> >

Rachmat Gobel Pertanyakan Kebijakan Pemerintah Buka-Tutup Impor

Ekonomi dan bisnis | 21 Mei 2024, 02:00 WIB
Foto ilustrasi ekspor-impor. Truk mengangkut kontainer keluar dari Terminal Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (19/5/2024). (Sumber: KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang Rachmat Gobel mempertanyakan keputusan pemerintah yang menurutnya melakukan buka-tutup impor. Gobel menilai kebijakan pemerintah ini menimbulkan kesan ketidakpastian kepada investor. Hal tersebut disampaikan Gobel menanggapi revisi Permendag No 7 Tahun 2024.

Pemerintah merevisi aturan impor yang baru diterbitkan dua bulan dan berlaku sepekan.
Pada 10 Maret 2024, pemerintah mengatakan aturan impor melalui Permendag No 7 Tahun 2024. Peraturan ini merupakan perubahan kedua terhadap Permendag No 36 Tahun 2023 yang direvisi melalui Permendag No 3 Tahun 2024 dan mulai berlaku 6 Mei 2024.

Akan tetapi, pada 17 Mei, pemerintah merevisi Permendag No 7 Tahun 2024 melalui Permendag No 8 Tahun 2024. Permendag No 8 Tahun 2024 langsung berlaku pada hari disahkan.

Revisi peraturan tersebut menghapus persyaratan Pertek untuk sejumlah barang, yakni elektronika, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup. 
Pemerintah beralasan, revisi peraturan dilakukan karena terjadi penumpukan barang sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

“Kebijakan ini memberikan kesan tidak baik dan memberikan ketidakpastian terhadap investor asing maupun dalam negeri yang menanamkan investasinya di Indonesia. Hal ini sebetulnya sudah menjadi catatan investor sejak lama, karena aturan sering berubah-ubah. Padahal Indonesia sedang gencar-gencarnya mendorong peningkatan investasi dan mendorong ekspor," kata Gobel dalam rilis yang diterima KompasTV, Senin (20/5/2024).

Baca Juga: Pemerintah Lepas 30 Kontainer karena Relaksasi Impor, Masih ada 26.000 Kontainer Antre di Pelabuhan

Lebih lanjut, Gobel mengingatkan ekonomi dunia sedang menghadapi ketidakpastian akibat situasi geopolitik dan persaingan antarnegara dalam menarik investor.

“Jangan sampai kebijakan buka-tutup kebijakan impor ini menambah ketidakpastian tersebut. Akhirnya investor lebih memilih berinvestasi di India atau Vietnam. Ini kan ironis,” katanya.

Gobel menilai revisi kebijakan impor via Permendag No 8 Tahun 2024 tidak melindungi industri dalam negeri. Ia menilai revisi ini dilakukan karena tekanan importir.

“Pemerintah lebih peduli terhadap tekanan para importir. Semestinya, jika barang yang menumpuk itu tidak sesuai aturan Indonesia maka barang itu harus dikembalikan ke negara asalnya. Atau boleh masuk tapi dikenakan pajak yang besar dan bea masuk yang besar. Jadi bukan dengan mengubah aturannya, apalagi aturan itu baru diterbitkan,” katanya.

Padahal, lanjut Gobel, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengarahkan pengetatan impor dengan menambahkan syarat Pertek untuk melindungi produsen dalam negeri. Menurutnya, arahan ini disampaikan karena defisit neraca perdagangan yang besar.

Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel. (Sumber: dpr.go.id)

Gobel pun menyayangkan dicabutnya pengetatan impor untuk produk-produk yang justru merupakan hasil industri yang menyerap tenaga kerja yang besar dan sebagian bahkan diproduksi oleh industri berskala UMKM dan rumahan.

Lebih lanjut ia mengingatkan, serbuan impor dapat membuat sejumlah industri gulung tikar. Menurutnya, saat ini industri garmen, konvesksi, alas kaki, dan tekstil mengalami kemerosotan. 

“Makin banyak yang gulung tikar. Rakyat butuh pekerjaan dan butuh kesejahteraan. Impor itu sama dengan memberikan upah dan memberi makan pada rakyat dan buruh negara lain,” jelas dia.

Di lain sisi, Gobel menyorot sikap pemerintah yang tanpa ampun terhadap barang bawaan masyarakat yang baru bepergian dari luar negeri.

“Sekarang kan di sosmed lagi ramai soal ini. Ini bagus. Ini menunjukkan pemerintah punya aturan yang jelas dan tegas. Mereka bukan hanya dikenakan pajak yang besar tapi juga dikenakan denda yang besar jika tidak dideklarasikan. Mestinya negara juga harus jelas dan tegas terhadap pelaku besar. Jangan beraninya sama barang tentengan saja,” tambahnya.

Baca Juga: Sebut TikTok Masih Langgar Permendag, Menkop UKM Teten Masduki Minta Pisahkan Medsos dan e-Commerce

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU