Kompas TV advertorial

Menjelajah #DiIndonesiaAja : Ayo, Ke Labuan Bajo!

Kompas.tv - 29 Mei 2022, 17:20 WIB
menjelajah-diindonesiaaja-ayo-ke-labuan-bajo
Host merasakan pengalaman menginap di rumah adat Mbaru Niang khas Desa Wisata Wae Rebo, Labuan Bajo. (Sumber: Dok. Jalan-Jalan Kompas TV)
Penulis : Adv Team

Kedua, jangan lupa bawa jas hujan dan jaket karena cuaca yang tidak bisa diprediksi. Gunakan ransel atau tas yang nyaman dan kuat untuk membawa barang.

Anda bisa menggunakan jasa porter untuk membantu membawakan bawaan selama trekking.

Kemudian, pastikan stamina Anda tetap terjaga sampai tujuan. Sebagai tambahan, Anda bisa mempersiapkan perbekalan seperti makanan dan minuman untuk mengisi energi selama perjalanan.

Anda juga sebaiknya membawa baterai cadangan karena akses listrik di Wae Rebo sangat terbatas.

Listrik hanya dinyalakan dari pukul enam sore hingga sepuluh malam. Anda juga perlu membawa uang tunai secukupnya untuk bertransaksi di desa.

Sesampainya di pos terakhir, yakni pos keempat, ada aturan adat yang perlu ditaati. Kentongan harus dipukul sebagai tanda ada tamu yang datang.

Sebelum masuk ke desa ini pengunjung tetap wajib taat prokes, seperti pakai masker dan cuci tangan dahulu.

Wakil Ketua Lembaga Pelestarian Budaya Wae Rebo Wilhelmus Rupun memaparkan, sejak Wae Rebo masuk Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 jumlah wisatawan makin meningkat. Desa juga makin dikenal di tingkat nasional.

Masyarakat Desa Wae Rebo pun makin semangat dan antusias mengembangkan potensi desa sebagai desa wisata.

Makin meningkat pengunjungnya, makin berkembang pula perekonomiannya sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru.

Rumah Adat di Desa Wisata Wae Rebo

Mbaru Niang adalah rumah adat yang bisa Anda temukan di Desa Wisata Wae Rebo. Rumah adat ini berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi sekitar 15 meter.

Pada tingkat pertama ada ruang lutur sebagai tempat tinggal dan tempat kumpul keluarga. Di tingkat kedua ada loteng atau lobo sebagai tempat penyimpanan barang sehari-hari dan bahan makanan.

Tingkat ketiga yang disebut lentar digunakan untuk menyimpan benih tanaman pangan. Di lantai keempat ada lempa rae, sebuah ruang penyimpanan stok pangan untuk mengantisipasi jika terjadi kekeringan.

Di tingkat kelima atau hekang kode adalah tempat sesajian bagi para leluhur. Uniknya, atap rumah Mbaru Niang berukuran tinggi dan menjorok jauh ke bawah sehingga sekaligus berfungsi sebagai dinding rumah.

Baca Juga: Menikmati Keindahan Likupang, Hidden Gem #DiIndonesiaAja di Ujung Timur Sulawesi Utara

Mbaru Niang dikonstruksi dari bahan-bahan lokal, seperti ilalang dan ijuk. Bagian tiang dan papan lantai panggung terbuat dari kayu. Satu Mbaru Niang bisa ditinggali enam hingga delapan keluarga.

Keunikan lainnya bangunan Mbaru Niang selalu dijaga warganya secara turun temurun. Warga Wae Rebo sudah menghuni Mbaru Niang sejak sebelum abad ke-18. Namun, hingga saat ini jumlah Mbaru Niang tidak pernah bertambah atau berkurang, melainkan tetap berjumlah tujuh rumah.

Jumlah tujuh rumah bukan ditetapkan secara sembarangan. Jumlah tersebut mengandung arti penghormatan terhadap tujuh arah gunung yang ada di sini.

Warga meyakini ketujuh gunung itu berfungsi sebagai pelindung desa Wae Rebo.

Desa Wae Rebo memang masih sangat menjaga adat budayanya, seperti prosesi. Mbata adalah alunan musik tradisional untuk mengungkapkan makna kehidupan.

Ada yang berisi nasihat, perjuangan hidup, persahabatan, kegembiraan, hingga rasa syukur kepada Tuhan, alam, dan leluhur.

Musik ini biasanya dilaksanakan pada malam hari untuk mengisi kekosongan waktu. Selain itu music ini juga dimainkan saat upacara Penti alias syukur panen akhir tahun.

Mbata juga biasanya mengiringi lantunan lagu-lagu daerah untuk mengungkapkan rasa syukur. Rasa syukur tersebut antara lain atas berkat dari Sang Pencipta serta perlindungan dari leluhur  terhadap hasil panen padi, jagung, dan berbagai hasil bumi lainnya.

Berwisata belum lengkap rasanya kalau belum mencicipi makanan khas daerah. Desa Wae Rebo secara turun temurun memiliki sejumlah hidangan khas olahan rebung, seperti sayur rebung, perkedel rebung, dan telur bumbu rebung. 

Setelah lelah beraktivitas seharian, wisatawan dapat beristirahat di homestay yang terletak di salah satu Mbaru Niang khusus pengunjung.

Homestay ini telah menerapkan protokol kesehatan sesuai ketetapan pemerintah. Tarif menginap yang ditetapkan sebesar Rp 325 ribu per orang. 

Pemerintah lewat Kemenparekraf memberikan pelatihan mengelola homestay bagi warga desa. Karena itu, dari sisi fasilitas, pelayanan, dan prokes homestay telah sesuai standar.

Pagi harinya, wisatawan dapat mencoba pengalaman mandi di sumber mata air yang berasal dari pegunungan atau sosor. Anda tidak perlu khawatir karena tempat pria dan wanita di pemandian sosor sudah dipisah.

Mencoba Kopi Khas dan Aktivitas Menenun di Desa Wae Rebo

Kopi merupakan produk unggulan di Desa Wisata Wae Rebo. Tanaman kopi ditanam di ketinggian 1.500 kaki di atas permukaan laut sehingga kualitas kopi di sini sangat baik.

Selain mencicipi kopi wisatawan akan diperlihatkan cara memanen dengan memetik biji kopi robusta yang berwarna merah.

Setelah itu, wisatawan diajak melihat proses penjemuran, menggoreng biji kopi, hingga menggilingnya.

Kopi asli Wae Rebo yang sudah digiling siap disajikan. Cita rasa kopi di sini cenderung segar dan autentik karena tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida tanaman. Selain itu, budidaya sama pengolahan pasca panennya masih tradisional.

Petani di Wae Rebo meyakini penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat merusak tanah warisan leluhur. Selain ke wisatawan kopi Wae Rebo juga dijual ke pasar luar desa, bahkan sudah sampai ke Pulau Jawa.

Setelah mencicipi dan membeli kopi Wae Rebo, desa ini juga menawarkan produk kerajinan tangan berupa kain tenun dan anyaman.

Motif tenun Desa Wisata Wae Rebo pun berbeda dari daerah lainnya. Di desa ini kain tenunnya mayoritas bermotif manggarai atau menyerupai bunga serta memiliki warna lebih cerah.

Sementara itu, dari tangan terampil warga desa berbagai kerajinan anyaman dapat dijadikan oleh-oleh. Ada tas, dompet, hingga gelang cantik.

Kain tenun dan anyaman di Wae Rebo juga menjadi produk ekonomi kreatif selain kopi.

Berbagai produk ekonomi kreatif Wae Rebo dapat wisatawan lihat di satu etalase sehingga bisa bebas dipilih.

Uang hasil penjualan kerajinan asli desa digunakan warga untuk menyangga kebutuhan hidup warga desa.

Mulai dari membeli beras dan kebutuhan lain di pasar hingga menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan tinggi.

Karena itu, pembelian kopi, kain tenun, dan anyaman Wae Rebo dapat membantu mengembangkan usaha masyarakat setempat sekaligus membangkitkan ekonomi sekitar.

Yuk, dukung ekonomi kreatif dalam negeri dengan membeli dan menggunakan produk lokal!

Pengalaman Wisata Air Tak Terlupakan di Labuan Bajo

Agar jalan-jalan makin berkesan di Labuan Bajo Anda bisa mendatangi Pantai Waecicu. Untuk sampai di Pantai Waecicu wisatawan cuku berkendara sekitar empat menit saja dari kota Labuan Bajo.

Pantai ini memiliki pemandangan memesona dengan pasir putihnya yang membentang. Dalam sehari Anda bisa mencoba beragam aktivitas air seru di pantai ini, seperti snorkeling dan stand up paddle board.

Sebelum pengunjung menggunakan peralatan aktivitas air, pengelola akan menyemprotkan disinfektan agar aman dan nyaman.

Jika Anda memiliki peralatan snorkeling atau menyelam pribadi sebaiknya dibawa agar bisa langsung digunakan.

Keseruan jalan-jalan Rezha dan Steffy di Destinasi Wisata Super Prioritas #DiIndonesiaAja dari Kemenparekraf belum berakhir. Kira-kira minggu depan Rezha dan Steffy ke mana lagi, ya?

Selain terus nonton program Jalan-jalan, Anda juga bisa mengikuti kuis berhadiah merchandise menarik dari Kompas TV dan Kemeparekraf. Jawabannya dapat Anda simak di Jalan-Jalan episode 3 edisi Labuan Bajo.

Yuk, langsung saja kunjungi Instagram Kompas TV untuk memenangkan hadiahnya. Jangan lewatkan Jalan-Jalan #DiIndonesiaAja selanjutnya, yaitu episode Mandalika. Tonton terus Jalan-Jalan tiap hari Minggu pukul 10.30 WIB di Kompas TV.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x