Kompas TV tekno internet

NFT Bisa Laku Mahal, Bagaimana Potensi Pencucian Uang di Dalamnya?

Kompas.tv - 16 Januari 2022, 07:50 WIB
nft-bisa-laku-mahal-bagaimana-potensi-pencucian-uang-di-dalamnya
Ilustrasi. NFT termahal sepanjang tahun 2021. Berkembangnya NFT membuatnya berpotensi menjadi alat pencucian uang. (Sumber: Twitter/Cru9xe)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Non-fungible tokens alias NFT semakin sensasional belakangan ini. Popularitas NFT meroket seiring aset-aset sangat mahal yang berhasil terjual.

Di Indonesia, belakangan ini, keberhasilan Ghozali menjual aset koleksi swafoto membuat NFT semakin populer. Karya-karya Ghozali dilaporkan terjual hingga miliaran rupiah dalam bentuk mata uang kripto Ethereum.

Teknologi NFT sendiri menjanjikan berbagai keuntungan bagi kalangan seniman untuk menjual karya. NFT bahkan digadang-gadang sebagai “demokratisasi dunia seni”.

Pasalnya, melalui NFT, karya digital bisa dihargai keautentikannya sebagaimana karya di dunia nyata yang bisa diraba.

Baca Juga: Cerita Ghozali Everyday Raup Rp 1,5 M dari Foto Selfie NFT

Di lain sisi, NFT disebut bisa digunakan untuk pencucian uang. Tren aset-aset NFT yang terjual mahal pun semakin memfasilitasi modus kriminal tersebut.

Potensi NFT sebagai alat pencucian uang

Sebelum adanya NFT, perdagangan karya seni sudah dijadikan sebagai modus pencuian uang. Pasalnya, seni bersifat subjektif dan kerap diapresiasi dengan harga sangat mahal.

Aliran dana besar untuk karya seni pun memfasilitasi kriminal untuk mengelabui penegak hukum dalam pencucian uang.

Catherine Graffam, dosen seni di Universitas Lasell AS menyebut NFT saat ini sudah dipakai untuk mencuci uang. Bahkan, ia menyebut NFT punya keunggulan untuk mencuci uang dibanding jual-beli karya seni konvensional.

“Mungkin untuk lebih mudah mengalirkan uang kotor karena itu (NFT) terikat dalam mata uang terdesentralisas dan fakta bahwa tidak ada karya fisik yang perlu dipindahkan atau disimpan,” kata Graffam dikutip Coin Telegraph.

Baca Juga: Mengapa NFT Bisa Berharga Sangat Mahal hingga Triliunan Rupiah?

Senada dengan Graffam, Gou Wenjun, direktur monitoring anti-pencucian uang Bank Rakyat China, menyebut NFT bisa dengan mudah dimanfaatkan untuk mencuci uang.

“Hal-hal ini (aset digital) secara alami terisolasi dari dunia nyata dan punya interoperabilitas dengan tingkat tertentu, membuatnya sangat mudah dijadikan alat pencucian uang bagi kriminal,” kata Gou dikutip South China Morning Post.

China sendiri berupaya meregulasi aset digital untuk mencegahnya menjadi medium tindak kriminal. Menurut Gou, ada lebih dari 50 yuridiksi di China yang telah atau sedang menggodok kerangka regulasi bagi aset digital seperti NFT.

NFT: Antara demokratisasi dan alat kriminal

Menurut Allison Owen dan Isabella Chase, pengamat Royal United Services Institute, lembaga wadah pemikir asal Inggris Raya, janji demokratisasi NFT memang menggoda bagi kalangan seniman.

Melalui NFT, seniman tak perlu khawatir tak mendapatkan balas jasa walau karyanya diduplikasi secara bebas ribuan kali. Pasalnya, yang dibayar untuk aset NFT adalah berkas digital yang membuktikan orisinalitasnya.

Baca Juga: Melacak Kekayaan Arkeoastronomi Indonesia Lewat NFT

Berkas itu hanya ada satu dan tercatat dalam blockchain. Kendati satu karya disebarkan atau diduplikasi berulang kali, pemilik karya orisinal tetaplah hanya satu.

Hal tersebut sama-sama menguntungkan pihak seniman maupun kolektor. Pasalnya, melalui NFT, karya digital bisa dihargai kepemilikannya sebagaimana karya seni di dunia nyata.

Selain itu, NFT juga memungkinkan kontrak pintar yang memungkinkan royalti secara otomatis masuk ke dompet kreator ketika karyanya terjual kembali.

Menurut Owen dan Chase, agar pasar menjanjikan NFT tak digerogoti kriminal, regulasi untuk menekan risiko pencucian uang perlu diterapkan.

Mereka menyarankan prinsip know your customer (KYC) dan monitoring diterapkan sebagaimana di pasar karya seni tradisional.

“Pasar NFT wajib memastikan ada opsi untuk autentifikasi dua-faktor (2FA) untuk konsumen dan mengonfirmasi bahwa kebijakan keamanan siber diterapkan untuk melindunginya dari peretas oportunis,” tulis Owen dan Chase.

Interpol dan Europol sendiri pernah mengadakan konferensi yang membahas potensi kejahatan keuangan di pasar NFT dan mata uang kripto. Konferensi itu menghasilkan tujuh poin pendekatan yang disarankan kepada pihak-pihak terkait, yakni:

  1. Kerja sama internasional,
  2. Pemulihan aset virtual,
  3. Kerja sama sektor publik-swasta,
  4. Harmonisasi regulasi dan implementasi yang efektif,
  5. Pengembangan teknik dan teknologi investigasi,
  6. Pengembangan kapasitas; serta
  7. Pendekatan multidisiplin, termasuk melalui unit penegak hukum khusus.

Baca Juga: Bentuk Lain Kripto yang Digadang-gadang Lebih Berharga, Minat terhadap Aset NFT Semakin Meroket!

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x