Mengapa Orang Bunuh Diri dan Menyiarkannya di Media Sosial?
Lifestyle | 10 September 2021, 18:52 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Seorang pria menyiarkan aksi bunuh dirinya secara langsung di Jatinegara, Jakarta Timur, pada Kamis (2/9/2021). Aksi bunuh diri itu disiarkan secara langsung melalui media sosial TikTok.
“Aksi gantung diri itu pertama kali diketahui dari teman korban yang menonton live TikTok korban. Kita langsung datangi lokasi kejadian," kata Wakatim 1 Rajawali Polres Metro Jakarta Timur Bripka Markon Samuel Markon, dikutip dari Kompas.com.
Siaran langsung aksi bunuh diri merupakan “tren” mengkhawatirkan yang muncul beberapa tahun terakhir. Tidak hanya di Indonesia, sejumlah kasus dilaporkan terjadi di berbagai negara seperti Amerika Serikat, India dan Bangladesh.
Beberapa tahun belakangan, sejumlah media sosial memang memberikan akses mudah ke penggunanya untuk menyiarkan siaran langsung. Namun, pertanyaannya adalah mengapa orang yang melakukan aksi bunuh diri menyiarkannya di media sosial?
Sejumlah pakar kesehatan mental menyebut bahwa kemudahan media sosial membuatnya rawan menjadi platform menyiarkan aksi bunuh diri. Fakta bahwa seseorang yang merencanakan bunuh diri bisa menyiarkannya secara langsung amat mengkhawatirkan.
Baca Juga: Diduga Terjerat Pinjaman Online, Pegawai Rumah Sakit Bunuh Diri
Siaran semacam itu, selain fatal bagi pihak yang melakukan aksi bunuh diri, juga dapat memengaruhi orang yang menyaksikannya.
“Kita tidak banyak melihatnya [siaran langsung bunuh diri]. Namun ketika kita melihatnya, itu sangat mengganggu,” kata Direktur National Suicide Prevention Lifeline Amerika Serikat, John Draper kepada Chicago Tribune.
Sarah Dunn, direktur klinis Grady Nia Project, sebuah program pencegahan bunuh diri dari Rumah Sakit Grady Memorial, Atlanta, AS, mengatakan bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa orang menyiarkan langsung aksi bunuh diri. Kelompok usia yang paling rentan melakukannya adalah remaja dan dewasa awal.
Sebagian orang, khususnya yang pernah menjadi korban perundungan siber (cyberbullying), bisa jadi melakukannya sebagai wujud pembalasan atas perundungan yang menimpanya.
“Sepertinya terdapat kaitan antara apa yang terjadi di media sosial dan [siaran] bunuh diri di media sosial. Itu sering menjadi cara membalas rundungan,” lanjut Dunn.
Sejumlah ahli psikologi pun mengatakan bahwa aksi tersebut menjadi cara agar pihak yang bunuh diri terkenang. Sebagian lain melakukannya dengan harapan bahwa pemirsa akan mencoba untuk mencegahnya.
“Sulit untuk menentukan satu sebab khusus dan menunjuknya sebagai alasan mengapa orang-orang melakukan ini. Namun, saya pikir bila Anda terdorong untuk melakukannya di platform siaran langsung, salah satu alasannya adalah Anda ingin lebih banyak orang menjadi saksi,” kata Tanuja Babre, koordinator iCall India, sebuah konseling kesehatan mental, kepada The Swaddle.
Para ahli mengatakan bahwa kehidupan sosial yang terisolasi dapat menjadi faktor risiko bunuh diri bagi sebagian orang. Menyiarkan langsung aksi bunuh diri dapat menjadi upaya terakhir untuk terhubung ke kehidupan sosial dan diperhatikan.
Akan tetapi, alasan pasti mengapa siaran langsung bunuh diri terjadi tidak bisa dipastikan sepenuhnya. Menurut Katherine Ramsland, psikolog forensik AS, alasan aksi tersebut tidak bisa digeneralisasi.
“Bahkan jika seseorang meninggalkan catatan mengapa ia ingin mati, mereka cenderung tidak mengatakan mengapa mereka menyiarkannya secara publik. Jadi sulit untuk meneliti fenomena ini,” kata Ramsland.
Bunuh diri adalah isu mengkhawatirkan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), terdapat lebih dari 700.000 orang yang bunuh diri setiap tahunnya. Kebanyakan yang melakukannya berada di rentang usia 15-19 tahun.
Salah satu upaya mencegah bunuh diri adalah dengan meningkatkan cakupan layanan kesehatan mental. Sehingga, orang-orang tahu bahwa bantuan tersedia dan dapat diakses.
Para ahli juga menyatakan penting untuk mendestigmatisasi gangguan kesehatan mental. Hal ini demi memperbaiki bagaimana bunuh diri dibicarakan dan dilaporkan.
“Sangat penting untuk mendiskusikan hal ini [bunuh diri], tetapi bagaimana Anda mendiskusikannya tak kalah penting. Penting untuk kita tidak membuatnya sensasional. Penting untuk membicarakan isu ini dengan keseriusan dan berkata, ‘Ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Jika seseorang merasakan seperti ini [ingin bunuh diri], ada upaya yang bisa Anda lakukan,’” pungkas Babre.
Kontak bantuan
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri. Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/
Baca Juga: Pandemi Belum Usai, Psikiater Jelaskan Cara Menjaga Kesehatan Mental
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV