> >

"Wadas seperti Desa Mati", Warga yang Kontra "Lari ke Luar Desa Hindari Intimidasi"

Bbc indonesia | 11 Februari 2022, 18:11 WIB
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Semarang Raya mengikuti aksi Kamisan Solidaritas Untuk Warga Wadas di depan Mapolda Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/2/2022). (Sumber: Antara via BBC Indonesia)

Bendungan Bener merupakan satu dari 201 proyek strategis nasional yang ditetapkan pemerintah pusat. Walau begitu, Wadas tidak termasuk desa yang akan ditenggelamkan saat bendungan itu beroperasi.

Namun dalam rencana pemerintah, kepemilikan lahan warga Wadas perlu diambil alih negara. Lahan itu akan dibuka menjadi pertambangan batu andesit--material utama pembangunan Bendungan Bener.

Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012, setiap orang dan badan hukum wajib melepaskan hak kepemilikan saat proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum berlangsung.

Pasal 5 dalam beleid itu menyatakan, pelepasan hak itu wajib dilakukan setelah pemberian ganti kerugian atau setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Dasar hukum ini kerap diacu pemerintah saat menjalankan proyek strategis nasional.

Meski pro-kontra pengadaan tanah untuk Bendungan Bener masih terus terjadi di Wadas, pemerintah mengatakan tidak akan menghentikan proyek ini.

"Tetap kami lanjutkan. Kalau kami lihat, manfaat bendungan ini sangat besar," kata Direktur Bendungan dan Danau di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Airlangga Mardjono, via pesan singkat.

Bagaimanapun, sejumlah kelompok hak asasi manusia mendesak pemerintah tidak mengintimidasi dan memaksa warga penolak proyek ini.

Merujuk kejadian sejak awal pekan ini, pengerahan aparat dalam jumlah masif hingga penangkapan yang tidak sesuai hukum acara pidana semestinya tidak dilakukan terhadap penentang proyek, kata Usman Hamid, Direktur Amnesty Internasional Indonesia.

"Keliru jika dikatakan masalah Wadas adalah konflik horizontal, yang benar adalah konflik vertikal antara warga dan negara," ujar Usman.

"Benar ada perbedaan pendapat di antara warga, tapi itu terjadi karena pemerintah terburu-buru memaksakan proyek strategis nasional tanpa partisipasi, konsultasi, dan persetujuan warga," ucapnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Rabu (09/02), menyebut tidak akan mengambil paksa lahan warga Wadas yang menolak proyek. Ganjar berkata, pihaknya akan mengajak warga untuk berdialog, salah satunya dengan perantaraan Komnas HAM.

"Kami sebenarnya menunggu-nunggu adanya pertemuan, sehingga kami bisa sampaikan, dan kami bisa jawab apa yang mereka tanyakan," ujar Ganjar.

Pendamping warga Wadas dari Yayasan Lembaga Hukum Indonesia, Zainal Arifin, berkata Ganjar pada Januari lalu pernah mengundang warga untuk berdialog. Namun selain mendadak, Ganjar tidak menyetujui permintaan agar rembukan itu digelar di Wadas.

Namun dialog pada tahap pelaksanaan proyek ini menurut Zainal akan sia-sia dan tetap tak menguntungan masyarakat.

"Seharusnya warga dilibatkan sejak awal, yaitu pada penyusunan Analisis Dampak Lingkungan. Proses itu dilewatkan pemerintah dan pelibatan warga hanya dimaknai dengan kehadiran kepala desa," kata Zainal.

"Semestinya proyek ini dikaji ulang karena ada persoalan normatif dan substansial," ucapnya.

Wandy Tuturoong, Tenaga Ahli di Kantor Staf Presiden, secara umum menyebut lembaganya selama ini selalu menindaklanjuti keluhan warga yang menolak proyek strategis nasional.

Upaya itu, kata Wandy, adalah salah satu cara melancarkan hambatan pelaksanaan proyek.

"Kami sering didatangi masyarakat di lokasi proyek bendungan atau jalan, katanya ada penggusuran. Kami bantu selesaikan masalah itu agar kepentingan semua pihak ditempatkan secara pas," ujarnya.

"Biasanya kami panggil kementerian atau BUMN terkait yang terlibat, kami pertemukan mereka," kata Wandy.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menyebut bahwa pembebasan tanah adalah hambatan terbesar proyek strategis nasional. Dia mengatakan itu pada rapat terbatas, 29 Mei 2020.

Sementara itu, progres pembangunan Bendungan Bener merupakan yang paling lamban dibandingkan proyek bendungan lain yang berstatus strategis nasional.

Keterangan itu dikatakan Koordinator Tim Infrastruktur Kedeputian I Kantor Staf Presiden, (KSP) Helson Siagian, dalam rapat koordinasi dengan otoritas di Purworejo, Februari 2021.

"Progres belum mencapai target semestinya padahal kontrak sudah dimulai sejak tahun 2018," ujarnya ketika itu.

*Ali Mukti, wartawan di Purworejo, berkontribusi untuk liputan ini

 

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU