> >

Bukan Hanya Rusia-Ukraina, Jokowi Perlu Diplomasi ke China, NATO, dan PBB untuk Damaikan Dunia

Krisis rusia ukraina | 30 Juni 2022, 11:41 WIB
Presiden Jokowi berbincang dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di sela forum KTT G7 di Kastil Elmau, negara bagian Bayern, Jerman, Senin (27/6/2022). (Sumber: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini menilai, Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi perlu melanjutkan diplomasi perdamaian ke berbagai pihak.

Hal itu disampaikan melalui keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV pada Kamis (30/6/2022). 

Didik menyebut Jokowi setidaknya mesti berdiplomasi ke China, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dan Pakta Pertahanan Atantik Utara (NATO).

"Setelah bertemu Presiden Putin, misi perdamaian ini perlu dilanjutkan dalam kunjungan ke negara-negara besar di dalam G-20 sendiri, utamanya China, yang sekarang tetap menahan diri," kata Didik.

"Jokowi juga perlu hadir berpidato di forum PBB untuk menyuarakan perdamaian dunia. Para menterinya perlu mempersiapkan panggung jika momentum kunjungan ini mendapat sambutan yang baik dari kedua belah pihak (Ukraina dan Rusia -red)," lanjutnya.

Baca Juga: Misi Perdamaian Jokowi dan Dampak Perang Rusia Ukraina bagi Indonesia

Didik menilai Presidensi G20 yang dipegang Indonesia tahun ini memberikan posisi strategis bagi Jokowi untuk unjuk peran. 

Kelompok G20, bagi Didik, lebih penting ketimbang PBB yang menurutnya, "berisi gangster dengan watak menguasai, mendominasi dan bahkan jika bisa meniadakan eksistensi negara tertentu."

Adapun hal yang tak kalah penting bagi Rektor Universitas Paramadina itu adalah Jokowi mesti berdiplomasi ke NATO yang dianggap sebagai sumber masalah.

NATO dianggap aneh karena di tengah krisis ekonomi akibat pandemi, aliansi militer itu justru melebarkan sayapnya ke Eropa, hal yang membuat Putin murka.

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU