> >

Raja Belanda Umumkan Tidak Akan Gunakan Kereta Kuda Bergambar Budak Hindia Belanda dan Afrika

Kompas dunia | 14 Januari 2022, 05:05 WIB
Para pelayan berjalan di sepanjang Kereta Emas saat Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima tiba di Istana Noordeinde, setelah Raja secara resmi membuka tahun parlemen baru di Den Haag, Belanda, Selasa 17 September 2013. (Sumber: AP Photo/Peter Dejong, File)

DEN HAAG, KOMPAS.TV — Raja Belanda Willem-Alexander hari Kamis (13/1/2022) memutuskan untuk tidak menggunakan, setidaknya untuk saat ini, "kereta kuda keemasan" milik kerajaan, seperti dilansir Associated Press, Kamis (13/1/2022).

Kereta kuda, satu sisinya memuat lukisan yang menurut para kritikus mengagungkan masa lalu kolonial Belanda, termasuk perannya dalam perdagangan budak dunia.

Pengumuman tersebut merupakan pengakuan atas perdebatan sengit tentang kereta kuda tersebut saat Belanda menyelami sisi suram sejarahnya sebagai negara adidaya kolonial abad ke-17, termasuk para pedagang Belanda yang menghasilkan banyak uang dari budak dan perbudakan.

“Golden Carriage hanya akan dapat keluar kembali ketika Belanda siap, dan itu bukan saat ini,” kata Raja Willem-Alexander dalam pesan video.

Salah satu sisi kereta kuda itu dihiasi lukisan berjudul “Tribute from the Colonies” yang menggambarkan orang kulit hitam dan Hindia Belanda, salah satunya berlutut, menawarkan sesuatu kepada seorang wanita muda kulit putih yang melambangkan Belanda.

Kereta kuda itu saat ini dipajang di museum Amsterdam setelah restorasi yang panjang.

Di masa lalu kereta kuda tersebut digunakan untuk membawa raja-raja Belanda melalui jalan-jalan Den Haag ke Parlemen negara setiap bulan September.

Baca Juga: Kereta Kuda Indah Peninggalan Pompeii Jaman Romawi Ditemukan

Para pelayan berjalan di sepanjang Kereta Emas saat Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima tiba di Istana Noordeinde, setelah Raja secara resmi membuka tahun parlemen baru di Den Haag, Belanda, Selasa 17 September 2013. (Sumber: AP Photo/Peter Dejong, File)

"Tidak ada gunanya mengutuk dan mendiskualifikasi apa yang telah terjadi melalui lensa zaman kita," kata Raja Belanda, seraya menambahkan, “Melarang objek dan simbol bersejarah saja tentu juga bukan solusi. Sebaliknya, diperlukan upaya bersama yang lebih dalam dan memakan waktu lebih lama. Sebuah upaya yang menyatukan kita bukannya memisahkan kita.”

Aktivis antirasisme dan salah satu pendiri The Black Archives di Amsterdam, Mitchell Esajas, menyebut pernyataan raja sebagai "pertanda baik," tetapi juga "minimal" yang bisa dikatakan raja.

"Dia mengatakan masa lalu tidak boleh dilihat dari perspektif dan nilai-nilai masa kini ... dan saya pikir itu keliru karena juga dalam konteks sejarah perbudakan dapat dilihat sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan sistem kekerasan," katanya. "Saya pikir argumen itu sering digunakan sebagai alasan untuk memoles sejarah kekerasannya."

Belanda, bersama dengan banyak negara lain, meninjau kembali sejarah kolonialnya dalam proses yang didorong oleh gerakan Black Lives Matter yang melanda dunia setelah kematian pria kulit hitam George Floyd di Amerika Serikat.

Tahun lalu, museum nasional negara itu, Rijksmuseum, mengadakan pameran besar yang mengambil pandangan tegas pada peran negara dalam perdagangan budak, dan Wali Kota Amsterdam Femke Halsema meminta maaf atas keterlibatan ekstensif mantan gubernur ibu kota Belanda dalam perdagangan budak di masa kolonial.

Halsema mengatakan, "Dia ingin mengukir ketidakadilan besar perbudakan kolonial ke dalam identitas kota kami.”

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Associated Press


TERBARU