> >

Investasi Asing di China Anjlok ke Titik Terendah sejak 1993, Unjuk Rasa Buruh Kian Banyak

Kompas dunia | 19 Februari 2024, 04:00 WIB
Presiden China Xi Jinping. Pelemahan ekonomi China terus berlanjut. Salah satunya ditandai anjloknya investasi asing ke titik terendah sejak tahun 1993. Mengutip Bloomberg, Minggu (18/2/2024), investasi asing yang masuk ke China pada 2023 hanya sebesar 33 miliar dollar AS. (Sumber: Straits Times)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pelemahan ekonomi China terus berlanjut. Salah satunya ditandai anjloknya investasi asing ke titik terendah sejak tahun 1993. Mengutip Bloomberg, Minggu (18/2/2024), investasi asing yang masuk ke China pada 2023 hanya sebesar 33 miliar dollar AS.

Jumlah itu turun drastis 82 persen dibanding capaian investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) pada 2022.

Turunnya investasi asing juga dibarengi dengan turunnya pendapatan perusahaan asing yang beroperasi di China, sebesar 6,7 persen. Banyak perusahaan asing yang menahan ekspansi mereka di China dan menarik modal mereka ke luar China. 

Hal itu disebabkan oleh ketegangan geopolitik dan tingginya suku bunga di negara lain. Faktor terakhir ini membuat China kurang menarik untuk investasi, karena negara lain menawarkan bunga yang lebih tinggi. 

Baca Juga: Dubes China Temui Prabowo di Kertanegara, Sampaikan Ucapkan Selamat, Kucing Bobby Ikut Mejeng

Sedangkan China justru memangkas suku bunga untuk meningkatkan aliran kredit di dalam negeri, guna menstimulasi perekonomian.

Survei yang dilakukan baru-baru ini terhadap perusahaan-perusahaan Jepang di China menunjukkan, mayoritas pemodal dari Jepang mengurangi atau mempertahankan investasi mereka pada tahun lalu. Mereka juga tidak memiliki rencana investasi pada 2024.

Di saat yang sama, gelombang unjuk rasa buruh di China kian meningkat sejak Agustus 2023. 

Hal itu berdasarkan data yang dikumpulkan oleh China Dissent Monitor dari kelompok hak asasi internasional yang berbasis di New York, Freedom House. 

Baca Juga: Arah Kebijakan Prabowo Terkait Laut China Selatan Disorot Media Asing

Laporan tersebut menyatakan, angka unjuk rasa di China naik tiga kali lipat pada kuartal keempat (Oktober-November) 2023 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.

Mengutip dari VOA, rentetan unjuk rasa itu disebabkan kondisi kerja yang buruk dan kesulitan ekonomi yang sedang berlangsung di China.

Dalam catatan China Dissent Monitor, terdapat 777 demo buruh di China antara September dan Desember 2023. Sementara dalam periode yang sama di 2022, ada 245 unjuk rasa.

Data independen dari Buletin Buruh China yang berbasis di Hong Kong, yang mempromosikan hak-hak pekerja China, mencatat adanya tambahan 183 demo antara 1 Januari dan 3 Februari, termasuk 40 demo di Provinsi Guangdong saja.

Baca Juga: Bagaimana Kebijakan Luar Negeri RI tentang China dan Asia Pasifik di Era Prabowo? Ini Analisis Pakar

“Masalah jangka panjang yang mendasari perselisihan ini di China adalah lemahnya penegakan perlindungan tenaga kerja dan kurangnya serikat pekerja yang independen dan efektif,” kata Pemimpin China Dissent Monitor, Kevin Slaten.

Sementara menurut China Labour Watch, selain perlambatan ekonomi China, masalah sektor real estat dan berkurangnya kegiatan manufaktur juga menjadi pemicu unjuk rasa.

“Masalah ekonomi tingkat tinggi di China pada akhirnya menjadi dasar meningkatnya protes buruh tahun ini. Karena berkurangnya pesanan manufaktur, banyak perusahaan menghadapi tantangan keuangan yang berdampak pada pekerja," jelas Li Qiang, pendiri dan Direktur Eksekutif China Labour Watch. 

Ia menjelaskan pekerja migran konstruksi sangat terdampak dengan krisis sektor properti. Lantaran mereka biasanya tidak memiliki kontrak yang mengikat secara hukum.

 

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU