> >

Media Inggris Ungkap Fakta Baru Tragedi Kanjuruhan, Hanya Ada 4 Petugas Medis di Lapangan

Kompas dunia | 10 Oktober 2022, 11:54 WIB
Kondisi tribun penonton disesaki gas air mata yang ditembakkan polisi usai laga Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. (Sumber: Tangkapan layar/Istimewa)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Media Inggris mengungkapkan sebuah fakta baru saat kerusuhan Kanjuruhan hanya ada 4 paramedis yang bersiap di lapangan.

Kerusuhan di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022), menyebabkan 131 orang tewas, dan sekitar 40 di antaranya adalah anak-anak.

Tragedi tersebut terjadi usai Arema FC dikalahkan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3.

Media Inggris, The Guardian, mengungkapkan, menurut Kepala Kantor Kesehatan Lokal hanya ada empat petugas medis di dalam lapangan.

Baca Juga: Kim Jong-Un Ungkap Uji Coba Rudal Korea Utara sebagai Pesan Kuat Mencegah Perang

Sedangkan 12 petugas medis lainnya berada di luar stadion.

Menurut Kepala Kantor Kesehatan Umum Malang, Wiyanto Wijoyo, hanya jumlah tersebut yang disediakan di dalam lapangan, karena laga tersebut tak dikhawatirkan berisiko tinggi.

Pasalnya, hanya pendukung tim tuan rumah Arema FC, yang hadir pada pertandingan tersebut.

“Kami memperkirakan bahwa pertandingan ini aman dan tak berbahaya. Insiden yang terjadi pada 1 Oktober, murni di luar prediksi kami,” katanya dikutip The Guradian, Minggu (9/11/2022).

 

Wiyanto mengatakan jumlah ambulans yang siaga pada pertandingan tergantung dari permintaan panitia Liga Indonesia Baru (LIB).

Seperti diungkapkan The Guardian, Wiyanto mengatakan petugas medis menghadapi kesulitan untuk masuk ke stadion.

Hal itu juga dikarenakan situasi kacau di jalan-jalan sekitarnya, yang penuh sesak dengan lalu lintas, memperlambat kendaraan darurat.

Kekacauan melanda stadion setelah invasi lapangan oleh para pendukung, yang membuat polisi menembakkan gas air mata.

Baca Juga: Media Dunia Terus Soroti Tragedi Kanjuruhan, Tuturkan Kisah Pilu Mereka yang Kehilangan Anaknya

Menurut saksi, para polisi itu menembakkan gas air mata ke tribun penonton tanpa peringatan.

Penggunaan gas air mata di dalam stadion, sangat bertentangan dengan pedoman FIFA.

Hal itu kemudian menyebabkan kepanikan, yang membuat orang-orang ingin segera keluar dari stadion.

Keterlambatan membuka gerbang stadion juga berkontribusi terhadap tragedi yang disebut paling berdarah di sepak bola Indonesia itu.

Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : The Guardian


TERBARU