> >

Indonesia Bisa Apa jika Kalah Gugatan di WTO soal Larangan Ekspor Bijih Nikel?

Ekonomi dan bisnis | 14 September 2022, 12:25 WIB
Ilustrasi - Indonesia tengah menghadapi gugatan Uni Eropa di WTO soal kebijakan larangan eskpor bijih nikel. (Sumber: Kontan.co.id)

JAKARTA , KOMPAS.TV – Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih menunggu hasil akhir dari sengketa larangan ekspor bijih nikel Indonesia yang masih berproses di Badan Perdagangan Dunia atau  World Trade Organization (WTO).

“Saat ini masih berproses di panel sengketa awal dan belum kelar. Prosesnya masih panjang sekali, Pemerintah akan upayakan yang terbaik dan maksimal untuk amankan agenda strategis nasional," kata Direktur Jenderal Perundingan Perjanjian Internasional, Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono, Minggu (11/9/2022) dikutip dari Kontan.co.id.

Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kemendag Nurgraheni Prasetya Hestuti juga menerangkan, pihaknya tengah menyiapkan strategi dalam antisipasi menghadapi keputusan panel, termasuk jika dinyatakan kalah.

"Apapun hasil akhirnya, kita punya beberapa opsi dan sampai saat ini masih kita bahas untuk mendapatkan pilihan strategi terbaik bagi Indonesia," katanya. Kabarnya, Indonesia berencana mengajukan banding jika kalah dalam gugatan Uni Eropa di WTO.

Dalam hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan, kemungkinan kekalahan ini tetap merugikan Indonesia. Entah itu dalam jangka pendek mengenai denda terkait sanksi, juga jangka panjang yang berkaitan dengan potensi investasi.

Baca Juga: Apa Kabar Hilirisasi Nikel Indonesia? Dilirik Elon Musk dan Sekarang Digugat Uni Eropa di WTO

Di samping itu, implementasi hasil guguatan WTO ini akan berkorelasi dengan dibukanya kembali kran ekspor bijih nikel Indonesia ke perusahaan di Uni Eropa.

Untuk mengurangi risiko tersebut, maka Bhima menyarankan hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, meningkatkan porsi investor domestik, khususnya badan usaha milik negara (BUMN) dalam menyerap bijih nikel untuk hilirisasi, sehingga cadangan bijih nikel yang tersedia untuk ekspor makin menipis.

Kedua, Indonesia bisa memberi insentif yang menarik bagi calon investor yang ingin merealisasikan investasi di ekosistem kendaraan listrik. Mengingat, gugatan di WTO ini berpotensi mempengaruhi ekosistem industri kendaraan listrik, karena progresnya bisa mundur ke belakang.

Dengan insentif tersebut, Bhima berharap tidak ada calon investor yang sampai melakukan pembatalan realisasi investasi.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU