> >

Kiai dan Mahaguru Politik Orang NU Itu Bernama KH Idham Chalid

Risalah | 24 April 2022, 04:55 WIB
Sosok muda KH Idham Chalid, mahaguru politik orang-orang NU yang berpengaruh hingga kini (Sumber: NU Online)

Untuk itulah, ia cukup dekat dengan Bung Karno dan bahkan dianggap terlalu dekat hingga kadang membuat umat kebingungan dengan zigzag politik yang ia bangun.

Saking besarnya pengaruh KH Idham Chalid, ia jadi terpilih jadi Ketum PBNU termuda dalam sejarah yakni pada usia 34 tahun. Ia terpilih dalam Muktamar ke-21 NU di Medan.

Selain itu, sejarah mencatat, ia juga menjadi Ketum PBNU terlama yang menjabat, yakni dari 1956-1984 atau selama 28 tahun. Pengganti setelahnya adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kelak akan jadi Presiden ke-4 RI.

Baca Juga: Syekh Ahmad Surkati: Dari Sudan Jadi Ulama Pembaharu Islam dan Mendirikan Al-Irsyad di Indonesia  

Filosofi Air dalam Berpolitik

Salah satu filosofi yang dipegang oleh KH Idham Chalid dalam berpolitik adalah soal air. Baginya, politik adalah urusan pengaruh. Terkait hal tersebut, maka harus bergerak dan tidak saklek hingga menjadikan air itu rusak karena tidak luwes.

Untuk itulah, ketika dalam masa revolusi, saat Bung Karno menelurkan konsep Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom) yang kontroversial dalam sejarah, ia justru mendukungnya. Padahal, banyak unsur Islam yang menolak karena menganggap menyamaratakan antara komunisme dan agama.

Bagi Idham Chalid sebaliknya, justru Islam -khususnya NU- harus masuk dalam sistem sebagai pembanding. Faktanya, memang demikian yang terjadi.

Selama masa periode Bung Karno memimpin, ia pernah menjabat posisi penting di pemerintahan, mulai dari Wakil Perdana Menteri pada 1956 hingga jabatan Menteri.

Setelah peristiwa 30 September yang menggulingkan Bung Karno, berubah dengan Orde Baru pimpinan Soeharto, Idham Chalid tetap bercokol di tepian kekuasaan, seperti menjadi anggota DPR-MPR hingga jadi penyeimbang pemerintah Orde Baru yang mulai berkuasa penuh atas Republik. 

Ia masih menjabat ketum PBNU dan secara politik tetap kuat, Soeharto tentu tidak mau ambil risiko menghadapi kekuatan politik yang besar itu. Ketika Soeharto membuat unifikasi partai pada 1971, ia adalah deklarator Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai penyeimbang PDI dan Golkar—bikinan Orde Baru.

Filosofi air membuat Idham Chalid terus bergerak dan itulah alasan, ia disebut guru politik -bahkan mahaguru politik orang-orang NU. Berpolitik dengan gagasan dan visi mempertahankan Republik, bukan sekadar kekuasaan pendek semata ataupun perkara finansial.

Kelak, orang-orang menyebutnya sebagai politik keumatan. Inspirasinya dari sosok KH Idham Chaid.

Selain di politik nasional, laiknya seorang ulama, ia juga berkiprah dalam masyarakat, khususnya lewat pendidikan dengan sejumlah pesantren dan sekolah.

Mahaguru Politik Itu Berpulang 

Bagi warga NU, ada dua jenis kiai. Satu adalah kiai pondok, yang mengurus pesantren dan kiai yang berpolitik. Jenis kedua ini identik dengan laku dari KH Idham Chalid, meskipun ia juga mengabdikan hidupnya mengembangkan pesantren.

Setelah mengabdikan hidupnya untuk umat, KH Idham Chalid pun berpulang pada 11 Juli 2010 di Kompleks Pondok Pesantren Yatim Piatu Darul Qur'an, Jalan Raya Puncak, Cisarua. Makamnya masih ramai diziarahi sampai sekarang, tidak hanya warga NU semata, tapi juga oleh banyak masyarakat. 

Bukti KH Idham Chalid bukan sekadar ulama-politisi semata, tapi juga kiai yang mengayomi umat.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV

Tag

TERBARU