> >

Gagal Restrukturisasi Utang, Pengadilan Perintahkan Likuidasi Raksasa Properti China Evergrande

Ekonomi dan bisnis | 29 Januari 2024, 13:45 WIB
Pengadilan Hong Kong hari Senin, (29/1/2024) memutuskan untuk memerintahkan likuidasi pengembang properti China Evergrande Group setelah gagal mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan krediturnya. (Sumber: Strait Times )

HONG KONG, KOMPAS.TV - Pengadilan Hong Kong hari Senin, (29/1/2024) memutuskan untuk memerintahkan likuidasi pengembang properti China Evergrande Group setelah gagal mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan krediturnya.

Hakim Linda Chan seperti laporan Associated Press, Senin, (29/1/2024) menyatakan langkah memerintahkan Evergrande untuk menghentikan operasinya adalah langkah yang tepat mengingat "kurangnya kemajuan perusahaan dalam menyajikan proposal restrukturisasi yang dapat diterima" serta situasi kebangkrutan Evergrande.

Perintah likuidasi ini berpotensi memberikan dampak serius pada sistem keuangan China, meskipun otoritas sedang berupaya mencegah penurunan nilai di pasar saham China.

Likuidasi Evergrande diperkirakan akan merongrong kepercayaan pada sektor properti China, yang anjlok akibat kesulitan pengembang memenuhi kewajiban usai terbitnya aturan keras terhadap pinjaman berlebih di sektor tersebut.

Pasar keuangan global diguncang oleh kekhawatiran bahwa Evergrande dapat menyebabkan gelombang kejut global. Namun, regulator China mengatakan risikonya dapat dikendalikan. Hanya beberapa miliar dolar utang Evergrande yang jatuh tempo kepada kreditur asing.

Evergrande berpotensi mengajukan banding terhadap putusan tersebut.

CEO Evergrande, Shawn Siu, mengatakan kepada media China, 21Jingji, bahwa perusahaan "sangat menyesal" atas perintah likuidasi tersebut. Ia menekankan perintah ini hanya memengaruhi unit China Evergrande yang terdaftar di Hong Kong.

Unit-unit domestik dan luar negeri dari grup ini adalah entitas hukum independen, ujar Siu, mengatakan Evergrande akan berusaha melanjutkan operasinya dengan lancar dan memberikan properti kepada pembeli.

"Jika terkena dampak, kami akan tetap berusaha untuk memastikan kemajuan yang lancar dari penyelesaian risiko dan pelepasan aset, dan kami akan tetap berusaha untuk memajukan semua pekerjaan secara adil dan sesuai dengan hukum," ucapnya.

Baca Juga: China Buka Akses Pinjaman bagi Pengembang Properti, Upaya Terbaru Akhiri Krisis Utang Berkepanjangan

Seorang perempuan melewati peta proyek pengembangan Evergrande di di Beijing pada 21 September 2021. Pengadilan Hong Kong hari Senin, (29/1/2024) memutuskan untuk memerintahkan likuidasi pengembang properti China Evergrande Group setelah gagal mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan krediturnya. (Sumber: AP Photo)

Evergrande sebelumnya mendapatkan penundaan pada bulan Desember setelah menyatakan sedang berupaya membangun rencana restrukturisasi utang baru, yang mencakup liabilitas senilai lebih dari $300 miliar.

Fergus Saurin, pengacara yang mewakili kelompok kreditur ad hoc, menyatakan hasil ini tidak mengejutkan. "Perusahaan (Evergrande) gagal berkomunikasi dengan kami, dan sejarah menunjukkan keterlibatan menit terakhir yang tidak membuahkan hasil," katanya.

Saurin menegaskan timnya telah berusaha dengan itikad baik dan kini Evergrande "hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri atas keputusan untuk dihentikan operasionalnya."

Hakim dijadwalkan akan memberikan alasan lebih lanjut mengenai perintah likuidasi ini dalam sidang pengadilan terpisah pada Senin sore.

Evergrande, pengembang properti dengan utang paling banyak di dunia, merupakan satu dari banyak perusahaan properti yang mengalami kesulitan ketika regulator China mengambil tindakan keras terhadap pinjaman berlebih di sektor properti.

Perusahaan ini pertama kali gagal memenuhi kewajibannya tahun 2021, tepat setahun setelah Beijing membatasi pinjaman kepada pengembang properti untuk meredam gelembung properti.

Belum jelas bagaimana perintah likuidasi ini akan memengaruhi operasi Evergrande yang luas di daratan China. Hong Kong, sebagai bekas koloni Inggris, memiliki sistem hukum yang terpisah, meskipun semakin dipengaruhi oleh China yang diperintah oleh rezim komunis.

Dalam beberapa kasus, pengadilan China daratan mengakui putusan kebangkrutan di Hong Kong, tetapi analis mengatakan kasus Evergrande menjadi semacam uji coba.

Baca Juga: Fakta-Fakta Krisis Evergrande China

Mata uang yuan China. Pengadilan Hong Kong hari Senin, (29/1/2024) memutuskan untuk memerintahkan likuidasi pengembang properti China Evergrande Group setelah gagal mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan krediturnya. (Sumber: Unsplash.com/Eric Prouzet)

Properti menjadi tulang punggung booming ekonomi China, namun pengembang meminjam secara besar-besaran ketika mereka mengubah kota menjadi belantara gedung apartemen dan perkantoran.

Hal ini membantu mendorong total utang korporat, pemerintah, dan rumah tangga menjadi setara lebih dari 300% output ekonomi tahunan, tinggi secara tidak lazim untuk negara berpendapatan menengah.

Pengembang lain, termasuk Country Garden, pengembang properti terbesar di China, juga mengalami masalah, dan situasi mereka merambat ke sistem keuangan di dalam dan di luar China.

Saham Evergrande yang terdaftar di Hong Kong anjlok hampir 21% sebelum dihentikan perdagangannya hari Senin. Indeks acuan Hang Seng naik 1% setelah keputusan tersebut, sementara saham perusahaan properti lainnya naik. Country Garden naik 2,9%, dan Sunac China Holdings melonjak 4%.

Dampak dari krisis properti juga memengaruhi industri perbankan bayangan China, lembaga yang memberikan layanan keuangan serupa dengan bank tetapi beroperasi di luar regulasi perbankan, seperti Zhongzhi Enterprise Group.

Zhongzhi, yang memberikan pinjaman besar kepada pengembang, mengatakan bahwa ia tidak likuid.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU