Mahkamah Internasional Tolak Permohonan Darurat Afrika Selatan untuk Lindungi Rafah dari Israel
Kompas dunia | 17 Februari 2024, 19:00 WIBDEN HAAG, KOMPAS.TV - Mahkamah Internasional ICJ memutuskan Israel harus menghormati dan melaksanakan langkah-langkah dalam putusan akhir Januari, Jumat (16/2/2024). Oleh karena itu, permintaan Afrika Selatan untuk memberlakukan langkah-langkah mendesak guna melindungi Rafah di Jalur Gaza ditolak karena dianggap tidak diperlukan.
Mahkamah Internasional mencatat perkembangan terbaru di Jalur Gaza, khususnya di Rafah, akan secara eksponensial meningkatkan apa yang sudah menjadi mimpi buruk kemanusiaan dengan konsekuensi regional yang tidak terhitung," sebagaimana disampaikan oleh Sekjen PBB pada 7 Februari 2024.
Situasi berbahaya ini menuntut penerapan segera dan efektif dari langkah-langkah sementara yang diindikasikan oleh Mahkamah dalam perintahnya pada 26 Januari 2024, yang berlaku di seluruh Jalur Gaza, termasuk di Rafah, dan tidak memerlukan indikasi langkah-langkah sementara tambahan.
Mahkamah menekankan Israel tetap terikat untuk sepenuhnya mematuhi kewajibannya sesuai Konvensi Genosida dan Perintah tersebut, termasuk dengan memastikan keselamatan dan keamanan bagi warga Palestina di Jalur Gaza.
Israel mengidentifikasi Rafah sebagai benteng terakhir Hamas di Gaza dan berjanji untuk melanjutkan serangannya di sana. Sekitar 1,4 juta warga Palestina, lebih dari setengah populasi Gaza, telah berkumpul di kota itu, sebagian besar dari mereka adalah pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran di tempat lain di Gaza.
Israel mengatakan akan mengevakuasi warga sipil sebelum menyerang, meskipun pejabat bantuan internasional mengatakan bahwa tidak ada tempat untuk pergi karena kerusakan besar yang ditinggalkan oleh serangan tersebut.
Baca Juga: Afrika Selatan Mengajukan Permohonan Mendesak ke Mahkamah Internasional Mengenai Serangan ke Rafah
Afrika Selatan mengumumkan pada hari Selasa bahwa mereka telah mengajukan "permintaan mendesak" dengan Mahkamah Internasional untuk mempertimbangkan apakah operasi militer Israel yang menargetkan kota Rafah di selatan Gaza melanggar perintah sementara yang dikeluarkan oleh mahkamah bulan lalu dalam kasus genosida.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan, Clayson Monyela, menyatakan dalam pesan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa Mahkamah "mengonfirmasi pandangan kami bahwa situasi berbahaya menuntut penerapan segera dan efektif dari langkah-langkah sementara yang diindikasikan oleh Mahkamah dalam Perintahnya pada 26 Januari 2024 yang berlaku di seluruh Gaza dan menjelaskan bahwa itu termasuk Rafah."
Pernyataan Mahkamah Internasional itu dikeluarkan hari Sabat Yahudi saat seluruh kantor pemerintah tutup, sehingga belum ada komentar langsung dari Kementerian Luar Negeri Israel.
Pada Kamis (15/2/2024), Israel mendesak Mahkamah Internasional untuk menolak apa yang disebutnya sebagai permintaan Afrika Selatan yang "sangat aneh dan tidak pantas."
Israel ngotot membantah melakukan genosida di Gaza dan mengatakan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk melindungi warga sipil dan hanya menargetkan Hamas. Israel mengatakan taktik Hamas yang menyusup di daerah sipil membuat sulit untuk menghindari korban sipil.
Langkah-langkah sementara yang diperintahkan bulan lalu datang pada tahap awal dalam kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan yang menuduh Israel melanggar Konvensi Genosida.
Baca Juga: Genosida, Edusida, Ekosida, Domisida, Urbisida: Berbagai Wajah Penghancuran oleh Israel di Gaza
Mahkamah juga meminta Hamas untuk melepaskan tawanan yang masih dalam tahanan. Hamas mendesak komunitas internasional untuk membuat Israel melaksanakan perintah mahkamah.
Kampanye hukum Afrika Selatan ini berakar pada isu-isu yang sentral bagi identitasnya: Partai pemerintahnya, Kongres Nasional Afrika, telah lama membandingkan kebijakan Israel di Gaza dan Tepi Barat dengan sejarahnya di bawah rezim apartheid pemerintahan minoritas kulit putih, yang membatasi sebagian besar orang kulit hitam ke "tanah air sendiri." Apartheid berakhir pada tahun 1994.
Pada 29 Desember 2023, Afrika Selatan mengajukan permohonan untuk memulai proses terhadap Israel terkait dugaan pelanggaran oleh Israel terhadap kewajibannya di bawah Konvensi Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida (Konvensi Genosida) terkait dengan Palestina di Jalur Gaza.
Permohonan itu juga berisi permintaan untuk menetapkan langkah-langkah sementara, sesuai dengan Pasal 41 Statuta Mahkamah dan Pasal 73, 74, dan 75 Aturan Mahkamah.
Pemohon meminta Mahkamah menetapkan langkah-langkah sementara guna "melindungi terhadap kerugian hak-hak rakyat Palestina yang lebih lanjut, serius, dan tidak dapat diperbaiki di bawah Konvensi Genosida" dan "memastikan kepatuhan Israel terhadap kewajibannya di bawah Konvensi Genosida untuk tidak terlibat dalam genosida, dan untuk mencegah dan menghukum genosida".
Sesuai dengan Pasal 74 Aturan Mahkamah, "[p]ermohonan untuk menetapkan langkah-langkah sementara akan mendapatkan prioritas di atas semua kasus lainnya".
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press / International Court of Justice