مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأنَّمَا أحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. (QS al-Ma’idah/5: 32).
Karena itu, sungguh sangat memilukan ketika ada orang yang dengan rasa tak bersalah menghabisi nyawa orang lain, bahkan kaum perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya, atas nama agama. Agama mana yang mengajarkan pemeluknya seperti itu? Apalagi agama Islam—yang menghargai tindakan seorang perempuan yang memberi makan kucing agar tidak mati kelaparan, dan menjadikan perbuatan itu sebagai penyebab dia masuk surga—tentu mustahil membenarkan pemeluknya merenggut nyawa manusia lain.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Kesetaraan manusia dalam pandangan Islam juga mengandung konsekuensi kesetaraan hak untuk menganut agama, keyakinan, pemikiran, dan budaya tertentu. Rasulullah saw. dengan tegas menjamin hak itu kepada orang-orang kafir yang tidak mau menerima Islam dengan mengatakan, “Lakum dinukum wa liya din.” Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.
Dalam konteks ini, Islam juga dengan tegas membedakan antara kebebasan beragama dan membenci atau bahkan menghina agama lain. Melecehkan agama lain, melecehkan rumah ibadah dan kitab suci agama lain, menghina kepercayaan orang lain, tidak termasuk dalam kebebasan yang dijamin oleh Islam. Meski kita berbeda agama dan keyakinan dengan orang lain, misalnya, kita tetap tidak boleh melecehkan keyakinan mereka. Kita tetap harus menghormati keyakinan mereka. Ini ditegaskan di dalam firman Allah Swt.:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ
Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa (dasar) pengetahuan. (QS al-An’am/6: 108).
Dalam sejarah peradaban Islam kita bisa menemukan betapa penerapan prinsip kebebasan beragama tanpa menghina dan melecehkan umat beragama lain itu telah menghasilkan sebuah bangsa yang bersaudara, maju, dan berperadaban. Disebutkan, misalnya, ada warga beragama Yahudi yang menyalin dan memperbanyak kitab suci Al-Qur’an, ada pula warga Kristiani yang menyalin dan memperbanyak kitab Tafsir Ath-Thabari. Mereka berbeda agama, tetapi bersaudara dan saling bekerja sama.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Pada masa sekarang ketika banyak orang tidak lagi peduli dengan nilai-nilai moral agama, ketika dorongan mencari kesenangan dan keuntungan duniawi melebihi dorongan untuk bekerja sama dan saling membantu, kita sangat perlu menghidupkan kembali kesadaran akan nilai-nilai luhur persaudaraan manusia seperti yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Kita menyadari bahwa kemajuan sains dan teknologi, termasuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu dahsyat, telah membantu mempermudah kehidupan kita. Komunikasi melalu surat-menyurat yang dahulu memerlukan waktu lama, kini dapat kita lakukan hanya dalam hitungan detik.
Akan tetapi, kemajuan itu ternyata dibarengi dengan kemerosotan moral yang mempengaruhi tindakan dunia internasional dan melemahnya nilai-nilai rohani dan rasa tanggung jawab. Hal itu kemudian melahirkan rasa frustrasi, keterasingan, dan keputusasaan yang membuat banyak orang jatuh ke dalam pusaran ekstremisme ateistik atau ke dalam ekstremisme agama, kekerasan, dan fanatisme buta yang pada akhirnya merugikan kita semua.
Kita perlu menghidupkan kembali nilai-nilai moral dan persaudaraan manusia. Perang yang masih terus berkecamuk di sana-sini itu mengisyaratkan bahwa kita, keluarga besar masyarakat dunia, masih jauh dari ajaran agama tentang persaudaraan manusia.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ. أقُولُ قَوْلِي هذا وَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Baca Juga: Naskah Khotbah Salat Jumat 19 Juli 2024, Tema Ciri-ciri Orang Munafik dan Balasannya Kelak
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.