> >

Petani Thailand Menyesal Bertani Ganja karena Harga Anjlok, Pilih Kembali Berkebun Semangka

Kompas dunia | 30 April 2023, 13:00 WIB
Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. Harga pasaran ganja di Thailand sekarang 500 baht atau 210 ribu rupiah hingga paling mahal 2.000 baht atau 800 ribuan rupiah per kg untuk kualitas paling mantap. (Sumber: Kompas.com)

Namun, perubahan hukum memicu lebih dari 1,38 juta petani masuk ke industri tersebut, dan akibatnya, harga pasar sekarang 500 baht atau 210 ribu rupiah hingga paling mahal 2.000 baht atau 800 ribuan rupiah per kg untuk kualitas paling mantap.

"Kami tidak bisa mendapatkan keuntungan. Jadi kami memutuskan untuk menunggu sampai harga menjadi lebih baik," kata Dr. Banchob yang punya sekitar 36kg ganja kering, dibungkus kedap udara dan disimpan di gudangnya. Ganja mantap ini bisa disimpan selama enam bulan.

Daya tarik industri ganja lokal tidak hanya meredup bagi para petani.

Usaha di Toko Ganja RG 420 di sepanjang Jalan Khaosan yang terkenal di kalangan turis di Bangkok anjlok lebih dari 80 persen sejak dibuka tahun lalu, kata salah seorang pemiliknya, Ong-ard Panyachatiraksa, "Dengan begitu banyak toko ganja di sepanjang jalan, mungkin terlihat seperti permintaan tinggi, tetapi sebenarnya tidak."

Baca Juga: Apotek Pertama yang Jual Ganja untuk Rekreasi Dibuka di New York, Antrean Pembeli Mengular

Sandwich ganja. Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. (Sumber: REUTERS/Jorge Silva)

Ribuan penjual eceran ganja dan bisnis serta produk terkait ganja muncul bagai jamur ajaib di musim hujan setelah aturan itu dilonggarkan.

Namun, ledakan awal ini, yang menyebabkan antrian panjang di luar toko-toko, kini hilang, terutama setelah otoritas mengeluarkan dan mencabut perintah penangkapan pada hari yang sama terhadap penjual ganja eceran, serta kurangnya kejelasan yang mempengaruhi bisnis.

"Bahkan wisatawan yang tertarik mencoba telah menjadi waspada karena khawatir melanggar hukum," kata Pak Ong-ard.

Sementara perusahaan-perusahaan besar seperti Charoen Pokphand Group Thailand dan perusahaan internasional lainnya berinvestasi dalam produk ganja konsumen, pertanian, dan farmasi, kurangnya legislasi yang jelas dalam mengatur budidaya dan penggunaan ganja merusak pertumbuhan potensial industri tersebut.

"Industri besar berada dalam dilema, ada banyak diskusi dari klien luar negeri tentang apakah ini waktu yang tepat untuk memasuki industri ganja Thailand ketika hukumnya belum stabil," kata Dr. Atthachai Homhuan, direktur urusan regulasi di firma hukum dan konsultasi Tilleke dan Gibbins.

Selain itu, permintaan produk ganja medis di luar negeri tidak berkembang secepat yang diharapkan, kata Dr. Atthachai.

Baca Juga: Jerman Legalkan Pembelian dan Kepemilikan Ganja hingga 30 Gram, Ini Tujuannya

Ganja Jamaika. Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. (Sumber: AP Photo/David McFadden, File)

"Permintaan luar negeri tidak tinggi, karena ganja dalam berbagai bentuk sebagian besar ilegal di wilayah tersebut. Dan permintaan domestik tidak cukup (untuk mengatasi pasokan berlebih)."

Masa depan industri ganja Thailand kini tergantung pada pemilu 14 Mei, di tengah kekhawatiran masyarakat atas mudahnya akses anak-anak ke ganja dan kritik terhadap celah hukum yang memungkinkan penggunaan rekreasi, kata Dr. Attachai.

Pemerintah berikutnya diharapkan dapat melewati Rancangan Undang-Undang Ganja untuk menutup celah hukum, tetapi ada juga kemungkinan mereka dapat membuat ganja kembali masuk ke daftar narkotika.

Bagi petani ganja kecil yang tidak melihat keuntungan yang dijanjikan, Dr. Attachai mengatakan akan membutuhkan waktu sebelum mereka mendapat keuntungan dan seharusnya fokus pada meningkatkan hasil lain untuk pendapatan yang lebih berkelanjutan.

Petani Nakhon Phanom, Panadda Bupasiri, sedang melakukan itu. Ketika musim tanam ganja datang lagi pada bulan September, perempuan berusia 40 tahun itu memutuskan untuk tidak menghabiskan waktu dan lahan sebanyak yang dia lakukan sebelumnya untuk menanam tanaman itu.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Straits Times


TERBARU