> >

Petani Thailand Menyesal Bertani Ganja karena Harga Anjlok, Pilih Kembali Berkebun Semangka

Kompas dunia | 30 April 2023, 13:00 WIB
Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. Harga pasaran ganja di Thailand sekarang 500 baht atau 210 ribu rupiah hingga paling mahal 2.000 baht atau 800 ribuan rupiah per kg untuk kualitas paling mantap. (Sumber: Kompas.com)

NAKHON PHANOM, KOMPAS.TV - Ketika Thailand melegalkan ganja untuk penggunaan medis pada bulan Juni tahun lalu, ribuan orang berlomba untuk mengklaim hak mereka untuk melakukan budidaya ganja, termasuk petani kecil Tukta Sinnin.

Seperti laporan Straits Times, Minggu, (30/4/2023), perempuan berusia 43 tahun itu mengeluarkan hampir 500.000 baht atau setara 217 juta rupiah untuk menanam lebih dari 400 batang pohon ganja di kebunnya di Nakhon Phanom, provinsi di timur laut Thailang yang dilintasi Sungai Mekong.

Hampir setahun kemudian, Tukta belum menjual tanaman ganja sebatangpun, apalagi meraup untung.

"Saya sangat kecewa. Kami kehilangan uang. Tidak ada yang mau membeli panen kami," katanya kepada The Straits Times. "Ini bukanlah tanaman (penghasil) uang."

Dengan pasar ganja medis lokal diperkirakan bernilai sekitar 43 miliar baht atau 18,6 triliun rupiah tahun 2025, langkah Thailand mencabut status ganja sebagai narkotika tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional, tetapi juga untuk membantu usaha kecil dan menengah serta petani di pedesaan agar bisa menghasilkan pendapatan tambahan.

Menteri Kesehatan Anutin Charnviraku, yang Partainya, Bhumjaithai, memperjuangkan legalisasi ganja medis, bahkan mengatakan ia ingin menjadikan provinsi Nakhon Phanom sebagai "Kota Ganja" untuk meningkatkan perekonomian dan daya tarik pariwisata.

Baca Juga: Izinkan Cicit Bawa Mentega Berisi Ganja untuk Bikin Muffin di Sekolah, Nenek Terancam Penjara

Dr. Banchob Promsa, penyuluh petani ganja di Thailand. Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. (Sumber: Straits Times)

Dengan potensi pendapatan, petani seperti Tukta mengalihkan lahan dan sumber daya dari tanaman padi atau karet mereka, untuk memulai ladang ganja di luar ruangan.

Sejumlah petani bahkan berinvestasi membangun rumah kaca untuk budidaya ganja, kata pemimpin Cannabis Community Enterprise Network Nakhon Phanom, Banchob Promsa.

"Tetapi ketika panen siap, kami tidak bisa menjualnya," katanya.

Dr. Banchob, yang dulunya menjabat sebagai kepala rumah sakit provinsi, adalah pelopor pertanian ganja di Nakhon Phanom.

Ia mendapat persetujuan untuk menanam tanaman itu tak lama setelah Thailand tahun 2019 pertama kali mengizinkan penggunaan terbatas ganja untuk tujuan medis. Saat ini, ia memimpin sebuah pertanian kolektif berkekuatan sekitar 200 petani.

Tahun lalu, mereka menandatangani perjanjian bisnis dengan pihak ketiga, yang menjanjikan petani akan menghasilkan 5.000 baht hingga 30.000 baht untuk setiap kilogram bunga ganja kering, tergantung kualitasnya.

Baca Juga: Penelitian di AS Ungkap Penggunaan Ganja Setiap Hari Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung

Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. (Sumber: Straits Times)

Namun, pihak ketiga tidak dapat menemukan pembeli yang bersedia menyamai harga tersebut, kata Dr. Banchob, menambahkan bahwa harga grosir bunga kering turun drastis.

Sebelum Juni 2022, kuncup ganja kering dijual seharga sekitar 5.000 baht atau 2,1 juta rupiah hingga 7.500 baht atau setara 3,2 juta rupiah per kilogram tergantung kualitasnya.

Namun, perubahan hukum memicu lebih dari 1,38 juta petani masuk ke industri tersebut, dan akibatnya, harga pasar sekarang 500 baht atau 210 ribu rupiah hingga paling mahal 2.000 baht atau 800 ribuan rupiah per kg untuk kualitas paling mantap.

"Kami tidak bisa mendapatkan keuntungan. Jadi kami memutuskan untuk menunggu sampai harga menjadi lebih baik," kata Dr. Banchob yang punya sekitar 36kg ganja kering, dibungkus kedap udara dan disimpan di gudangnya. Ganja mantap ini bisa disimpan selama enam bulan.

Daya tarik industri ganja lokal tidak hanya meredup bagi para petani.

Usaha di Toko Ganja RG 420 di sepanjang Jalan Khaosan yang terkenal di kalangan turis di Bangkok anjlok lebih dari 80 persen sejak dibuka tahun lalu, kata salah seorang pemiliknya, Ong-ard Panyachatiraksa, "Dengan begitu banyak toko ganja di sepanjang jalan, mungkin terlihat seperti permintaan tinggi, tetapi sebenarnya tidak."

Baca Juga: Apotek Pertama yang Jual Ganja untuk Rekreasi Dibuka di New York, Antrean Pembeli Mengular

Sandwich ganja. Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. (Sumber: REUTERS/Jorge Silva)

Ribuan penjual eceran ganja dan bisnis serta produk terkait ganja muncul bagai jamur ajaib di musim hujan setelah aturan itu dilonggarkan.

Namun, ledakan awal ini, yang menyebabkan antrian panjang di luar toko-toko, kini hilang, terutama setelah otoritas mengeluarkan dan mencabut perintah penangkapan pada hari yang sama terhadap penjual ganja eceran, serta kurangnya kejelasan yang mempengaruhi bisnis.

"Bahkan wisatawan yang tertarik mencoba telah menjadi waspada karena khawatir melanggar hukum," kata Pak Ong-ard.

Sementara perusahaan-perusahaan besar seperti Charoen Pokphand Group Thailand dan perusahaan internasional lainnya berinvestasi dalam produk ganja konsumen, pertanian, dan farmasi, kurangnya legislasi yang jelas dalam mengatur budidaya dan penggunaan ganja merusak pertumbuhan potensial industri tersebut.

"Industri besar berada dalam dilema, ada banyak diskusi dari klien luar negeri tentang apakah ini waktu yang tepat untuk memasuki industri ganja Thailand ketika hukumnya belum stabil," kata Dr. Atthachai Homhuan, direktur urusan regulasi di firma hukum dan konsultasi Tilleke dan Gibbins.

Selain itu, permintaan produk ganja medis di luar negeri tidak berkembang secepat yang diharapkan, kata Dr. Atthachai.

Baca Juga: Jerman Legalkan Pembelian dan Kepemilikan Ganja hingga 30 Gram, Ini Tujuannya

Ganja Jamaika. Kebijakan ganja di Thailand membuat ribuan petani mendadak bertanam ganja, membuat pasar dipenuhi produk ganja sehingga harga anjlok dan petani tidak mendapat untung. (Sumber: AP Photo/David McFadden, File)

"Permintaan luar negeri tidak tinggi, karena ganja dalam berbagai bentuk sebagian besar ilegal di wilayah tersebut. Dan permintaan domestik tidak cukup (untuk mengatasi pasokan berlebih)."

Masa depan industri ganja Thailand kini tergantung pada pemilu 14 Mei, di tengah kekhawatiran masyarakat atas mudahnya akses anak-anak ke ganja dan kritik terhadap celah hukum yang memungkinkan penggunaan rekreasi, kata Dr. Attachai.

Pemerintah berikutnya diharapkan dapat melewati Rancangan Undang-Undang Ganja untuk menutup celah hukum, tetapi ada juga kemungkinan mereka dapat membuat ganja kembali masuk ke daftar narkotika.

Bagi petani ganja kecil yang tidak melihat keuntungan yang dijanjikan, Dr. Attachai mengatakan akan membutuhkan waktu sebelum mereka mendapat keuntungan dan seharusnya fokus pada meningkatkan hasil lain untuk pendapatan yang lebih berkelanjutan.

Petani Nakhon Phanom, Panadda Bupasiri, sedang melakukan itu. Ketika musim tanam ganja datang lagi pada bulan September, perempuan berusia 40 tahun itu memutuskan untuk tidak menghabiskan waktu dan lahan sebanyak yang dia lakukan sebelumnya untuk menanam tanaman itu.

Dia mengatakan, “Kami akan kembali menanam semangka.”

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Straits Times


TERBARU